Ustad Arif Nuh Safri Membela Hak Kaum Waria Beribadah

Jakarta

Sudah lebih dari 10 tahun Ustad Arif Nuh Safri Sitompul berdakwah di lingkungan waria di Pesantren Al-Fatah, Kotagede – Yogyakarta. Dia mengajari mereka mengaji, salat, dan nilai-nilai ajaran Islam lainnya. Meski hujatan dan cemooh sering diterimanya namun dia tidak bergeming. Baginya para waria punya hak untuk bertuhan dan beribadah dengan leluasa sama seperti anggota masyarakat lainnya.

“Bagi saya hak asasi paling mendalam bagi seorang manusia itu adalah hak bertuhan siapa pun orangnya. Kalau mereka (waria) mau menghamba pada Tuhannya biarkan saja. Apakah nanti akan diterima atau tidak itu urusan Tuhan,” kata Ustad Arif Nuh Safri kepada tim Blak-blakan detikcom, 10 April 2021.

Selain mendampingi para waria dia juga dikenal sebagai pendamping ODHA (Orang Dalam HIV/Aids) di lingkungan Yogyakarta. Arif mengenal para waria itu dari sahabatnya, Murtidjo yang menjadi pendamping sejak Pesantren Waria berdiri pada 2008. Tapi kemudian Murtidjo harus menunaikan tugas di kota lain, sehingga Arif lah yang kemudian menggantikannya.

Semula perjalanan Arif membimbing para waria hanya berlandaskan kemanusiaan. Ketika melihat mereka serius mengaji, dia pun terenyuh sekaligus makin bersemangat untuk mendampingi dan membelanya. Dari sekedar mengenal, lelaki kelahiran Sipirok, 19 Agustus 1983 jadi lebih memahami eksistensi mereka. Di sela mengajar di Institut Ilmu al-Quran An-Nur dan di Pesantren Tahfidz Ibnu Sina, Arif Nuh Safri menuangkan pergulatan hidupnya dalam mendampingi para waria ke dalam buku, “Memahami Keberagaman Gender & Seksualitas, Sebuah Tafsir Kontekstual Islam”.

Dalam buku setebal 262 halaman yang terbit Juli 2020 itu dia menguraikan jawaban atas pertanyaan banyak orang tentang ada tidaknya landasan fiqih soal waria.

Alumnus Ilmu Tafsir Hadis dari UIN Sunan Kalijaga itu membedakan antara al-khunsa dan mukhonats. Menurut pemahaman Arif, saat membahas soal LGBT atau seks kebanyakan orang cuma mengacu pada isu pernikahan sejenis. Padahal, banyak aspek yang juga penting untuk dikritisi.

Dia membedakan antara al-khunsa dan mukhonats. Kala bicara seks atau anatomi tubuh itu masuk kategori al-khunsa: soal kelamin ganda atau tidak punya kelamin sama sekali. Sementara mukhonats atau transpuan (waria) bicara soal orientasi, emosional, dan kejiwaan. Secara seks mereka jelas laki-laki karena punya penis tapi secara kejiwaan mereka adalah perempuan.

“Kalau bicara soal mukhonats ini sangat gamblang dalam Islam. Zaman Nabi Muhammad SAW, istri-istri beliau seperti Siti Aisyah dan Ummu Salamah memasukan mukhonats ke kamar-kamar mereka dan bercanda bersama,” beber Arif.

Pada bagian lain, Ustaz Arif Nuh Safri juga mengungkapkan pandangannya soal LGBT dalam Islam. Juga riwayat kaum Sodom di era Nabi Luth. Selengkapnya, saksikan paparannya dalam program Blak-blakan, “Waria dan Hak Mengenal Tuhan” di detikcom, Jumat (30/4/2021).

(ddg/jat)

Terima kasih telah membaca artikel

Ustad Arif Nuh Safri Membela Hak Kaum Waria Beribadah