
Menggaungkan Spirit Maulid Nabi

Jakarta –
Peringatan Maulid Nabi Muhammad pada tahun ini terasa bermakna, mengajak kita dan dunia untuk mengenal lebih baik tentang sosok dan ajaran Nabi SAW. Dunia disesaki protes dan kemarahan terhadap Presiden Emmanuel Macron, kartun Charlie Hebdo yang menghina dan melecehkan keagungan Nabi, disertai dengan aksi balasan berupa pembunuhan terhadap guru, Samuel Paty, dan kekerasan lainnya, pun tentang aksi boikot terhadap produk Prancis.
Di balik itu semua, sumber utamanya adalah ketidaktahuan, ketidakmautahuan, dan kebodohan Barat terhadap Islam dan Nabi Muhammad.
Imam Besar al-Azhar, Mesir, Syaikh Ahmad Thayyib menyatakan protes keras terhadap Presiden Macron karena pelecehan terhadap sosok Nabi sama sekali telah melampaui garis merah dan melukai hati umat Islam di seantero dunia. Sikap Macron yang cenderung berat sebelah karena tidak mengecam Charlie Hebdo dianggap sebagai justifikasi penghinaan terhadap Nabi dengan mengatasnamakan kebebasan berpendapat.
Sejalan dengan sikap Imam Besar al-Azhar, Presiden Jokowi juga mengecam sikap Presiden Macron. Tidak seperti para pemimpin dunia lainnya, Presiden Jokowi juga menyampaikan kecaman terhadap pelaku pembunuhan dan kekerasan karena sama sekali tidak dibenarkan dalam agama mana pun, khususnya Islam.
Pernyataan Presiden Jokowi menjadi pintu masuk kita merenungkan kembali peringatan Maulid Nabi Muhammad pada tahun ini yang terasa sangat spesial karena digelorakan di tengah suasana kebatinan yang meniscayakan kita untuk melakukan introspeksi: apakah kita benar-benar sudah melakukan upaya serius untuk mengenalkan Nabi SAW dan ajarannya ke dunia Barat dalam konteks Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin?
Apakah kita sudah benar-benar mengamalkan ajaran Islam yang ramah, toleran, dan moderat terhadap sesama muslim dan non-muslim?
Perspektif Barat yang cenderung peyoratif dan negatif tentang Islam dan Nabi Muhammad bukan hal yang baru. Kenyataan tersebut sudah berlangsung lama sejak abad ke-17 bersamaan dengan kolonialisme negara-negara Eropa ke dunia Islam. Kebencian terhadap Islam dan Nabi Muhammad seirama dengan kehendak untuk menguasai, merampok, dan menjajah dunia Islam.
Sebab itu, sikap negara-negara Eropa dalam merendahkan Islam dan Nabi Muhammad harus dipahami dalam konteks kolonialisme. Dan sebab itu pula, respons sejumlah dunia Islam terhadap pernyataan Presiden Macron juga terkait dengan nalar kolonialisme yang selama berabad-abad tidak mengalami perubahan yang signifikan.
Idealnya, Presiden Macron dapat mengikuti jejak Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau yang mengecam keras Charlie Hebdo karena sikap melecehkan Nabi SAW sama sekali tidak ada gunanya, bahkan merugikan orang lain. Ia mengritik Presiden Macron, bahwa kebebasan berpendapat sejatinya mempunyai batas agar tidak menerobos rambu yang dapat merugikan orang lain.
Sikap Presiden Trudeau tersebut lahir karena perjumpaan dan pengenalannya yang sangat baik terhadap Islam, khususnya jemaat Ahmadiyah di Kanada yang menebarkan Islam sebagai agama cinta, love for all hatred for none.
Apa yang dilakukan oleh Ahmadiyah di sejumlah negara-negara Eropa, Amerika Serikat, dan Kanada memang patut diacungi jempol karena mampu mengenalkan Islam sebagai agama yang menebarkan cinta dan kasih sayang. Kisah indah keramahtamahan Ahmadiyah banyak sekali diapresiasi karena mampu hidup berdampingan dengan umat agama-agama yang lain. Bahkan, tidak jarang pusat-pusat Ahmadiyah di Barat menjadi tempat pelayanan dan perlindungan mereka yang teraniaya.
