Menangani Polusi Jakarta dari Sumbernya

Jakarta

Jakarta masih menempati peringkat satu kota besar paling berpolusi di dunia sampai dengan 28 Agustus 2023 pukul 13:00 WIB menurut situs iqair.com. Langit Jakarta juga terlihat mendung sepanjang hari sebagai dampak dari polusi udara. Hal ini berdampak sangat signifikan terhadap orang-orang dengan sistem pernapasan sensitif. Selain itu, umur harapan hidup masyarakat di Jakarta diprediksi dapat berkurang sampai 5,5 tahun jika tingkat polusi udara pada 2019 terus dipertahankan sepanjang hidup mereka sesuai dengan hasil laporan The Energy Policy Institute at the University of Chicago (EPIC) pada September 2021.

Menurut Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta 2020, transportasi merupakan penyumbang polusi terbesar terhadap kualitas udara Jakarta. Hal ini bertentangan dengan data Lembaga Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) per Agustus 2020 yang menyatakan bahwa Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang menggunakan batu bara memberikan kontribusi terbesar dalam polusi udara Jakarta.

Hal ini menunjukkan bahwa sektor transportasi dan PLTU memberikan dampak signifikan terhadap kualitas udara Jakarta. Baru-baru ini, Presiden Jokowi menyebutkan terdapat hampir satu juta kendaraan bermotor keluar-masuk Jakarta setiap harinya yang memberikan kontribusi nyata terhadap kemacetan dan polusi udara. Selain itu, menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 2021, kapasitas pembangkit daya listrik Indonesia terbesar berasal dari PLTU yakni sebesar 34,91%.


Masifnya penggunaan transportasi yang masih menggunakan bahan bakar fosil dan penggunaan batu bara untuk PLTU menunjukkan tidak mudahnya mengubah kondisi polusi udara Jakarta. Presiden Jokowi pun telah menunjuk Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan untuk memimpin penanganan polusi udara Jakarta.

Belajar dari China

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menyampaikan bahwa salah satu teknik yang efektif untuk membersihkan polusi udara Jakarta adalah dengan mengembuskan uap air dari gedung-gedung tinggi sehingga bisa menangkap partikel-partikel polusi udara. Tapi, metode ini memiliki keterbatasan area yang dapat dijangkau.

Modifikasi cuaca juga merupakan langkah baik untuk mengurangi polusi udara. Tapi, penanganan polusi dari sumbernya perlu dipikirkan untuk perbaikan kualitas udara Jakarta ke depannya. Salah satu negara yang berhasil mengurangi polusi udara adalah China. Kemarahan dan rasa frustrasi masyarakat di Beijing atas buruknya kualitas udara telah mendorong China untuk membersihkan udaranya. Pemerintah China telah melarang pembangunan pembangkit listrik berbasis batu bara yang baru. Mereka pun telah menutup pembangkit listrik tua yang ada di beberapa kota.

Beberapa wilayah di China juga membatasi jumlah mobil yang dapat masuk ke jalan raya dan terus mempromosikan penggunaan bus listrik. Selain itu, kapasitas pembuatan besi dan baja juga dikurangi yang juga mencakup penghentian pengoperasian penambangan batu bara. Langkah positif lainnya yang dilakukan adalah dengan penanaman pohon secara agresif di berbagai provinsi. Lantas, apakah Indonesia siap untuk melakukan transisi ke kendaraan dan pembangkit listrik yang ramah lingkungan?

Transisi ke Kendaraan Ramah Lingkungan

Pada 2022, Tenaga Ahli Menteri ESDM Bidang Ketenagalistrikan Sripeni Inten Cahyani menyatakan bahwa telah terdapat 332 unit Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) dan 369 unit Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU) per data Mei 2022. Pemerintah Indonesia juga terus mendukung terbentuknya ekosistem mobil listrik dari hulu ke hilir yang sepenuhnya di dukung oleh berbagai pihak termasuk PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Pemerintah juga telah memberikan subsidi pembelian motor listrik yang telah mengurangi harga pembelian motor listrik sebesar 7 juta rupiah per unit yang dibeli cukup dengan melampirkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dengan ketentuan satu KTP hanya bisa membeli satu motor listrik. Langkah-langkah ini merupakan terobosan positif yang diharapkan dapat mengurangi polusi udara di Indonesia.

Tapi, penangan polusi secara cepat juga perlu mempertimbangkan pengurangan emisi kendaraan bermotor berbahan bakar fosil yang saat ini masih mendominasi jalan raya di kota Jakarta. Sesuai dengan data dari European Environment Agency yang terakhir kali diperbaharui pada 2015, Indonesia masih diprediksi menggunakan standar Euro 2 sampai 2025. Standar Euro 1 sampai Euro 6 telah mengatur batas toleransi emisi gas yang merusak kesehatan manusia dan lingkungan.

