Sopir DAMRI Bandung di Era Emas: Lawan Copet-Penumpang Berjubel

Bandung

Pandemi COVID-19 membawa senja lebih awal bagi Djawatan Angkoetan Dalam Negeri (DAMRI) cabang Bandung. Delapan rute disetop beroperasi karena minimnya minat warga Bandung untuk menumpang transportasi massal tersebut.

Sedianya, DAMRI pernah menjadi transportasi primadona bagi warga Bandung pada medio 1990-an. Sopir DAMRI Ade Abdul Fatah (52) ingat betul ketika ia berteriak ‘awas ada copet’ ketika membawa penumpang dari Dago-Leuwipanjang.

Isyarat verbal itu biasanya ia teriakkan bersama kondektur bus, bila ada komplotan pencopet ‘spesialis bus’ yang hendak masuk ke dalam bus dari halte-halte tertentu. Aksi pencopetan kala itu memang marak terjadi di transportasi umum, termasuk di bus yang dikemudikan oleh Ade.

“Di dalam bus itu sampai berdesakan, berjubel sampai-sampai copet juga masuk, kenapa saya tahu karena sering (menangkap basah), sementara penumpang tidak tahu, makanya saya dan kondektur meneriakkan awas ada copet karena memang kami tahu dan meminta penumpang agar waspada, sebelum pencopet itu masuk,” ujar Ade ketika berbincang dengan detikcom, beberapa waktu lalu.

Pria yang telah 26 tahun malang melintang mengendarai gajah besi itu bahkan pernah berkelahi dengan pencopet. Kala itu ia membela penumpangnya yang jadi korban, sampai-sampai bekas luka melawan pencopet itu masih membekas di tangannya.

“Dulu itu banyak copet di jalur Cicaheum-Cibeureum, Cicaheum-Leuwipanjang, Cibiru-Kebon Kalapa dan paling banyak itu jurusan Dago-Leuwipanjang,” ucap Ade.

Terima kasih telah membaca artikel

Sopir DAMRI Bandung di Era Emas: Lawan Copet-Penumpang Berjubel