Tanpa Persatuan, Bangsa Ini Tidak Akan Punya Masa Depan

Jakarta –
Keistimewaan bangsa ini terletak pada kesatuan dan persatuannya. Bermacam etnis, bahasa, agama, warga kepulauan dan kelompok-kelompok sosial disatukan dalam bingkai NKRI. Inilah yang paling mahal dan berharga di negeri ini.
NKRI harga mati. Ini pas dan tepat. Mesti filosofis, bukan slogan pragmatis. Tugas kita adalah bagaimana menjaga keutuhan NKRI ini dengan meletakkan persaudaraan sebangsa dan setanah air sebagai pilar, terutama dalam berdemokrasi.
Demokrasi meniscayakan adanya perbedaan pendapat. Terutama jelang pemilu, perbedaan itu begitu tajam dan bahkan kadang sangat rawan. Ini terjadi akibat sejumlah elit yang bukan karena kurang matang dalam berdemokrasi, tapi lebih karena nafsu berkuasa yang tak terbendung, lalu mengkapitalisasi massa untuk terus berkonfrontasi dengan pihak-pihak yang berbeda. Selain faktor aturan yang seringkali dimanipulasi, dan hukum yang terkadang tidak berfungsi.
Sesuai dengan fungsinya, konflik seringkali dipelihara sebagai instrumen untuk mempertahankan atau merebut kekuasaan.
Harus disudahi! Rakyat secara umum tidak mengerti persoalan politik. Karena keawaman ini, rakyat seringkali diprovokasi dan dijadikan alat untuk bertransaksi. Mereka sudah lelah.
Sebenarnya, rakyat hanya ingin hidup damai dan bisa bekerja dengan tenang. Ekonomi sehat, lalu mereka bisa mencukupi kebutuhan keluarganya. Sesimpel itu.
Pemilu 2019 sudah lewat lebih dari dua tahun lalu. Saatnya bersatu kembali. Merajut persaudaraan berbangsa yang terasa semakin lama semakin memudar. Pemilu membuat kelompok-kelompok agama dan sejumlah organisasi bersitegang. Satu dengan yang lain saling curiga. Bangsa ini terkotak-kotak dalam dukung mendukung tokoh. Ironis!
Seorang tokoh tidak lagi dilihat dari integritas, kapasitas dan prestasinya, tapi dinilai beradasarkan faktor kelompoknya. Ini salah satu bentuk fanatisme yang sama sekali tidak rasional. Situasi ini sudah sangat tidak nyaman.
Para elit mesti menyadari situasi ini dengan tidak memanfaatkannya untuk mempertahankan atau merebut kekuasaan. Para elit silahkan memenuhi hasrat berkuasanya, tapi tidak dengan mengadu domba rakyat. Mari, semua sepakat untuk berupaya menyatukan kembali ikatan berbangsa ini dengan semangat persatuan dan persaudaraan. Tanpa persatuan dan spirit persaudaraan, bangsa ini sulit melangkah untuk menatap dan memperbaiki masa depannya.
Bagaimana caranya? Jangan adu domba umat beragama, ormas dan kelompok-kelompok sosial. Cukup hanya dengan cara ini kita bisa tetap bersatu.
Penyakit para politisi sering kambuh, terutama jelang pemilu. Demi untuk mendapatkan dukungan kelompok tertentu, mereka fitnah kelompok yang lain. Memprovokasi satu kelompok untuk memusuhi kelompok lainnya. Satu tujuannya: mendapat dukungan.
Yang sering menolak politik identitas, merekalah yang biasanya paling getol menggunakan politik identitas. Yang gembar gembor moderat, biasanya malah yang paling tidak moderat. Yang sering teriak toleran, biasanya malah tidak toleran. Kenapa ini terjadi? Ada cuan dalam permainan dan drama konflik ini.
Publik melihat aksimu, bukan narasimu. Jadi, berhenti gembar gembor dan teriak-teriak. Berhenti menuduh orang, karena itu sumber perpecahan bangsa. Dan tanpa sadar, sesungguhnya anda telah dimanfaatkan oleh para elit yang sedang memenuhi kepentingannya. Masih mending buzzer, mereka dapat cuan. Anda?
Yang ingin perubahan, ada mekanisme pemilu di 2024. Silahkan mempersiapkan diri untuk ikut berkompetisi. Tunjukkan semua prestasi yang dimiliki.
Prestasi, itu kata kuncinya. Anda dianggap mampu atau tidak untuk memimpin bangsa ini ke depan, Curriculum Vitae anda yang berbicara. Soal program atau janji politik, itu bisa direkayasa. Bayar tim profesional, semua itu bisa diatasi. Beres! Survei aja bisa dibayar dan dikendalikan hasilnya, apalagi cuma bikin program dan janji politik.
Tapi soal prestasi, anda tidak bisa merekayasanya. Itu melekat dalam histori anda. Semua bisa dilihat, diukur dan dinilai. Media, tokoh-tokoh berpengaruh, dan lembaga-lembaga survei mestinya membantu rakyat untuk melihat ini semua secara jujur dan obyektif. Agar bangsa ini kelak memiliki pemimpin yang berkemampuan membawa perubahan. Bukan malah cari koin dengan ikut memanipulasi data. Tapi, kapan lagi dapat duit kalau nggak di musim panen pemilu? Dasar!
Satu hal: jangan korbankan keutuhan dan persaudaraan dalam berbangsa ini hanya karena anda berbeda dalam dukungan. Jangan katrok! Pemeluk agama, pengurus ormas, anggota komunitas, mesti cair. Jangan mau lagi diprovokasi dengan label-label tertentu. Istilah kanan, kiri, garis keras, garis lurus, ektrem, semua itu politis. Ada yang mendesain dan merekayasanya. Mereka untung, anda buntung. Jangan mau dimanfaatkan lagi oleh para aktor yang mendesain itu semua. Cukup!
Saatnya kita bersatu. Menjahit kembali benang persaudaraan sebagai ikatan kita dalam berbangsa dan bernegara.
Rakyat mesti sadar untuk tidak lagi jadi senjata yang digunakan sejumlah elit dalam memenuhi hasrat dan nafsu berkuasanya. Cukup dan stop sampai di sini.
Tony Rosyid, Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa
(haf/haf)