Eropa sendiri telah menerapkan standar Euro 6 untuk kendaraan penumpang ringan dan kendaraan komersial sejak 2014. Tapi, prediksi European Environment Agency tidak sesuai dengan kenyataan karena pemerintah Indonesia telah memberlakukan penerapan standar Euro 4 untuk kendaraan bensin dan diesel melalui Peraturan Menteri LHK Nomor 20 Tahun 2017. Kementerian Perindustrian juga telah menargetkan penerapan Euro 5 dengan opsi untuk loncat ke Euro 6 di Indonesia pada 2027.

Untuk mendukung berhasilnya transisi ke penerapan standar Euro 5, diperlukan adanya suplai bahan bakar minyak (BBM) yang sesuai. Bahkan penerapan standar Euro 4 pun belum dapat dilakukan secara maksimal mengingat bensin untuk kendaraan dengan standar Euro 4 diwajibkan mempunyai bilangan oktan riset (RON) setidaknya 91 dengan kadar sulfur tidak melebihi 50 ppm. Pertamax belum sesuai dengan spesifikasi Euro 4 karena BBM ini walaupun memiliki RON 92 tapi masih memiliki kandungan sulfur 500 ppm. Hanya Pertamax Turbo yang sesuai dengan standar Euro 4 walaupun dengan RON yang lebih tinggi sebesar 98 dan kandungan sulfur maksimal 50 ppm.

Untuk itu, penerapan standar Euro 4 secara menyeluruh sebaiknya perlu dilakukan sebelum dilakukannya transisi ke Euro 5 ataupun Euro 6. Mengingat ketersediaan BBM yang sesuai dengan standar Euro 4 tentunya belum terjangkau untuk mayoritas masyarakat Indonesia terutama yang masih tergantung dengan penggunaan BBM subsidi.

Transisi ke Energi Terbarukan

Tapi, transisi ke arah kendaraan listrik dan penerapan Euro 4 secara menyeluruh hanya akan mengurangi sumber polusi dari sektor transportasi. Jika suplai energi listrik untuk proses pengisian daya baterai masih berasal dari PLTU, maka sumber polusi dari penggunaan batu bara masih belum dapat dikurangi.

Pemerintah tentunya masih menyadari pentingnya batu bara terhadap ekonomi Indonesia. Direktur PT Bayan Resources Tbk (BYAN) Alexander Ery Wibowo pada Maret 2023 menyampaikan bahwa Indonesia masih memiliki cadangan batu bara yang cukup sampai dengan 50 tahun ke depan. PT Bumi Resources Tbk (BUMI) juga akan meningkatkan produksi batu bara pada 2023 dengan target sekitar 75 sampai dengan 80 juta ton.

Sebagian hasil produksi batu bara akan disuplai untuk kebutuhan domestik terkhususnya untuk PLN dan seperempatnya untuk ekspor. Jumlah ini masih lebih banyak jika dibandingkan dengan cadangan minyak Indonesia yang diprediksi hanya cukup untuk 9,5 tahun sejak 2021 sesuai dengan pernyataan dari Menteri ESDM Arifin Tasrif pada Januari 2021.

Selain itu, transisi ke pembangkit listrik berbasis energi baru dan terbarukan (EBT) membutuhkan nilai investasi yang besar. Untuk itu, langkah transisi ini dapat dicapai melalui pembangunan energi listrik berbasis EBT secara gradual dan berkelanjutan mengingat potensi EBT yang berlimpah di Indonesia.

Yang diharapkan adalah penggunaan batu bara yang berkurang dan terdapat peningkatan penggunaan EBT. Sehingga, Indonesia di masa depan dapat memiliki pembangkit energi listrik yang lebih banyak dihasilkan oleh pembangkit listrik berbasis EBT seperti yang telah dicapai oleh Swedia dengan total kurang lebih 60 persen energi listriknya dihasilkan oleh pembangkit listrik berbasis EBT pada 2021 dan target 100 persen pada 2040 sesuai laporan Swedish Institute.

Masalah polusi udara di Jakarta merupakan hasil dari tingginya penggunaan kendaraan yang tidak ramah lingkungan dan penggunaan PLTU berbasis batu bara. Selain itu, belum terimplementasinya kebijakan pemerintah secara menyeluruh dalam mendukung transisi ke penggunaan kendaraan ramah lingkungan dan penggunaan pembangkit listrik berbasis EBT juga memberikan kontribusi terhadap tingkat polusi Jakarta. Untuk itu, transisi ini perlu di dukung oleh semua pihak mulai dari pemerintah sampai ke masyarakat agar Jakarta dan Indonesia ke depannya dapat menggunakan teknologi yang lebih ramah terhadap lingkungan.

Jacob F. N. Dethan, PhD Wakil Rektor III Universitas Buddhi Dharma

(mmu/mmu)

Terima kasih telah membaca artikel

Menangani Polusi Jakarta dari Sumbernya