Militer untuk Ketahanan Pangan?

Jakarta –
Di tengah pandemi Covid-19, Presiden Joko Widodo menunjuk Menteri Pertahanan Prabowo Subianto untuk memimpin proyek food estate seluas 178 hektar di Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Pulau Pisang, Kalimantan Tengah. Dalam proyek ini, Prabowo akan bersinergi dengan Kementerian PUPR, Kementerian Pertanian, Kementerian LHK, dan Kementerian BUMN.
Proyek ini merupakan proyek pengembangan lumbung pangan nasional yang bertujuan untuk memperkuat ketahanan pangan nasional, yang juga merupakan bagian dari cadangan logistik strategis pertahanan negara untuk mencegah kekurangan pasokan pangan dalam negeri. Proyek ini dilakukan sebagai langkah antisipatif dalam menghadapi potensi krisis pangan di tengah pandemi Covid-19 yang disampaikan oleh Food and Agriculture Organisation (FAO).
Yang menarik dari hal ini, mengapa Kementerian Pertahanan, yang banyak diisi oleh militer, harus menjadi leading sector dalam proyek pengembangan lumbung pangan tersebut?
Militer dalam Pangan
Sebenarnya, keterlibatan militer dalam pangan sudah dilakukan sejak dekade 1960-an, saat TNI memberikan kontribusi besarnya dalam proyek Green Revolution (Bainus, 2018). Proyek ini membawa pembangunan pertanian melalui saluran irigasi, pengenalan pupuk kimia dan pestisida, dan padi untuk meningkatkan produksi beras nasional (Wicaksono, 2017). Karena hal ini, Indonesia sempat merasakan swasembada beras pada 1984–1986. Tetapi, pasca 1986, produksi besar berangsur turun dan membuat Indonesia kembali impor beras.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, TNI juga sudah terlibat dalam upaya khusus untuk meningkatkan produksi pangan dengan ditandatanganinya MoU antara TNI dan Kementerian Pertanian pada 2015. Langkah ini sempat ditentang oleh Ombudsman dan pengamat karena mempertanyakan apakah peran TNI sangat dibutuhkan dan sesuai dengan UU, kekhawatiran kembalinya dominasi militer dalam sipil, dan dampak negatif dari keterlibatan TNI dalam pangan.
Meski begitu, TNI tetap tegas dengan mengatakan bahwa keamanan pangan juga merupakan bagian dari pertahanan negara dalam rangka menjaga stabilitas nasional.
Pada tahun 2015 hingga 2018, dengan terlibatnya TNI dalam kegiatan cetak sawah, telah menghasilkan 200 ribu hektar yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Pada 2019, dalam mempercepat lagi upaya kegiatan cetak sawah, sejumlah pemerintah daerah, seperti Dinas Pertanian Provinsi Aceh, Lampung, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, dan Papua menandatangani kontrak kerja sama dengan TNI.
Bukan Tugas Utama Pertahanan?
Kementerian Pertahanan, dengan dipimpin Prabowo, akan sangat memungkinkan menggerakkan TNI untuk terjun langsung dalam proyek lumbung pangan ini. TNI akan terus didorong untuk melakukan apa yang mereka sudah lakukan sejak beberapa tahun terakhir, seperti memberikan penyuluhan, pembangunan infrastruktur, irigasi pertanian, distribusi alat mesin pertanian, hingga membuka lahan.
TNI memang sudah menunjukkan kontribusi aktif dan positifnya dalam membantu ketahanan pangan, meskipun biasanya urusan TNI adalah masalah yang berkaitan dengan alutsista, konflik perbatasan, maupun konflik bersenjata.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 tahun 2004 mengenai tugas-tugas pokok TNI dijelaskan bahwa tugas pokok TNI adalah operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang. Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa operasi militer untuk perang adalah segala bentuk pengerahan dan penggunaan kekuatan TNI untuk melawan kekuatan militer negara lain yang melakukan agresi terhadap Indonesia, dan/atau dalam konflik bersenjata dengan suatu negara lain atau lebih, yang didahului dengan adanya pernyataan perang dan tunduk pada hukum perang internasional.
Jika melihat dari ini, tentu masalah pangan ini tidak termasuk ke dalam operasi militer untuk perang.
Sedangkan, operasi militer selain perang memiliki 14 tugas yang meliputi beberapa hal, seperti mengatasi gerakan separatisme bersenjata, mengamankan wilayah perbatasan, mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis, dan melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri (UU Nomor 34 Tahun 2004).
Memang, tidak ada satu pun tugas dari operasi militer selain perang yang menjelaskan secara spesifik bahwa TNI bertugas untuk menangani masalah pangan. Meski begitu, Mantan Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI (Purn) Mulyono pernah menyampaikan bahwa keterlibatan TNI dalam pangan merupakan bagian dari teritorial yang bertugas membantu dalam geografis, demografis, dan sosial demi kesejahteraan masyarakat untuk pembangunan bangsa.
Ujian bagi Prabowo
Sebagai Menteri Pertahanan, memimpin proyek lumbung pangan merupakan tugas tambahan yang cukup berat, mengingat bahwa saat ini Prabowo memiliki “pekerjaan rumah” yang cukup banyak dalam hal pertahanan. Prabowo masih memiliki tugas untuk memenuhi alutsista yang saat ini banyak yang perlu dimodernisasi.
