Tak Diizinkan, Puluhan Pesepeda Gagal Peringati Reformasi di Istana

Jakarta –
Beberapa organisasi masyarakat sipil bersama mahasiswa melakukan aksi ‘Bike To Reformasi’ untuk memperingati 23 tahun reformasi, hari di mana Presiden RI kedua, Soeharto dilengserkan. Aksi ini dilakukan dengan cara bersepeda dengan tujuan akhir Istana Merdeka, Jakarta Pusat.
Aksi dimulai dengan sekitar 30 orang yang berkumpul di Tugu Reformasi yang terletak di depan Universitas Trisakti, Grogol pada pukul 15.00 WIB. Mereka bersepeda menuju Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Sesampainya di DPR, rombongan kembali melanjutkan perjalanan ke Universitas Kristen Atma Jaya. Dalam perjalanan, mereka dikawal oleh polisi lalu lintas (polantas).
Usai menaburkan bunga dan foto bersama di depan Universitas Kristen Atma Jaya, rombongan kembali bersepeda menuju Istana Merdeka. Kawalan dari polisi bertambah saat mereka tiba di Bundaran HI.
Kemudian, perjalanan para pesepeda terhambat di kawasan Patung Kuda. Sejumlah polisi telah menutup akses menuju Istana Merdeka, mereka diarahkan ke Pintu Silang Monas Barat.
Beberapa personel Brimob bersenjata laras panjang juga terlihat di sana. Selain itu, Kasat Patwal Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Argo Wiyono hingga Kabag Ops Polres Metro Jakarta Pusat AKBP Guntur Muhammad Thariq sudah siap menyambut kedatangan para peserta aksi.
Debat alot pun terjadi antara massa aksi dengan Guntur. Pasalnya, mereka ingin berfoto di depan Istana Merdeka. Hanya saja, Guntur bersikeras tidak memberikan izin karena dikhawatirkan menimbulkan kecemburuan kepada peserta aksi lainnya.
“Kita nggak orasi, Pak. Kita hanya mau berfoto di depan Istana Merdeka sebagai simbolis. Perwakilan tiga orang saja,” kata salah satu peserta aksi.
“Tidak boleh. Yang lain (pendemo) semuanya batasnya di Patung Kuda. Nanti timbul kecemburuan,” balas Guntur.
Pada akhirnya, peserta aksi menaburkan bunga dan berfoto di Patung Kuda. Koordinator Lapangan ‘Bike To Reformasi’, Jordjie Muhammad, mengakui pihaknya tidak mendapatkan izin dari polisi untuk aksi ke Istana Merdeka.
“(Perdebatan) itu nego di tempat. Karena tujuan akhir kita di Istana Merdeka, tapi nggak dapat izin karena terkait masalah pandemi dan lain-lain. Dan kita hanya diperbolehkan di titik Patung Kuda dan itu berjalan lancar,” ujar Jordjie saat ditemui di lokasi.
“Halangan dari polisi yang mungkin defensive. Mereka dengan alasan nggak boleh ada aksi sama sekali. Karena tujuan kita dari Trisakti, terus ke Atma, kemudian ke HI, Patung Kuda, dan finish di Istana Merdeka. Tapi polisi beralasan kalau area sana itu area steril. Dan karena ini pandemi juga, jadi ada beberapa hal yang nggak bisa dilakukan di lokasi,” sambungnya.
Selanjutnya, Jordjie turut membeberkan tujuan dari aksi peringatan 23 tahun reformasi itu. Menurutnya, pemerintah dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak ada keinginan untuk menyelesaikan amanat reformasi.
“Jadi kebetulan ini sudah masuk bulan Mei. Ada beberapa tragedi Mei yang mungkin jadi peringatan buat keluarga korban maupun korban sendiri. Namun dari pemerintah maupun Presiden Jokowi nggak ada kemauan buat selesaikan amanat reformasi itu sendiri,” jelas Jordjie.
(maa/maa)