Kata Pengacara, Serangan Acara Doa Nikah di Solo Spontan Tanpa Komando

Solo –
Pihak tersangka kasus penyerangan acara doa jelang pernikahan di Mertodranan, Pasar Kliwon, Solo, menyatakan aksi tersebut terjadi secara spontan. Massa yang datang pun berasal dari kelompok yang berbeda-beda.
“Itu tidak ada kelompok tertentu. Itu masyarakat campur, pengajian sana, oknum masjid sini, oknum masjid sini,” kata kuasa hukum empat tersangka yang ditangkap polisi, Hery Dwi Utomo, Rabu (12/8).
“Kalau kelompok kan berarti ada pimpinannya yang menggerakkan. Tetapi itu sembarang orang lewat ikut, natural mengalir, spontan saja,” sambungnya.
Menurutnya, aksi penyerangan bermula karena ada satu mobil yang mencoba keluar dari lokasi kejadian. Padahal saat itu masih terjadi negosiasi yang dimediasi oleh kepolisian.
“Itu diawali karena ada satu mobil yang mau menerobos keluar sebelum mediasi selesai. Akhirnya terjadilah perusakan itu,” katanya.
Seperti diketahui, lima orang telah ditangkap kepolisian karena diduga melakukan pengeroyokan dan perusakan. Namun baru empat orang yang dinyatakan sebagai tersangka.
Menurut Hery, keempat tersangka tersebut hanyalah simpatisan. Dia sendiri belum mengetahui adanya otak dari aksi penyerangan.
“Dilihat dari perannya, tersangka hanya simpatisan. Belum tau pelaku utamanya,” kata dia.
Hery juga menyebut massa, termasuk kliennya, mendatangi lokasi karena ada informasi soal kegiatan terlarang. “Sebetulnya kalau kita melihat dari kejadian itu, memang masyarakat dan massa di lokasi mensinyalir itu adalah kegiatan sekte-sekte tertentu,” kata Hery.
Hery menyebut massa menduga keluarga Umar Assegaf menganut aliran yang tidak sepaham dengan mereka. Hal itu berdasarkan hasil identifikasi warga sekitar rumah almarhum Assegaf bin Jufri di Mertodranan, Pasar Kliwon, Solo.
“Memang tidak ada identitas tertentu yang terlihat, tetapi dari orang-orang Pasar Kliwon dari komunitas Arab, mereka sudah dapat dibedakan kelompoknya,” tutur Hery.
(mbr/mbr)