LaNyalla Nyatakan Siap Perjuangkan Amanat Raja & Sultan ke Presiden

Jakarta

Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menulis surat khusus untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang isinya memperjuangkan Tujuh Titah Raja dan Sultan Nusantara hasil Deklarasi Sumedang. Hal itu disampaikannya saat menerima gelar kehormatan adat di Kerajaan Muna, Sulawesi Tenggara.

Surat tersebut dibuat LaNyalla setelah Raja dan Sultan Nusantara memberikan mandat saat Deklarasi Sumedang. LaNyalla diminta memperjuangkan tujuh poin yang berkaitan dengan eksistensi Kerajaan dan Kesultanan di Nusantara.

“Saya telah menyiapkan satu surat khusus kepada Presiden Joko Widodo terkait dengan Tujuh Titah Raja dan Sultan Nusantara ini,” kata LaNyalla dalam keterangan tertulis, Sabtu (20/11/2021).

Tidak hanya itu, LaNyalla bahkan menyatakan siap menyampaikan langsung aspirasi para Raja dan Sultan Nusantara secara langsung kepada Presiden Jokowi.

“Saya hanya menunggu momentum saja untuk saya sampaikan secara langsung kepada Presiden Jokowi. Karena sedikitnya ada tiga hal penting yang menjadi domain pemerintah dalam Tujuh Titah Raja dan Sultan Nusantara tersebut,” ungkapnya.

Hal pertama menyangkut revitalisasi Kerajaan dan Kesultanan Nusantara. Kedua, terkait dengan keterlibatan aktif kementerian dan lembaga dalam penguatan budaya Nusantara. Ketiga, mendorong pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota untuk melibatkan Kerajaan dan Kesultanan Nusantara dalam penyusunan rencana pembangunan daerah.

“Oleh karena itu, saya menyatakan akan memperjuangkan semua amanat para Raja dan Sultan Nusantara yang diberikan kepada saya dalam Deklarasi Sumedang, yang termaktub dalam Tujuh Titah Raja dan Sultan Nusantara,” tegasnya.

LaNyalla juga membuka diri kepada Raja dan Sultan Nusantara agar mereka menjadikan DPD RI sebagai saluran aspirasi. Ia mengatakan bahwa salah satu alasannya terus berkeliling Indonesia adalah untuk mendatangi satu per satu Kerajaan dan Kesultanan Nusantara. Hal itu merupakan bagian dari komitmen DPD RI sebagai wakil dan stakeholder di daerah. LaNyalla ingin menggugah kesadaran semua elemen bangsa.

“Bangsa ini adalah bangsa yang besar, karena dilahirkan oleh sebuah peradaban yang unggul dan tercatat dalam sejarah dunia, yaitu peradaban Kerajaan dan Kesultanan Nusantara,” pungkasnya.

Menurutnya, sumbangsih Kerajaan dan Kesultanan Nusantara terhadap lahirnya Indonesia tidak bisa dihapus dalam sejarah. Ia mengatakan kalau Kerajaan Nusantara lah yang melahirkan tradisi pemerintahan, tradisi penulisan, tradisi pendidikan, tradisi pengobatan, hingga tradisi kemiliteran, baik di darat maupun di laut.

“Puncak dari sumbangsih besar Kerajaan Nusantara adalah dukungan moril dan materiil yang konkret dari para Raja dan Sultan Nusantara dalam proses kemerdekaan Republik Indonesia,” tegasnya.

Dukungan moril diberikan melalui sikap legowo yang luar biasa dari para Raja dan Sultan dengan mengakui kedaulatan Indonesia sebagai sebuah negara yang merdeka dan berdaulat atas wilayahnya.

Sedangkan dukungan materiil berupa bantuan uang, emas, tanah kerajaan dan bangunan yang digunakan untuk kepentingan pendirian negara di awal kemerdekaan. Bahkan hingga saat ini, sejumlah tanah dan aset Kerajaan Nusantara masih digunakan untuk kepentingan pemerintah.

Salah satunya adalah Kerajaan Muna. LaNyalla menerangkan kalau Kerajaan Muna adalah salah satu kerajaan besar di Sulawesi Tenggara yang berdiri pada abad ke-14 Masehi. Perjalanan sejarah Kerajaan Muna juga tercatat lewat sejumlah perlawanan terhadap VOC dan penjajah Belanda yang dimulai di era Raja La Ode Pulu, yang berkuasa pada tahun 1914-1918, dengan melakukan perang gerilya untuk menentang perjanjian Korte Verklaring.

