Mitos ‘Jurig Torek’ di Bandung yang Hantui Korban Tertabrak Kereta Api

Bandung –
Beragama kisah dan cerita menarik warga penghuni pinggir rel kereta api di Bandung. Mulai dari bisingnya kereta api yang melintas hingga cerita ‘jurig torek’.
Cerita ‘jurig torek’ memang lazim bagi warga yang tinggal di pinggir rel kereta api. Bila diartikan, ‘jurig torek’ memiliki arti hantu budek dalam bahasa Indonesia. Mitos ini yang kerap menyebabkan warga menjadi korban tertabrak kereta api.
Cerita ‘jurig torek’ ini didapat detikcom dari salah satu warga yang tinggal di kawasan Jembatan Opat, Kiaracondong, Kota Bandung. Kawasan tersebut hanya berjarak beberapa langkah dari jalur rel kereta api.
Aan (52), salah seorang warga yang tinggal di pinggir rel kereta api bercerita, mitos ‘jurig torek’ ini sudah biasa terdengar di warga sekitar.
“Kalau di sini biasanya suka ada kejadian ketabrak kereta. Biasanya itu sama jurig torek,” ucap Aan saat berbincang dengan detikcom belum lama ini.
Perempuan yang membuka usaha warung kelontong di pinggiran jalur rel kereta api ini menjelaskan jurig torek ini biasanya menghampiri warga yang berjalan di sisi atau menyebrang perlintasan rel kereta api. Saat kereta api melintas, warga yang berjalan itu kerap tak mendengar suara kereta api.
“Kadang kalau diteriaki juga nggak ngedenger. Jalan aja biasa. Ada kereta di belakang juga cuek saja,” ucap dia.
Menurut Aan, biasanya warga luar daerah situ yang ‘kemasukan’ jurig torek. Warga yang tinggal di situ, sudah biasa.
Bahkan kejadian sebulan lalu menimpa seorang perempuan. Saat itu, sambung Aan, ada sekelompok ibu-ibu yang mengikuti senam di sebuah area terbuka. Naas, salah satunya menjadi korban tertabrak kereta. Aan menyebut kemungkinan korban itu ‘dirasuki’ jurig torek.
“Ada habis beres senam, bukannya menjauh tapi malah selfie jadinya kesabet sama kereta. Kepalanya sampai terbang. Ya itu kayaknya kena jurig torek itu. Soalnya diteriaki juga enggak nyaut,” kata Aan.
Selain mitos jurig torek, perempuan yang sudah tinggal di kawasan itu sejak tahun 80an itupun menceritakan kisah lain selama tinggal di pinggir rel kereta api. Aan memang tak menetap di toko kelontongnya. Dia tinggal tak jauh dari toko kelontongnya yang terletak di RT 06 RW 11 Kelurahan Cibangkong, Kecamatan Batununggal.
Tapi, setiap hari Aan beraktivitas di toko kelontongnya yang berjarak selangkah dari rel kereta api. Aan berbagi cerita saat kereta api tiba melintas.
“Biasanya ibu suka duduk atau tiduran. Pas ada kereta lewat ya pasti berisik. Kadang juga suka bergetar badan. Tanah ngegetar. Tapi ya ibu mah sudah biasa,” ujar Aan.
(dir/mso)