Sayangnya Ahmadiyah di Prancis tidak sebesar di Inggris, Jerman, Kanada, Amerika, dan beberapa negara lainnya. Bersamaan dengan itu, kelompok-kelompok garis keras justru tumbuh pesat di Prancis, seperti Ikhwanul Muslimin, Wahabi, dan Salafi Jihadi. Bahkan di antara mereka ada yang menjadi tentara ISIS.
Maka dari itu, peringatan Maulid Nabi Muhammad harus menjadikan kita semakin sadar betapa pentingnya mengenalkan Islam dan Nabi SAW ke dunia Barat dengan wajah yang sebenar-benarnya dan sebaik-baiknya. Inti ajaran Nabi SAW adalah menanamkan dan membumikan moralitas dan akhlak mulia. Dalam sebuah hadis, Nabi SAW bersabda: Sesungguhnya aku diutus Tuhan tidak lain hanya untuk menyempurnakan akhlak. (HR. Ahmad)
Saat Nabi SAW hijrah dari Mekah ke Madinah, yang dilakukan adalah membangun persaudaraan sesama muslim dan umat-umat yang lain. Ibnu Khaldun dalam al-Muqaddimah menegaskan bahwa manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang berbudaya, yang meniscayakan tumbuhnya benih-benih persaudaraan. Sebab itu, saat Nabi SAW hijrah ke Madinah yang dibangun adalah persaudaraan, sehingga terbentuk kebudayaan dan keadaban yang membentangkan jalan bagi terbentuknya peradaban manusia yang luhur dan adiluhung.
Piagam Madinah menjadi rujukan peradaban yang menginspirasi dunia bahwa Islam adalah agama yang ajaran utamanya yaitu membangun cinta dan persaudaraan. Sebab itu, Nabi Muhammad laksana mata air kebajikan di tengah umatnya dan umat agama-agama yang lain.
Dikisahkan, pada suara hari orang Yahudi melecehkan Rasulullah SAW dengan ucapan yang kasar dan tidak pantas. Siti Aisyah yang bersama Nabi langsung membalas dengan ungkapan yang serupa. Nabi langsung menegur Siti Aisyah dengan ungkapan yang sangat mulia, Wahai Aisyah hendaknya kamu bersikap lemah-lembut dalam segala hal. Nabi melarang Aisyah untuk membalas cacian dengan cacian serupa; hendaknya dibalas dengan senyumnya. Air tuba dibalas dengan air susu, sehingga terlihat keagungan ajaran Islam.
Sayangnya tidak banyak dari umat Nabi SAW yang mengetahui akhlak mulia tersebut. Dalam sebuah hadisnya, Nabi bersabda, Aku adalah penebar kasih-sayang yang akan memberikan petunjuk kepada siapapun. Di dalam hadis lain disebutkan, Sebarkanlah salam damai dan santuni makanan bagi mereka yang kamu kenal maupun tidak kamu kenal.
Peringatan Maulid Nabi Muhammad sebagai momen menebarkan cinta harus kita gaungkan seluas-luasnya. Di seantero Tanah Air, dalam bulan ini, salawat terus menggema dari hari ke hari dalam rangka mengenang dan mengenalkan ajaran cinta Nabi SAW. Di Iran, selama bulan ini dijadikan sebagai sebagai bulan persatuan dan persaudaraan. Mereka membagi-bagikan bunga di pinggir jalan sebagai simbol cinta. Intinya, sesama umat Islam kita harus bersatu dan bersaudara untuk kita jadikan modal untuk menebarkan cinta ke seantero dunia. Allahu shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Sayyidina Muhammad.
Zuhairi Misrawi cendekiawan muslim, analis pemikiran dan politik Timur-Tengah di The Middle East Institute, Jakarta
(mmu/mmu)
Menggaungkan Spirit Maulid Nabi
