Wagub DKI Buka Suara soal Wacana UMP Bakal Direvisi Lagi

Jakarta –
PDIP DKI Jakarta menduga Pemprov DKI akan kembali merevisi besaran upah minimum provinsi (UMP). Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menegaskan saat ini UMP Jakarta tetap 5,1%.
“Sekarang sudah diputuskan angka 5,1 tapi kalau ada perkembangan lain nanti kita akan lihat,” kata Riza kepada wartawan, Kamis (23/12/2021) malam.
Riza menyampaikan pemerintah memberi batas waktu penetapan besaran UMP hingga 21 November. Setelah dihitung menggunakan formula yang ditentukan, kenaikan UMP hanya sekitar 0,8%.
Akhirnya, Pemprov DKI memutuskan merevisi UMP menjadi 5,1%. Riza mengatakan ada prinsipnya, besaran UMP harus menghadirkan rasa keadilan bagi seluruh pihak.
“Dalam perkembangannya dirasa kurang adil karena angka inflasi, angka pertumbuhan tinggi maka dicoba disesuaikan,” jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, Anggota DPRD DKI Fraksi PDIP Pandapotan Sinaga menilai revisi itu tak memiliki dasar hukum yang jelas. Dia menduga besaran UMP kali ini bakal direvisi ulang.
“Apakah ada pertemuan dengan asosiasi pengusaha, terus mereka (Disnaker) bilang ‘iya bang, ini masih kami pelajari nantinya’, mungkin akan kita keluarkan lagi seakan-akan mengikuti, nggak tahu lah apakah itu revisi atau nggak. Cuman artinya kan kebijakan yang dibuat tidak ini (fix), makanya saya lihat ada kemungkinan revisi lagi,” kata Pandapotan kepada wartawan, Selasa (21/12/2021).
Pandapotan juga mengkritisi keputusan Gubernur DKI Anies Baswedan yang merevisi kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022 menjadi 5,1%. Pandapotan menilai keputusan itu menabrak aturan yang ditetapkan pemerintah pusat.
“Ini kan keputusan penetapan itu juga udah lintas daerah juga kan. Itu (dirumuskan) dari pusat juga, pasti udah koordinasi dengan pusat juga kan Disnaker, Kementerian juga mempertanyakan dasar perubahannya, revisinya,” tuturnya
Sekretaris Komisi B DPRD DKI itu memandang Anies terkesan terburu-buru dalam menentukan besaran UMP. Semestinya tak perlu ada revisi UMP jika besaran kenaikan dipikirkan melalui kajian komprehensif. Pandapotan khawatir revisi ini malah menimbulkan kisruh antarpihak hingga menabrak aturan yang ditetapkan.
“Kalau misalnya pada saat penetapan awalnya kenapa tidak dibikin kajian yang sangat matang sehingga jangan membuat kisruh, ini kan bisa menciptakan suasana kisruh perseteruan tidak kondusif antara pekerja dan pengusaha,” ujarnya.
“Iya (tabrak aturan). Dia udah tetapkan peraturan dia, dia ubah, kenapa buru-buru? Harusnya dia tetapkan dulu,” sambungnya.
(taa/dwia)