Ratusan Luweng di Wonogiri dan Bisa Bertambah Lagi

Wonogiri

Keberadaan luweng atau gua vertikal di Wonogiri cukup fenomenal. Di kawasan karst Wonogiri bagian selatan tercatat lebih dari 200-an luweng. Dari jumlah itu sekitar 50-an buah termasuk berukuran besar. Jumlah ini masih mungkin bertambah lagi.

“Total lebih dari 200-an, kalau yang besar sekitar 50-an,” ungkap Kepala Pelaksana BPBD Wonogiri, Bambang Haryanto kepada detikcom melalui sambungan telepon, Rabu (3/3).

Bambang membeberkan, ratusan luweng tersebar di wilayah Wonogiri selatan. Meliputi Kecamatan Paranggupito, Pracimantoro, Eromoko, Giriwoyo, Manyaran, dan Giritontro.

Hingga saat ini masih ada luweng yang diperkirakan hilang atau tertimbun sedimentasi. Namun belum diketahui jumlah pastinya. Sejumlah daerah seperti Kecamatan Pracimantoro, masih berupaya mencari keberadaannya dengan bantuan alat berat.

Luweng yang besar berukuran diameter lebih dua meter. Tidak diketahui berapa kedalaman atau panjang dari luweng yang besar-besar itu.

Seperti yang terjadi di Pracimantoro, luweng yang sudah lama hilang berhasil ditemukan kembali. Sebelumnya luweng-luweng itu sempat menghilang lantaran tertimbun tanah dan batu selama 93 dan 40 tahun.

Dua luweng yang sudah ditemukan kembali oleh relawan dan warga yakni di Dusun Pakem Desa Sumberagung dan Dusun Joho Kidul Desa Joho. Luweng di Pakem sebelumnya sempat menghilang selama 93 tahun. Sementara luweng di Joho Kidul sebelumnya tertimbun hampir 40 tahun.

Luweng di Pakem memiliki kedalaman 7 meter. Sedangkan diameternya sekitar 4 meter. Mulut luweng ditemukan tim relawan pada Jumat (26/2). Warsito menyebut, proses pencarian mulut luweng itu memakan waktu selama tiga hari.

Luweng berfungsi mengalirkan air di kawasan karst. Masyarakat sekitar diminta untuk menjaga agar tidak tertimbun atau tersumbat sampah maupun sedimentasi. Supaya drainase alami ini berfungsi dengan baik.

“Beraktivitas di sekitar luweng itu berbahaya, kita tidak tahu batuan di sekitarnya mudah lapuk atau tidak, kemudian ketika terjadi gempa rawan runtuh atau tidak. Selain itu belum diketahui berapa kedalaman atau panjang dari luweng itu,” tandas Bambang Haryanto .

Tidak Direkomendasikan untuk Wisata

BPBD sangat tidak merekomendasikan penggunaan luweng untuk keperluan wisata. Sampai saat ini tidak ada kegiatan pariwisata memanfaatkan luweng di Wonogiri. Sosialisasi seperti ini diselipkan melalui pemerintah desa atau relawan desa tanggap bencana (destana). Dimana sebagian besar desa di Wonogiri telah terbentuk destana.

“Kalau luweng yang dimanfaatkan selain drainase alami, ada di Luweng Songo Desa Sumberagung Kecamatan Pracimantoro. Pemanfaatannya untuk pengadaan air bersih, di dalam Luweng ada sungai bawah tanah yang diambil airnya melalui penyedotan mesin. Hanya itu, kalau untuk keperluan pariwisata tidak ada dan kami tidak merekomendasikan,” tegas dia.

Mulut luweng harus bersih dari segala sumbatan. Misalnya sampah, daun dan ranting kering, batu, tanah, dan sejenisnya. Secara prinsip, luweng merupakan aliran pembuangan air yang tercipta secara alami.

Terpisah Camat Giritontro, Fredy Sasono menuturkan lubang luweng sudah dianggap satu hal yang biasa. Sebab, di wilayahnya banyak terdapat luweng. Sehingga masyarakat dengan sendirinya sudah memiliki sikap waspada.

“Kami meminta warga tidak mendekati area di sekitar lubang luweng itu. Kami sosialisasikan melalui perangkat atau relawan,” jelas Fredy.

(mbr/mbr)

Terima kasih telah membaca artikel

Ratusan Luweng di Wonogiri dan Bisa Bertambah Lagi