Saya Ambil Tanpa Izin Memory Card Video Suami Zina, Bisa Dipidana Balik?

Jakarta

Untuk membuktikan suaminya selingkuh, seorang pembaca detik’s Advocate diam-diam mengambil memory card hp suami dengan tujuan pembuktian. Tapi si istri mengambilnya tanpa izin suami. Apakah si istri bisa dipidanakan balik dengan UU ITE?

Hal itu menjadi pertanyaan pembaca detik’s Advocate yang dikirim ke email: [email protected] dan di-cc ke [email protected] :

Sore kak

Saya seorang istri, suami saya seorang anggota polisi, kami sudah menikah lama..
Namun suami saya selingkuh, saya melihat video tidak seronoknya bersama selingkuhanya, saya melihat video tersebut karena saya mengambil memory card suami saya tanpa sepengetahuannya.

Jika saya melaporkan suami saya atas kasus perzinaannya, apakah dia bisa dipidana? Dan apakah nantinya saya akan terjerat UU ITE ?

DO

Jawaban:

Terkait dengan pertanyaan saudari:

1. Apakah perbuatan yang suami saudari lakukan dapat dikenakan sanksi pidana?

Dalam Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan bahwa:

Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Lebih lanjut disebutkan dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, bahwa;

Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tunduk pada kekuasaan peradilan umum. Yang artinya bahwa, apabila anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan tindak pidana, maka berlaku baginya ketentuan sebagaimana yang berlaku bagi masyarakat pada umumnya.

Sebagaimana diketahui, delik perzinahan diatur di dalam Pasal 284 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, adapun rumusan Pasalnya adalah sebagai berikut:

Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan :
Ke-1
seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel), padahal diketahui bahwa Pasal 27 KUHPerdata berlaku baginya;
seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak, padahal diketahui bahwa Pasal 27 KUHPerdata berlaku baginya.
Ke-2
seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin;
seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan Pasal 27 KUH Perdata berlaku baginya.
a.Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang tercemar, dan bilamana bagi mereka berlaku Pasal 27 KUHPerdata, dalam tenggang waktu 3 bulan diikuti dengan permintaan bercerai, atau pisah meja dan ranjang karena alasan itu juga.
b.Terhadap pengaduan ini tidak berlaku Pasal 72, 73 dan 75 KUHP.
c.Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai.
d.Jika bagi suami/istri berlaku Pasal 27 KUHPerdata, pengaduan tidak diindahkan selama perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum putusan yang menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap.

Bahwa yang dimaksud dengan zina adalah persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang telah kawin dengan perempuan atau laki-laki yang bukan istri atau suaminya. Sehingga persetubuhan itu harus dilakukan dengan suka sama suka, tidak boleh ada paksaan dari salah satu pihak. Apabila merujuk pada ketentuan KUHP yang berlaku saat ini, terdapat 4 (empat syarat) agar seseorang dapat dinyatakan telah melakukan perbuatan zina, yaitu:

1. Melakukan persetubuhan dengan perempuan atau laki-laki bukan suaminya atau bukan istrinya (orang ini tidak harus telah menikah)
2. Dirinya tidak tunduk pada Pasal 27 KUHPerdata;
3. Pasangannya yang melakukan persetubuhan itu tunduk pada Pasal 27 KUHPerdata
4. Diketahuinya bahwa pasangannya melakukan persetubuhan itu telah bersuami atau beristri, dan berlaku ketentuan Pasal 27 KUHPerdata berlaku bagi pasangannya bersetubuh itu.

Ketentuan perzinahan dalam KUHP yang berlaku saat ini bertujuan untuk mengkriminalisasi pelaku perselingkuhan dimana salah seorang atau kedua pelaku persetubuhan itu merupakan orang yang sudah terikat dengan ikatan perkawinan sebelumnya.

Pasal 284 KUHP adalah merupakan delik aduan absolut yang tidak memungkinkan perbuatan itu dipidana jika tidak ada yang mengadukan dari pihak yang dirugikan (suami atau istri yang dikhianati pasangannya) dan selama perkara itu belum diperiksa di muka pengadilan, maka pengaduan itu dapat ditarik kembali.

