
Menyelisik Alasan Sulaiman Lepaskan Marah dengan Kolase Ma’ruf-Kakek Sugiono

Jakarta –
Pakar komunikasi digital Universitas Indonesia (UI) Firman Kurniawan mengatakan saat ini marak pengungkapan emosi melalui simbol non-verbal di media sosial. Salah satunya yang terjadi pada kolase Wapres Ma’ruf Amin dan bintang porno ‘Kakek Sugiono’.
“Seringkali pengungkapan rasa lewat simbol-simbol non verbal: meme, poster, kolase dan lain-lain karena sang pengirim pesan merasa pengungkapan perasaannya secara verbal: dialog, melakukan pembicaraan secara langsung, tak memberikan efek yang diharapkannya,” kata Firman kepada wartawan, Jumat (2/10/2020).
Firman menilai mantan Ketua MUI kecamatan di Tangjungbalai, Sulaiman Marpaung (SM) mengunggah kolase itu lantaran mengungkapkan ekspresi keberatan atas pernyataan Ma’ruf Amin soal K-Pop. Lalu Sulaiman dinilai merasa tak ada kepercayaan terhadap dialog, sehingga menggunakan media sosial.
“Pemicu pemuatan kolase di FB tersebut, diduga adalah keberatan penyampai pesan terhadap statement Kyai Maruf Amin, terkait K-Pop. Atas keberatan itu, dalam kondisi tak adanya kepercayaan terhadap dialog, atau tak adanya sarana untuk berdialog, seraya adanya kemudahan memanfaatkan media sosial, maka penyampai pesan memanfaatkan sarana media sosial,” jelasnya.
Media sosial hari ini menurut Firman minim dengan etika berkomunikasi. Seperti informasi kontroversial dapat menyebar dengan luas secara cepat.
“Sayangnya watak media sosial hari ini, untuk memperoleh tanggapan yang luas adalah memuat informasi yang kontroversial, mengandung drama atau hal-hal yang di luar kelaziman tanpa etika,” katanya.
Firman menyatakan harusnya Sulaiman mengedepankan etika dalam memberikan kritik. Apalagi kepada seorang Wakil Presiden.
“Inilah yang kemudian terjadi, suka tidak suka dengan statement Kiai Maruf Amin, harusnya disadari posisinya, Wapres sebagai salah satu lambang negara. Kehormatan sebuah negara terkandung di dalamnya,” tutur dia.
Menurut Firman, harusnya Sulaiman Marpaung mengedepankan langkah dialog dalam menyampaikan aspirasi ini. Dialog juga dianjurkan dalam penanganan kasus ini.
“Sehingga, untuk mengungkapkan ketidaksepakatan harusnya diutamakan langkah dialog. Demikian juga dengan proses penanganannya: mengemukakan dialog adalah hal yang lebih dianjurkan, mencegah gejolak sosial lebih lanjut. Sebab semata menegakkan hukum dengan menangkap, menahan, menghukum, justru tak dapat menguak persoalan yang sebenarnya terjadi. Gejolak sosial dapat diredam dengan menempuh langkah-langkah cara cara yang tenang,” katanya.
Menyelisik Alasan Sulaiman Lepaskan Marah dengan Kolase Ma’ruf-Kakek Sugiono
