Lika-liku Pejuang Subuh

<!–
Caption / Nama penulis / Reporter / Narasumber
Ilustrasi : Nama ilustrator
–>
Begitu sampai di Stasiun Bogor, Gadis Kusniadi tak kuasa menahan air mata di atas ojek online tumpangannya. Apalagi saat melihat jam di ponselnya yang sudah bergerak ke angka 05:30 WIB, tangisan Gadis semakin menjadi-jadi. Si tukang ojek itu sampai kebingungan dibuatnya.
Berdasarkan perhitungan Gadis, jika menempuh perjalanan ke kantornya menggunakan commuter line atau KRL, tidak mungkin ia bisa sampai di sana pukul 09:00 WIB alias tepat waktu. Upaya Gadis mengejar kereta jurusan Bogor-Jatinegara berakhir sia-sia. Padahal, Gadis sudah mati-matian melawan rasa kantuk. Gadis tak peduli meski harus menerjang pancuran air dingin di kamar mandi.
“Gue selalu berangkat pagi-pagi, bahkan kayaknya lebih pagi dari karyawan lain. Tapi sampai kantor telat, gaji tetep dipotong,” kata Gadis yang bekerja sebagai graphic designer di sebuah perusahaan swasta di Cengkareng, Jakarta Barat.
Pagi itu, Gadis menumpahkan segala kekesalannya pada ojek yang menjemputnya di pagi-pagi buta. “Neng, nggak usah sedih, rezeki, mah, udah ada yang atur,” ucap tukang ojek itu berusaha menghibur Gadis. Kalimat singkat tapi cukup mampu menenangkan pikirannya yang kalut.
Sudah hampir satu tahun Gadis menempuh perjalanan sejauh 60 km dari rumahnya di Bogor Nirwana Residence ke kantornya di Cengkareng, Jakarta Barat. Jika ditotal, artinya dalam sehari, Gadis menempuh perjalanan pulang pergi sepanjang 120 km. Sedikit lagi hampir menyamai perjalanan dari Jakarta menuju Bandung via tol Cipularang.