KPU Bantah Selundupkan Pasal tentang Eks Napi Korupsi Nyaleg

Jakarta –
Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) terbaru menuai kontroversi. Kritikan datang dari Indonesia Corruption Watch (ICW) dkk lewat tudingan adanya pasal selundupan yang mengatur syarat bagi mantan napi korupsi maju sebagai caleg di Pemilu 2024. KPU membantah tudingan itu.
“KPU tidak menyelundupkan pasal, namun melaksanakan putusan MK,” kata Ketua KPU, Hasyim Asy’ari, dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Sabtu (27/5/2023).
PKPU yang dimaksud adalah PKPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD serta PKPU Nomor 11 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPD. Di situ diatur, mantan terpidana korupsi tidak lagi diwajibkan melewati masa jeda lima tahun setelah masa hukuman untuk maju Pileg.
“Sehubungan dengan tuduhan sejumlah pihak terhadap KPU dianggap menyelundupkan pasal dalam PKPU Pencalonan dan Juknis Pencalonan, penting untuk dijelaskan sebagai berikut: Pertama, bahwa telah terbit Putusan MK 87/PUU/-XX/2022,” kata Hasyim.
KPU menyatakan telah merujuk ke Putusan MK sebagai sumber hukum. KPU telah menempuh prosedur uji publik, konsultasi kepada pembentu undang-undang dalam hal ini DPR dan Pemerintah dalam forum Rapat Dengar Pendapat (RDP), serta harmonisasi dengan Kementerian hukum dan HAM.
Dijelaskan Hasyim, Putusan MK Nomor 87/PUU/-XX/2022 menyatakan perkara uji materi Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu. MK menyatakan norma Pasal itu bertentangan dengan UUD 1945. Hasyim memberi simulasi sebagai ilustrasi demikian:
Mantan terpidana korupsi yang diputus pidana dengan ancaman 5 tahun atau lebih, dan pidana tambahan pencabutan hak politik 3 tahun.
Yang bersangkutan bebas murni (berstatus mantan terpidana) pada tanggal 1 Januari 2020.
Jika mendasarkan pada amar putusan MK nomor 87/PUU-XX/2022, maka jeda waktu untuk dapat dipilih harus melewati 5 tahun, sehingga jatuh pada tanggal 1 Januari 2025.
Namun oleh hakim pengadilan di lingkungan Mahkamah Agung, dengan putusan pidana tambahan pencabutan hak politik selama 3 tahun, maka yang bersangkutan sejak bebas murni pada tanggal 1 Januari 2020 tentunya memiliki hak untuk dipilih pada tanggal 1 Januari 2023, sehingga ketentuan jeda waktu sesuai amar putusan MK tidak berlaku pada situasi ini.
Hasyim menguraikan substansi amar dan pertimbangan Putusan MK 87/PUU/-XX/2022 dalam penjelasannya.
Sebelumnya, ICW menyatakan pasal yang menghapus syarat jeda 5 tahun bagi napi koruptor adalah pasal selundupan, yakni Pasal 11 ayat (6) di PKPU Nomor 10 Tahun 2023 dan Pasal 18 ayat (2) PKPU Nomor 11 Tahun 2023.
Berikut adalah Pasal 11 ayat (6) PKPU Nomor 10 Tahun 2023, bersama dengan ayat (5):
(5) Persyaratan telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, terhitung sejak tanggal selesai menjalani masa pidananya sehingga tidak mempunyai hubungan secara teknis dan administratif dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia, dan terhitung sampai dengan Hari terakhir masa pengajuan Bakal Calon.
(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak berlaku jika ditentukan lain oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap untuk pidana tambahan pencabutan hak politik.
ICW dkk menyatakan KPU telah memberi karpet merah kepada para koruptor dalam Pemilu 2024.
“KPU diketahui menyelundupkan pasal yang membuka celah mantan terpidana korupsi untuk maju dalam kontestasi pemilu legislatif tanpa melewati masa jeda waktu lima tahun. Jelas dan terang benderang tindakan KPU itu dapat dikategorikan sebagai pembangkangan atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK),” kata ICW dalam keterangannya, sebagaimana tercantum di situsnya, tertanggal 22 Mei 2023 pukul 14.11 WIB.
Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas, ICW bersama dengan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, PUSAKO FH UNAND, dan Komite Pemantau Legislatif mendesak agar:
1. Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia segera membatalkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2023 dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 11 Tahun 2023.
2. Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia tidak lagi mencantumkan syarat berupa menjalani masa hukuman pencabutan hak politik dan tetap berpegang pada putusan Mahkamah Konstitusi berupa melewati masa jeda waktu lima tahun bagi mantan terpidana korupsi yang ingin maju sebagai calon anggota legislatif.
(dnu/idh)