Prabowo juga memiliki tugas untuk memajukan industri pertahanan agar dapat terus menghasilkan produk-produk pertahanan yang berkualitas agar Indonesia dapat mandiri tanpa harus impor alutsista dari negara lain. Prabowo juga masih memiliki tugas dalam hal meningkatkan profesionalisme serta kesejahteraan prajurit yang kerap kali juga disinggung oleh Jokowi.
Jokowi beralasan bahwa penunjukan Prabowo ini adalah karena pertahanan tidak melulu berurusan dengan alutsitsa, tetapi masalah pangan juga merupakan bagian penting dari pertahanan nasional. Penunjukkan Prabowo ini juga sangat menarik, mengingat bahwa Prabowo dan Jokowi sempat memiliki pandangan kebijakan yang berbeda mengenai pangan ketika Pilpres 2019.
Terlepas dari itu, saat ini lawan sudah menjadi kawan; Prabowo dan Jokowi pun harus bekerja sama untuk meningkatkan ketahanan pangan di Indonesia dengan mensukseskan proyek ini. Memimpin proyek lumbung pangan ini juga akan menjadi ujian bagi Prabowo untuk memperlihatkan komitmennya dalam masalah pangan, yang sering ia bahas ketika masih menjadi Calon Presiden pada Pilpres 2019 lalu.
Dalam berbagai debat maupun kampanye ketika itu, Prabowo selalu menyampaikan masalah pangan, seperti menjanjikan Indonesia akan swasembada pangan, meningkatkan kesejahteraan petani, hingga menghukum perusahaan-perusahaan yang merusak lingkungan.
Kepemimpinan Prabowo dalam proyek food estate ini juga menjadi kesempatan untuk terus menunjukkan performanya sebagai Menteri Pertahanan. Menurut survei dari Charta Politika, Prabowo merupakan menteri dengan kinerja paling bagus pada Kabinet Jokowi Jilid II. Prabowo memang telah menunjukkan performanya sebagai Menteri Pertahanan dengan baik, seperti keseriusannya dalam modernisasi alutsista dan meningkatkan kemampuan industri pertahanan.
Prabowo juga terlihat aktif dalam melakukan diplomasi pertahanan dengan beberapa kali mengunjungi negara lain untuk membahas kerja sama pertahanan, seperti dengan Rusia, Turki, Prancis, dan India. Dalam mengatasi Covid-19, Prabowo juga berperan penting dalam melakukan diplomasi dengan negara lain, di antaranya menjemput langsung alat bantuan Kesehatan dari China.
Pro dan Kontra
Penunjukan Kementerian Pertahanan sebagai leading sector proyek ini menuai pro dan kontra dari berbagai pihak. Wakil Ketua Komisi IV DPR dari Fraksi PKB Daniel Johan menilai bahwa proyek ini akan lebih efektif jika dipimpin oleh Kementerian Pertanian karena infrastruktur dan birokrasi lebih terkait mengenai pertanian.
Anggota DPR dari Fraksi Demokrat Syarief Hasan mengatakan bahwa proyek lumbung pangan ini bukan tugas pokok dan fungsi dari Kementerian Pertahanan. Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin juga menyesalkan penunjukan Prabowo ini karena proyek ini seharusnya tidak memberikan kepada Menteri yang tidak ada hubungannya tentang persoalan pangan.
Namun, penunjukan Prabowo ini juga mendapatkan respons positif dari beberapa pihak. Wakil Ketua Umum Partai Nasdem Ahmad Ali menyampaikan bahwa penunjukan Prabowo merupakan hal yang wajar karena selaras dengan tugasnya sebagai Menteri Pertahanan yang bertanggung jawab juga kepada ketahanan pangan dan yang paling memungkinkan untuk berkoordinasi dengan TNI dalam membuka lahan.
Pengamat politik Adi Prayitno mengatakan bahwa Prabowo memiliki visi dan misi dalam ketahanan pangan dan keamanan, serta menteri yang relatif total dan all out bisa bekerja di tengah pandemi ini. Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menjelaskan bahwa hal ini tidak menyalahi aturan karena Presiden memiliki wewenang untuk menugasi menterinya, sekalipun mengurusi bidang lain. Selain memiliki concern dalam pangan dan energi, menurut Refly, Prabowo juga memiliki latar belakang yang kuat sebagai Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI).
Kesimpulan
Penunjukan Prabowo untuk memimpin proyek ini didasari karena ketahanan pangan juga merupakan bentuk pertahanan negara agar negara tidak mengalami krisis pangan yang akan berakibat terhadap instabilitas negara. Keterlibatan militer dalam pangan juga ternyata sudah berlangsung sejak lama dan dalam beberapa tahun terakhir, TNI turut ikut serta secara aktif dalam mengurusi pangan seperti dalam kegiatan cetak sawah, memberikan penyuluhan, dan juga terjun langsung menanam padi.
Sebagai Menhan, ini juga akan menjadi ujian bagi Prabowo di tengah banyaknya tugas utama di bidang pertahanan dan juga sebagai ujian untuk menunjukkan komitmen dan strateginya dalam mengurusi pangan di Indonesia, yang memang menjadi concern-nya sejak lama. Terlepas dari pro dan kontra yang ada, penunjukan Prabowo harus diapresiasi dan didukung oleh berbagai pihak agar tujuan dari cadangan strategis pangan ini tercapai demi ketahanan pangan Indonesia.
(mmu/mmu)