Tito: Pengendalian Protokol di Sistim Demokrasi Didominasi Low Class Sulit

Jakarta –
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyebut kepatuhan masyarakat pada protokol kesehatan dibutuhkan pengendalian kontrol. Pengendalian ini disebut tergantung pada sistim politik suatu negara.
“Kalau kita bicara untuk membuat orang tidak saling menulari, maka kita bicara pengendalian kontrol. Kalau bicara soal sosial kontrol maka akan sangat tergantung dengan sistim politik dan sistim sosial budaya,” ujar Tito dalam webinar Taruna Merah Putih yang disiarkan live di YouTube, Minggu (9/8/2020).
Tito mengatakan, pengendalian masyarakat pada negara dengan sistum demokrasi tidak mudah. Hal ini menurutnya karena pemegang kedautalan adalah rakyat.
“Mengendalikan masyarakat disistim demokrasi tidak gampang. Karena pemegang kedaulatan adalah rakyat, pemerintah hanya pemegang mandat yang ditunjuk, dipilih oleh rakyat,” kata Tito.
Dia menilai, pengendalian disisitim demokrasi akan mudah bila masyarakat didominasi oleh kelas menengah. Sehingga masyarakat dengan sendirinya mengetahui kondisi.
“Sistim pengendalian masyarakat disistim yang demokrasi itu akan efektif kalau negara itu didominasi oleh middle class, mereka yang terdidik, mereka yang memiliki kemampuan secara ekonomi, mayoritas. Contoh kasus Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Australia, New Zealand,” kata Tito.
“Sehingga ketika diminta untuk pakai masker mereka tidak usah diperintah mereka bisa mengecek dengan kemampuan intelektual mereka yang memadai untuk apa masker itu,” sambungnya.
Namun, Tito mengatakan masyarakat Indonesia didominasi oleh low class. Sehingga menjadi sulit.
“Tapi pengendalian masyarakat di sistim demokrasi yang didominasi oleh low class, seperti kasus Indonesia, India, Brazil, Equador, ini menjadi tidak mudah. Karena masyarakatnya, sekali lagi masyarakat milik kedaulatan, mereka banyak yang kurang terdidik dan kurang mampu secara ekonomi,” tuturnya.
Tidak hanya itu, menurutnya situasi juga menjadi lebih sulit ketika pemerintahan terbagi. Antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat.
“Dan akan menjadi lebih sulit ketika sistim demokrasi itu, ditambah dengan sentralisasi dimana pemerintahan terbagi ada pemerintah pusat ada pemerintah daerah. Di Indonesia pemerintah daerahnya terbagi lagi, provinsi tingkat satu dan kabupaten tingkat dua. Ketika mereka tidak maksimal, maka mesin pemerintah untuk mengendalikan masyarakat taat protokol COVID-19 nggak akan maksimal,” pungkasnya.
(dwia/dwia)