Jazilul Fawaid Gelar Kajian Kitab Karangan Syekh Nawawi Al Bantani

Jakarta

Momentum Ramadan dimanfaatkan Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid untuk mengkaji Kitab Maroh Labib yang juga dikenal dengan sebutan Tafsir Munir, karya Syekh Muhammad Nawawi al-Jawi al-Bantani, ulama Indonesia bertaraf internasional yang juga Imam Besar Masjidil Haram.

Jazilul Fawaid mengatakan bulan suci Ramadhan harus dimanfaatkan untuk memperdalam ilmu-ilmu Al quran dengan membaca maupun memahami isinya.

“Saya ingin menyampaikan kepada masyarakat agar di Bulan Ramadan ini hendaklah memperdalam ilmu-ilmu Al quran, membaca dan memahami Al quran. Ini lebih penting daripada misalnya ibadah salat tarawih atau ibadah sunah lainnya karena mempelajari Al quran itu kewajiban,” ujarnya dalam keterangannya, Kamis (29/4/2021).

Hal tersebut diungkapkannya di acara bertajuk Kajian Alquran dan Doa untuk KRI Nanggala 402 di Pondok Pesantren Al Mizan, Majalengka, Jawa Barat, Selasa (27/4) malam.

Diungkapkan Koordinator Nasional Nusantara Mengaji ini, dirinya ingin membuka kembali kebiasaan mengkaji kitab kuning untuk menghormati bulan Ramadhan yang merupakan bulan diturunkannya Alquran.

“Mencari ilmu apalagi ilmu Alquran, tafsir Alquran, ini lebih penting daripada salat tarawih, tapi pemahaman yang ada di masyarakat itu lebih senang tarawih padahal itu sunah sedangkan mencari ilmu itu wajib,” katanya.

Ketua Ikatan Alumni Institut Perguruan Tinggi Ilmu Alquran (PTIQ) Jakarta itu juga mengingatkan akan pentingnya kalimat tayyibah atau narasi yang baik di tengah maraknya narasi-narasi buruk di masyarakat, seperti fitnah dan ujaran kebencian.

“Dalam Al quran disebutkan bahwa hendaknya kita ini menggunakan narasi yang baik karena narasi yang baik itu seperti pohon yang baik. Dia berkembang biak, tumbuh, dan memberikan asupan. Di tengah hiruk pikuk pergunjingan, fitnah, ujaran kebencian, saya mengajak di Ramadan ini kita hendaknya mengutamakan kalimat tayyibah, kalimat yang mendidik, kalimat yang bagus,” tuturnya.

Dengan mengkaji Kitab Maroh Labib, