Majelis Masyayikh Susun Dokumen Standar Mutu Pendidikan Nonformal Pesantren

Jakarta –
Majelis Masyayikh menggelar workshop review draf 2 standar mutu pendidikan nonformal pesantren. Ketua Majelis Masyayikh, KH Abdul Ghaffar mengatakan penataan regulasi pesantren menentukan kemajuan pesantren.
“Pendidikan nonformal pesantren ini menjadi ruh (yang mendasari) pendidikan pesantren dikemudian hari dan ini menjadi kewajiban kita semua (untuk mewujudkannya),” ujar pria yang akrab disapa Gus Rozin itu dalam keterangannya, Rabu (3/7/2024).
Acara tersebut digelar di Hotel Mercure Ancol Jakarta dan akan berlangsung selama tiga hari. Workshop ini dihadiri 54 tamu undangan yang terdiri dari unsur Majelis Masyayikh, perwakilan Dewan Masyayikh Pondok Pesantren dari hampir seluruh Indonesia, Kementerian Agama RI dan para akademisi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dokumen standar mutu pendidikan nonformal pesantren ini bertujuan agar lulusan pesantren yang menempuh Pendidikan dapat diakui negara dan mendapatkan hak-hak sipilnya sebagaimana lulusan pendidikan lain. Tak hanya itu, ijazah atau syahadah pendidikan nonformal pesantren juga dapat diakui negara.
Gus Rozin menegaskan upaya penyusunan dokumen ini bukanlah untuk menyeragamkan pendidikan pesantren, melainkan untuk melindungi kemandirian pesantren serta mewakili berbagai jenis pendidikan nonformal pesantren yang ada di seluruh Indonesia.
ADVERTISEMENT
“(Lulusan pendidikan pondok pesantren nonformal) ada yang tasawuf saja, ada yang lughoh saja, ada yang hadis saja. Ini semua model pesantren harus dilindungi, sehingga lulusannya itu diakui oleh negara dan kemudian mendapatkan hak-hak sipilnya” jelasnya.
Foto: Workshop review draf 2 standar mutu pendidikan nonformal pesantren (dok istimewa)
|
Gus Rozin menambahkan dokumen yang dihasilkan dari diskusi-diskusi Majelis Masyayikh ini mendasarkan pada aspek keterbacaan dan keterpakaian.
“Dokumen itu (baiknya) gampang dibaca, gampang dipahami, bukan dokumen yang kemudian memerlukan tafsir yang sangat mendalam. Keterbacaan itu menjadi penting sehingga segala macam pesantren itu bisa membaca dan memahami dengan mudah. Tetapi itu saja tidak cukup, tentu dokumen ini bisa dipakai atau tidak (doable). Jangan-jangan dokumen yang kita bikin ini terbaca tetapi tidak terpakai. Ini menjadi prinsip yang penting ketika melakukan reviu” papar Gus Rozin.
Dalam kesempatan yang sama anggota Majelis Masyayikh yang membidangi Divisi Kurikulum dan Pembelajaran, KH. Abdul Ghofur Maimoen atau Gus Ghofur menyatakan dokumen pendidikan nonformal pesantren ini merupakan dokumen dengan penyusunan paling lama karena tidak ada contoh sebelumnya, sehingga menjadi dokumen penting yang akan disahkan. Dokumen ini nantinya meliputi kriteria mutu lembaga dan lulusan Pesantren, kerangka dasar dan struktur kurikulum pesantren, serta kompetensi dan profesionalitas pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana amanat UU No.18 Tahun 2019 tentang Pesantren.
“Karena ini belum ada contohnya, kalau Ma’had Aly sudah ada asosiasinya, sehingga penulisan tinggal kita serahkan kepada asosiasi, begitu juga Muadalah Salafiyyah dan Muallimin. Tetapi pendidikan nonformal itu belum ada pengakuannya dan belum ada drafnya, makanya diskusinya paling lama” ujar Gus Ghofur.
Dokumen ini rencananya akan diselesaikan pada bulan September 2024. “Sesuai dengan timeline, semoga acara ini bisa dijalankan sebaik-baiknya, kemudian uji publik dan finalisasi yang terakhir. Kemudian siap dilaunching dan bisa diaplikasikan dengan baik pada bulan September,” ucapnya.
(isa/isa)