Seperti Apa Pelaksanaan Pembatasan Jam Malam di Kota Melbourne?

Jakarta –
Pada Minggu malam pekan lalu, Stuart Dalgleish, seorang warga Kota Melbourne, Australia, tiba-tiba tersadar akan melanggar hukum jika dia melangkah keluar dari pagar rumahnya.
Stuart bukan seorang penjahat. Bukan buronan yang dicari polisi. Dia hanya seorang yang kebetulan tinggal di ibukota negara bagian Victoria tersebut.
Begitu pemerintah menetapkan berlakunya jam malam pada tanggal 2 Agustus, sekitar 5 juta penduduk metropolitan Melbourne mendapati dirinya seakan hidup dalam distopia.
Polisi kini giat berpatroli di jalan-jalan, dibekali kewenangan tambahan, termasuk memecahkan kaca mobil orang yang menolak ditanyai identitasnya.
Pengumuman pemerintah tentang virus corona bergaung di tempat-tempat umum, termasuk di stasiun kereta yang kebanyakan kosong.
Pemeriksaan dari rumah ke rumah dilakukan aparat polisi dibantu tentara.
Bagi mereka yang berkeliaran antara jam 8 malam hingga jam 5 pagi, harus dibekali dokumen sah yang membuktikan bahwa mereka diizinkan keluar.
“Tak ada bedanya karena toh kita sudah hidup seperti itu selama beberapa lama. Jadi tidak ada perubahan nyata,” ujar Stuart.
“Namun rasanya aneh karena saya sadar akan melanggar hukum gara-gara keluar rumah,” tambahnya.
Bagi warga Melbourne, jam malam merupakan hal asing, sama dengan kopi yang buruk rasanya.
Belum diketahui seberapa efektif jam malam ini, namun sejumlah pihak memperingatkan justru bisa memiliki konsekuensi yang tak diinginkan.
Negara Bagian Victoria bukanlah yang pertama menerapkan jam malam untuk mengendalikan wabah virus corona.
Pemerintah Albania telah melakukannya sejak Maret lalu, bahkan lebih ketat.
Di Bolivia, hanya satu orang dari satu rumah tangga yang diizinkan keluar rumah satu hari dalam seminggu.
Lebih banyak contoh lainnya di Amerika Selatan, serta Afrika dan India.
Namun sejumlah pihak meragukan efektivitas jam malam ini.
Profesor Paul Brass dari Universitas Washington di AS mengatakan efektivitas jam malam, setidaknya dalam mengendalikan kerusuhan, masih belum jelas.
Pakar lainnya melihat jam malam akan efektif mengatasi penularan COVID-19 hanya jika kondisinya tepat.
Epidemiolog Colin Furness mengatakan jam malam di Kota Wuhan telah membantu mempersingkat masa lockdown.
Dia menyatakan jam malam harus menjadi langkah terakhir setelah semuanya ditutup.
Ahli epidemiologi Timothy Sly mengatakan, jam malam dapat menghentikan orang bergerak dan menyebarkan virus. Tapi mereka juga dapat menyatukan orang dan justru membahayakan mereka.
Mengapa Melbourne melakukannya
Pemerintah setempat menyatakan pembatasan sosial tahap empat yang lebih ketat, termasuk jam malam, dilakukan karena sebagian besar penduduk tidak mematuhi aturan pembatasan sosial yang ada.
Misalnya, ratusan orang yang dites positif COVID-19 ternyata tidak mengisolasi diri. Beberapa di antaranya masih bekerja padahal sudah sakit. Jumlah kasus pun terus meningkat.
Departemen Kesehatan Victoria (DHHS) menjelaskan kepada ABC sebagai berikut:
- Jam malam di Melbourne bertujuan membatasi pergerakan orang, membatasi penyebaran virus ke seluruh wilayah kota.
- Satu-satunya alasan meninggalkan rumah pada jam 8 malam hingga jam 5 pagi adalah untuk bekerja, perawatan medis yang mendesak, dan pengasuhan.
- Jam malam dirancang untuk diterapkan bersama-sama dengan pembatasan tahap empat lainnya demi memperlambat penyebaran virus corona di seluruh Victoria.
Premier Daniel Andrews sendiri menjelaskan, jam malam bertujuan menghentikan warga yang masih berpikiran aman-aman saja jika masih saling berkunjung atau bertemu.
Sementara itu, Stuart dan warga Melbourne lainnya harus tetap berada di balik pagar mereka. Berharap jam malam ini akan berhasil.
Simak perkembangan terkini mengenai COVID-19 di Australia hanya di ABC Indonesia.
(ita/ita)