Peneliti LIPI: Tsunami 20 Meter Tak Akan Terjadi Tanpa 7 Asumsi Ini

Jakarta

Laporan ilmiah yang diungkap ilmuwan ITB seolah telah membuat publik menoleh ke selatan Pulau Jawa. Tsunami 20 meter seperti yang disampaikan ilmuwan itu tidak akan terjadi apabila tujuh asumsi ilmiah tidak terpenuhi.

Peneliti Paleotsunami di Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Eko Yulianto, menjelaskan bahwa laporan soal potensi tsunami 20 meter itu sudah diketahui ilmuwan pada waktu sebelumnya.

“Informasi yang perlu diketahui oleh masyarakat dari paper yang baru terbit itu tidak ada yang baru. Semuanya sudah pernah dikemukakan,” kata Eko dalam keterangan tertulis yang disampaikannya kepada detikcom, Rabu (30/9/2020).

Potensi tsunami setinggi 20 meter diungkapkan ke publik oleh ilmuwan dari ITB, Sri Widiyantoro. Laporan ilmiah itu dimuat di situs Nature, judulnya ‘Implications for Megathrust Earthquakes and Tsunamis from Seismic Gaps South of Java Indonesia’. Ilmuwan yang terlibat adalah Sri Widiyantoro dari ITB, E Gunawan, Abdul Muhari dari BNPB, N Rawlinson, J Mori, NR Hanifa, S Susilo, P Supendi, HA Shiddiqi, AD Nugraha, dan HE Putra.

“Robert MacCaffrey sudah mengemukakan dalam publikasinya pada tahun 2008 bahwa secara hipotetis jalur subduksi selatan jawa yang memiliki panjang lebih dari 1.800 km (dari selat sunda hingga nusa tenggara) memiliki potensi menghasilkan gempa berskala 9,6 jika runtuh secara bersamaan, dan akan berulang setiap 675 tahun,” kata Eko.

Yang perlu dipahami, skenario tsunami setinggi 20 meter di selatan Jawa dibangun dengan banyak asumsi atau logika ‘jika’ dan ‘maka’. Asumsi adalah sesuatu yang dianggap benar padahal belum tentu benar. Karena basisnya adalah banyak asumsi maka kesimpulannya menjadi digiring oleh semua asumsi-asumsi yang digunakan itu. Begitulah cara membikin skenario ilmiah.

“Jadi angka 20 m itu muncul jika dan hanya jika asumsi-asumsi itu benar; Seandainya salah satu asumsi atau ‘jika”‘itu salah maka angka 20 meter itu akan luluh dengan sendirinya atau berubah,” kata Eko.

Berikut adalah tujuh asumsi tsunami 20 meter, bila asumsi ini tidak terjadi maka tsunami 20 meter juga tidak terjadi:

(1) Jika memang seismicity gap sepanjang itu memang runtuh dan menghasilkan gempa (karena tidak semua seismik gap terbukti memicu gempa);
(2) Jika gempa raksasa terakhir itu terjadi 400 tahun lalu dan belum terjadi gempa besar lagi hingga saat ini (karena boleh jadi gempa terakhir terjadi bukan 400 tahun lalu);
(3) Jika kecepatan pengumpulan energi selama 400 tahun terakhir adalah dianggap sama dengan pengumpulan energi hasil pengukuran dengan perangkat GPS (Global Positioning System) selama beberapa tahun terakhir (karena bisa saja kecepatan pengumpulan energi ini berubah-ubah dari waktu ke waktu);
(4) Jika energi yang dikumpulkan selama 400 tahun itu tiba-tiba dilepaskan saat ini; (karena bisa saja bukan saat ini dilepaskannya);
(5) Jika gempa itu mengakibatkan deformasi (penyembulan) lantai samudera dengan volume tertentu sehingga air laut sebesar volume itu terdesak ke daratan (karena dimensi penyembulan hanya bersifat kira-kira saja);
(6) Jika batimetri dasar laut sepanjang selatan jawa memang kondisinya seperti yang digunakan untuk menghitung pemindahan volume air laut itu (karena kita tidak memiliki data batimetri detil saat ini);
(7) Maka akan ada tsunami 20 meter pada saat gelombang tsunami mencapai pantai, ingat 20 m itu di pantai bukan di daratan (karena Ketika masuk daratan energi dan kecepatan gelombang akan menurun sehingga tinggi dan kecepatan gelombang tsunami juga menurun)

“Kalau salah satu dari keenam “jika” di atas salah (apalagi kalau lebih dari satu) maka angka 20 meter itu akan otomatis salah,” kata Eko.

Terima kasih telah membaca artikel

Peneliti LIPI: Tsunami 20 Meter Tak Akan Terjadi Tanpa 7 Asumsi Ini