KontraS Dukung UU ITE Direvisi: Pasal Pencemaran Sering Dipakai Bungkam Lawan

Jakarta –
KontraS meminta sejumlah pasal multitafsir dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dihapus. Salah satunya, pasal pencemaran nama baik.
“Pasal pencemaran nama baik. Ia seringkali digunakan untuk membungkam lawan dan sebagai upaya balas dendam,” ujar Wakil koordinator II KontraS, Rivanlee Anandar kepada wartawan, Selasa (16/2/2021).
Menurut Rivan, pasal itu dihapus kemudian diganti dengan pasal yang ukurannya jelas. Rivan menilai saat ini pasal pencemaran nama baik di UU ITE masih belum jelas dan tidak terukur.
“Dihapus dilengkapi dengan parameter yang jelas supaya penggunaannya terukur, dan tidak berbasis pada subjektivitas semata. Parameter yang bisa diikuti ialah Rabat Plan of Action, aturan tersebut memiliki parameter untuk menguji ambang ekspresi seseorang (apakah hate speech atau kritik), seperti konteks, pengujar, maksud, isi dan bentuk, batasan ujaran, kemungkinan dampak,” kata Rivan.
Rivan menjelaskan alasan pasal pencemaran nama baik di UU ITE dihapus karena multitafsir sebab pasal itu ada di KUHP dan di UU ITE. Dia meminta pasal ini dihapus kemudian dilengkapi agar tidak multitafsir.
“(Dihapus) iya karena sudah diatur dalam KUHP, sedangkan di UU ITE malah jadi multitsfsir. Ada sejumlah pasal bukan hanya pencemaran nama baik saja, intinya pasal-pasal yang multitafsir,” tuturnya.
Diketahui, pasal pencemaran nama baik adalah Pasal 27 ayat 3. Berikut penjelasannya:
Pasal 27 Ayat 3
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Penjelasan
Ketentuan pada ayat ini mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan/atau fitnah yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Sebelumnya Jokowi seperti disiarkan dalam kanal YouTube Sekretariat Presiden pada Senin, 15 Februari 2021, memberikan sorotan pada UU ITE. Sebab, Jokowi melihat belakangan ini masif adanya saling lapor antarwarga dengan rujukan UU ITE.
“Belakangan ini, saya lihat semakin banyak warga masyarakat yang saling melaporkan. Ada proses hukum yang dianggap kurang memenuhi rasa keadilan tetapi memang pelapor itu ada rujukan hukumnya, ini repotnya di sini, antara lain Undang-Undang ITE, saya paham Undang-Undang ITE ini semangatnya adalah untuk menjaga ruang digital Indonesia agar bersih, agar sehat, agar beretika, dan agar bisa dimanfaatkan secara produktif tetapi implementasinya, pelaksanaannya jangan justru menimbulkan rasa ketidakadilan,” ujar Jokowi.
Lantas Jokowi memerintahkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk benar-benar selektif memilah laporan berdasarkan UU ITE itu. Lebih lanjutnya Jokowi ingin Listyo membuat pedoman interpretasi resmi mengenai pasal-pasal yang menjadi rujukan laporan terkait UU ITE itu.
“Hati-hati, pasal-pasal yang bisa menimbulkan multitafsir harus diterjemahkan secara hati-hati, penuh dengan kehati-hatian. Buat pedoman interpretasi resmi terhadap pasal-pasal Undang-Undang ITE biar jelas,” kata Jokowi.
Bila pada akhirnya hal itu belum bisa memberikan keadilan, Jokowi tidak segan mengajukan revisi ke DPR. Jokowi pun menyoroti tentang pasal-pasal karet di dalam UU ITE.
“Kalau Undang-Undang ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan, ya saya akan minta pada DPR untuk bersama-sama merevisi Undang-Undang ini, Undang-Undang ITE ini karena di sinilah hulunya, hulunya ada di sini, revisi, terutama menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda yang mudah diinterpretasikan secara sepihak,” ucap Jokowi.
(zap/tor)