“Perlawanan yang dilakukan Raja La Ode Pulu, memberi inspirasi kepada rakyat di Muna. Sehingga terbentuk Laskar-Laskar Rakyat dan Batalion-Batalion. Salah satunya Batalion Sadar yang merupakan cikal bakal Kodam Wirabuana di Makassar saat ini,” terang LaNyalla.

LaNyalla mengatakan bahwa dirinya tak habis pikir alasan negara hanya bersandar kepada partai politik sebagai satu-satunya penentu wajah dan arah perjalanan bangsa. Ironisnya, para pendiri bangsa dan para pemilik andil lahirnya bangsa ini, termasuk Kerajaan dan Kesultanan Nusantara, tidak memiliki saluran atau ruang untuk ikut menentukan arah perjalanan bangsa.

“Jawabnya karena konstitusi kita saat ini, yang merupakan konstitusi hasil Amandemen di tahun 1999 hingga 2002 silam, memang hanya memberikan ruang kepada partai politik sebagai penentu utama,” bebernya.

Partai politik menjadi satu-satunya instrumen untuk mengusung calon pemimpin di Indonesia. Melalui fraksi di DPR RI, Parpol bersama dengan pemerintah memutuskan Undang-Undang yang mengikat seluruh warga bangsa.

“Padahal sebelum dilakukan amandemen, Undang-Undang Dasar 1945 Naskah Asli memberikan ruang kepada Utusan Daerah dan Utusan Golongan dengan porsi yang sama dengan anggota DPR RI yang merupakan representasi partai politik,” ujar LaNyalla.

LaNyalla kemudian menjelaskan kalau setelah amandemen, Utusan Golongan dihapus dan Utusan Daerah diubah menjadi DPD RI, tetapi dengan kewenangan berbeda dengan Utusan Daerah. DPD RI sebagai wakil daerah yang juga dipilih melalui pemilu seperti partai politik hanya mendapat porsi mengusulkan Rancangan Undang-Undang dan membahas di fase pertama di Badan Legislasi. Sedangkan pemutus untuk mengesahkan menjadi Undang-Undang adalah DPR bersama pemerintah.

“DPD RI juga tidak bisa mengusulkan pasangan Capres dan Cawapres dari jalur non-partai politik. Padahal, masyarakat melalui sejumlah survei menghendaki ada calon pemimpin nasional dari unsur non-partai politik,” ungkapnya.

Oleh karena itu, DPD RI terus berusaha menggugah kesadaran publik bahwa sistem tata negara yang ada di Indonesia saat ini sudah jauh meninggalkan DNA sejarah lahirnya bangsa ini.

“Untuk itu, DPD RI terus menggelorakan, bahwa rencana amandemen konstitusi perubahan ke-5 harus menjadi momentum untuk melakukan koreksi atas sistem tata negara Indonesia, sekaligus sebagai momentum untuk melakukan koreksi atas wajah dan arah perjalanan bangsa ini,” ucap LaNyalla.

Ia meyakini kalau resonansi yang terus disuarakan oleh DPD RI terkait posisi Kerajaan dan Kesultanan Nusantara akan terus menggema dan menggugah kesadaran publik, termasuk kesadaran pemerintah dan bangsa Indonesia.

“Karena, hanya bangsa yang besar yang mampu menghargai sejarah kelahirannya,” tutup LaNyalla.

Dalam acara pemberian gelar kehormatan adat Kerajaan Muna, LaNyalla hadir didampingi oleh Senator Andi Muh. Ihsan (Sulsel), Wa Ode Rabia Al Adawiya dan Amirul Tamim (Sultra), Fachrul Razi (Aceh), Sekjen DPD RI Rahman Hadi dan Staf Khusus Ketua DPD RI Sefdin Syaifudin.Turut hadir dalam acara itu Bupati Muna La Ode Rusman Emba, Forkopimda Kabupaten Muna, Lembaga Adat Muna, seluruh Camat, Kepala Desa dan Lurah.

(prf/ega)

Terima kasih telah membaca artikel

LaNyalla Nyatakan Siap Perjuangkan Amanat Raja & Sultan ke Presiden