Tentang Pemberian Gelar Haji di Indonesia, Bagaimana Sejarahnya?

Jakarta –
Umat Islam di Indonesia yang sudah melaksanakan ibadah haji di Tanah Suci biasanya mendapat gelar ‘haji’ untuk laki-laki atau ‘hajjah’ untuk perempuan. Gelar tersebut disematkan di depan nama mereka.
Lalu, bagaimana asal-usul pemberian gelar haji untuk jemaah haji Indonesia? Apakah pemberian gelar tersebut merupakan suatu kewajiban? Berikut informasinya.
Dikutip dari situs Kementerian Agama, Filolog Oman Fathurahman atau Kang Oman, yang juga merupakan Staf Ahli Menteri Agama menilai bahwa tradisi penyematan gelar haji sah-sah saja. Sejak masa silam, perjalanan menuju Tanah Suci bagi orang Nusantara adalah perjuangan berat tersendiri, harus mengarungi lautan, menerjang badai berbulan-bulan, menghindari perompak, hingga menjelajah gurun pasir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seorang yang berhasil melalui ujian tersebut dan kembali selamat ke Tanah Air, kemudian dianggap berhasil mendapat anugerah dan kehormatan, apalagi Ka’bah dan Mekkah adalah kiblat suci umat Islam sedunia.
Itu mengapa di Indonesia ada pemberian gelar bagi jemaah haji usai menunaikan ibadah di Tanah Suci. Masyarakat menambahkan kata ‘haji’ atau ‘hajjah’ saat menyebut nama mereka.
ADVERTISEMENT
Bagi sebagian masyarakat Indonesia, gelar haji dinilai penting dan membanggakan, mencerminkan status sosial tertentu. Menurut Antropolog UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dadi Darmadi, penyematan gelar ini bisa dilihat dari tiga perspektif, yaitu:
1. Secara keagamaan, haji adalah perjalanan untuk menyempurnakan rukun Islam. Perjalanan yang jauh dan panjang, biaya yang mahal, persyaratan yang tidak mudah, membuat haji menjadi sebuah perjalanan ibadah yang semakin penting dan tidak semua orang bisa lakukan.
Oleh karena itu, gelar ‘haji’ dianggap layak disematkan bagi mereka yang berhasil melakukannya.
2. Secara kultural, narasi dan cerita-cerita menarik, heroik, dan mengharukan selama berhaji juga terus berkembang menjadi cerita popular, sehingga semakin banyak orang tertarik naik haji. Sebagian besar tokoh-tokoh masyarakat juga bergelar haji.
Hal-hal tersebut yang membuat ibadah haji semakin penting dan gelar haji di Indonesia punya nilai dan status sosial yang tinggi.
3. Secara kolonial, pemerintah kolonial Belanda berusaha untuk membatasi jamaah haji karena takut akan pengaruh haji bagi gerakan anti-penjajahan. Salah satu caranya adalah membuka Konsulat Jenderal pertama di Arabia pada 1872.
Tugas konsulat ini adalah mencatat pergerakan jemaah dari Hindia Belanda, dan mengharuskan mereka memakai gelar dan atribut pakaian haji agar mudah dikenali dan diawasi.
Demikian asal-usul penyematan gelar haji di Indonesia. Meski demikian, tradisi menyematkan gelar haji di depan nama jangan sampai merusak keikhlasan berhaji.
Salah satu ciri haji mabrur adalah menjadi orang yang ikhlas dan muhsin (berbuat baik) sepanjang masa, selalu menebar kedamaian, baik ketika maupun usai menunaikan ibadah haji
(kny/imk)