Menuju Hati Yang Bersih: Lakukan Kejujuran

Jakarta

Jujur merupakan salah satu sifat utama manusia yang harus dimiliki, ini adalah kebajikan yang menarik kepercayaan dan simpati pihak lain. Sifat ini akan menciptakan kehidupan di masyarakat yang damai, terus berkembang dalam “jalan kejujuran”.

Sikap ini hendaknya ditunjukkan dalam tindakan, bukan seruan di lisan. Imam Ali berkata, “Serulah manusia melalui perbuatanmu, bukan melalui lisan semata.”

Firman Allah di bawah ini jelas sekali agar kita tidak mengkhianati kepada Allah dan Rasul-Nya serta janganlah mengkhianati amanah yang sudah dipercayakan. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” ( QS. al-Anfal [8] : 27 ).

Syekh Abdul Qadir al-Jailani menyampaikan wasiat di madrasahnya pada hari Jum’at pagi, 24 Ramadhan 545 H, “Hai anak muda! Bersedekahlah kepadaku dengan sebiji kejujuran, niscaya kalian akan terlepas dari harta benda dan semua yang ada di rumah kalian. Aku tidak menginginkan dari kalian selain kejujuran dan keikhlasan. Manfaat darinya pun untuk kalian. Aku menginginkan kalian untuk kalian, bukan untukku. Ikutlah ucapan lidah lahir dan batinmu karena kalian diawasi oleh para malaikat, yang mengawasi urusan lahiriah kalian dan oleh Allah yang mengawasi urusan batiniah kalian.”

Dalam kondisi kehidupan saat ini, menemukan “orang jujur” tidaklah mudah. Situasi ini memaksa beberapa orang “terintimidasi” untuk bersikap jujur. Pasar kebohongan dan pasar kemunafikan tumbuh subur di setiap sendi kehidupan. Kebohongan seperti menjadi hal yang lumrah, padahal kebohongan ini merupakan himpunan semua keburukan. Kebohongan akan menghasilkan fitnah, yang ujungnya akan menghasilkan permusuhan antar pihak. Begitu berartinya kejujuran dalam menjalankan hidup ini, sampai Syech Abdul Qadir al- Jailani meminta pada para muridnya untuk mensedekahkan “sebiji kejujuran.”

Seorang sahabat pernah bertanya pada Rasulullah, “Apakah mungkin seorang mukmin itu kikir?” Rasulullah menjawab, “Mungkin saja.” Sahabat bertanya lagi, “Apakah mungkin seorang mukmin bersifat pengecut?” Rasulullah menjawab, “Mungkin saja.” Sahabat bertanya lagi, Apakah mungkin seorang mukmin berdusta?” Rasulullah menjawab, “Tidak” (HR Imam Malik dalam kitab al Muwaththo’). Artinya bahwa seorang mukmin tidak akan berbohong, kecuali hatinya sudah terserang penyakit kemunafikan.

Perlu diketahui, ada tiga tingkatan kejujuran: Pertama, kejujuran dalam ucapan, yaitu kesesuaian ucapan dengan realitas. Kedua, kejujuran dalam perbuatan, yaitu kesesuaian antara ucapan dan perbuatan. Ketiga, kejujuran dalam niat, yaitu kejujuran tingkat paling tinggi di mana ucapan dan perbuatan semuanya hanya untuk Allah SWT. Untuk mencapai tingkatan kejujuran tertinggi, hendaknya dilatih sejak dini, sehingga langkah jujur yang dilakukan berlandaskan keimanan, keta’atan pada Allah Swt. Seorang pemimpin apakah itu pimpinan daerah, pimpinan kementerian dan pimpinan perusahaan, minimal sikapnya masuk kategori jujur meski pada level pertama. Hal ini akan menghindari kesimpangsiuran informasi, karena apa yang disampaikan sesuai realitas.

Memang kejujuran tidak bisa dilihat secara lahiriah, yang sering terjadi puja puji atas seseorang, namun setelah hijabnya terbuka, ketertipuan yang menjadi realitas. Tidak semua orang yang mampu atau mempunyai ketajaman mata hati, sehingga bisa melihat kecenderungan sikapnya. Contoh yang paling aktual, baru-baru ini ada seorang pimpinan daerah berurusan dengan penegak hukum. Banyak kalangan yang terhenyak karena sebelumnya puja puji yang selalu mendatanginya.

Di balik orang bersikap jujur tentu ada motifnya :
1. Akal, mewajibkan kejujuran karena kebohongan itu buruk menurut akal. Akal mengajak melakukan sesuatu yang dinilai baik dan melarang sesuatu yang dinilai jelek.

2. Agama, menganjurkan untuk melakukan kejujuran dan melarang kebohongan, karena syariat tidak boleh datang dengan memudahkan sesuatu yang dilarang oleh akal.

3. Kewibawaan, mencegah kebohongan dan mendorong kejujuran, karena ia bisa mencegah perbuatan yang dibenci, apalagi melakukan sesuatu yang dinilai jelek.

Kejujuran merupakan sikap seorang mukmin, janganlah meninggalkan sikap ini meskipun ada resiko merendahkanmu, dalam kejujuran berisi keselamatan. Dengan Kebohongan seakan terlihat keselamatan, namun itu adalah tipuan dan yang ada adalah kehancuran.

Adapun contoh sudah banyak terpampang di hadapan kita, para pemimpin yang tergelincir karena ketidakjujuran atau kebohongan.
Orang yang berbohong akan diikuti kebohongan berikutnya, ini menjadi lingkaran yang terus bergulir. Ingat bahwa firman Allah Swt memberikan peringatan, “Janganlah kalian bercampur kebenaran dengan kebatilan ( QS. al-Baqarah [2] : 42 ).

Maksud dalam ayat ini jelas bahwa janganlah kalian mencampur kejujuran dengan kebohongan.

Sebetulnya dalam kondisi saat ini dengan keteguhan hati, masih bisa bersikap jujur meski ada resiko duniawi seperti tersisih dari lingkungan. Hal ini masih lebih baik daripada resiko berurusan dengan penegak hukum dan azab pada saat kehidupan kekal nanti. Semoga kita terhindar dari kebohongan dan termasuk golongan orang-orang yang jujur dan menegang amanah.

Aunur Rofiq

Sekretaris Majelis Pakar DPP PPP 2020-2025

Ketua Dewan Pembina HIPSI ( Himpunan Pengusaha Santri Indonesia )

*Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. –Terimakasih (Redaksi)

(erd/erd)

Terima kasih telah membaca artikel

Menuju Hati Yang Bersih: Lakukan Kejujuran