Oleh karenanya, sepanjang saudari masih terikat dalam perkawinan dengan suami saudari, maka saudari berhak untuk mengadukan perbuatan suami saudari.

2. Terkait dengan pertanyaan saudari apakah dengan melaporkan adanya perzinahan tersebut saudari dapat dijerat UU ITE?

Untuk menjawab hal tersebut, saudari dapat melihat Lampiran Keputusan Bersama Menteri Komunikasi Dan Informatika, Jaksa Agung, dan Kapolri Nomor 229, 154, KB/2/VI/2021 (hal. 9-14) yang mengatur sebagai berikut:

1. Bukan sebuah delik pidana yang melanggar Pasal 27 ayat (3) UU ITE, jika muatan atau konten yang ditransmisikan, didistribusikan, dan/atau dibuat dapat diaksesnya tersebut adalah berupa penghinaan yang kategorinya cacian, ejekan, dan/atau kata-kata tidak pantas. Untuk perbuatan tersebut dapat menggunakan kualifikasi delik penghinaan ringan sebagaimana dimaksud Pasal 315 KUHP.
2. Jika muatan yang ditransmisikan, didistribusikan, dan/atau dibuat dapat diakses tersebut berupa penilaian, pendapat, hasil evaluasi, atau sebuah kenyataan, maka bukan merupakan delik pidana berkaitan dengan Pasal 27 ayat (3) UU ITE.
3. Delik pidana berkaitan dengan Pasal 27 ayat (3) UU ITE adalah delik aduan absolut, sehingga harus korban sendiri yang mengadukan kepada aparat penegak hukum, kecuali dalam hal korban masih di bawah umur atau dalam perwalian. Korban sebagai pelapor harus orang perseorangan dengan identitas spesifik, bukan institusi, korporasi, profesi, atau jabatan.
4. Fokus pemidanaan terkait Pasal 27 ayat (3) UU ITE bukan dititikberatkan pada perasaan korban, melainkan pada perbuatan pelaku yang dilakukan secara sengaja dengan maksud mendistribusikan/mentransmisikan/membuat dapat diaksesnya informasi yang muatannya menyerang kehormatan seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal supaya diketahui umum, yakni kumpulan orang banyak yang sebagian besar tidak saling mengenal.
5. Bukan merupakan delik penghinaan dan/atau pencemaran nama baik jika konten disebarkan melalui sarana grup percakapan yang bersifat tertutup atau terbatas, seperti grup percakapan keluarga, kelompok pertemanan akrab, kelompok profesi, grup kantor, grup kampus atau institusi pendidikan.

Berdasarkan ketentuan pada poin 3 di atas dapat kita pahami bahwa apabila saudari sendiri yang mengadukan kepada aparat penegak hukum, kecuali dalam hal korban masih di bawah umur atau dalam perwalian. Korban sebagai pelapor harus orang perseorangan dengan identitas spesifik, bukan institusi, korporasi, profesi, atau jabatan, maka menceritakan perbuatan seseorang kepada orang lain atau kepada grup yang bersifat terbatas melalui media chat bukan merupakan pelanggaran Pasal 27 ayat (3) UU ITE karena muatan tersebut hanya disampaikan dalam percakapan/chat terbatas, dan bukan untuk diketahui umum.

Maka perbuatan melaporkan/mengadukan adanya dugaan perselingkuhan bukanlah merupakan perbuatan yang dapat dipidana.

Tapi, jika kemudian rekaman layar chat tersebut disebarkan secara publik di internet, sehingga identitas orang yang diceritakan beserta muatan penghinaan tersebut dapat diakses dan diketahui oleh semua orang, maka orang yang menyebarkan rekaman layar tersebut berpotensi melanggar Pasal 27 ayat (3) UU ITE.

Terima kasih telah membaca artikel

Saya Ambil Tanpa Izin Memory Card Video Suami Zina, Bisa Dipidana Balik?