Ketika PDI dan Megawati Jadi Musibah Bagi Agum Gumelar

Jakarta

Pertengahan Desember 1993, Kepala BIA (Badan Intelijen ABRI) Mayjen TNI Arie Sudewo meminta Agum Gumelar untuk menyelesaikan konflik di tubuh PDI. Dua kali partai berlambang kepala banteng itu menggelar kongres tanpa berhasil menyelesaikan konflik di antara mereka.

Kala itu Agum menjabat Direktur A di BIA. Juga merangkap sebagai Komandan Kopassus dengan pangkat Brigadir Jenderal. Ketika menerima tugas tersebut, Agum mendapat kepastian bahwa ABRI tak keberatan jika Megawati memimpin PDI.

Secara de facto, putri Bung Karno itu telah terpilih dalam Kongres Luar Biasa (KLB) di Surabaya pada 2-6 Desember 1993. Dia mengungguli seniornya di PDI, Budi Hardjono (anggota caretaker yang didukung pemerintah). Tapi para caretaker menghilang tanpa menetapkan Megawati sebagai ketua umum PDI terpilih. Deadlock!

Meski sudah mendapat jaminan bahwa ABRI tak keberatan dengan Megawati, Agum Gumelar merasa harus mendapat konfirmasi dari penguasa Orde Baru. Tentu tidak dengan langsung bertanya kepada Presiden Soeharto.

“Saya menghubungi putranya, mas Bambang Trihatmojo. Sehari berselang dia mengabarkan bahwa Pak Harto tidak ada masalah jika Megawati jadi ketua umum PDI,” kata Agum dalam Blak-blakan di detik.com, Senin (5/10/2020).

Berikutnya Agum mengontak Pangdam Jaya Mayjen TNI AM Hendropriyono untuk mendapat pengamanan musyawarah nasional (Munas) di Kemang, 22 Desember 1993. Hendro menyokong penuh dan mengirimkan perwira terbaiknya, Kolonel Zacky Anwar Makarim.

Selain itu, Agum juga berbicara dengan Megawati, dan para elit lainnya di PDI yang terlibat konflik. Dari pembicaraan, dia optimistis Megawati akan memimpin PDI secara definitif karena 90 persen pengurus mendukungnya. Megawati meraih dukungan 256 dari 305 suara cabang. “Ketika mengurus Munas PDI itulah saya mulai mengenal Ibu Megawati,” ujar Agum.

Berkat sukses Munas itu pula, Agum dan Hendro dianggap sebagai penyokong utama Megawati. Pihak yang cukup dominan di ABRI ada yang tak senang dengan kondisi tersebut. Selain Megawati, orang yang dominan itu juga tak menyukai Gus Dur dan Benny Moerdani.

“Saya dilaporkan ke Pangab Feisal Tanjung seolah Pak Harto marah karena saya dianggap berada di balik terpilihnya Megawati,” kata Agum.

Sayangnya, Jenderal Feisal mempercayai begitu saja laporan tersebut tak mengecek ulang ke Presiden Soeharto. Akibatnya, sekitar dua minggu kemudian Agum dicopot dari jabatannya sebagai Dan Kopassus dan Direktur A BIA. Dia dimutasi menjadi Kepala Staf Kodam Bukit Barisan di Medan.

“Saya terus terang kecewa saat itu. Biasanya mantan Danjen Kopassus dipromosikan menjadi Pangdam atau Pangkostrad. Ini malah menjadi Kasdam,” kata Agum masygul.

(jat/jat)

Terima kasih telah membaca artikel

Ketika PDI dan Megawati Jadi Musibah Bagi Agum Gumelar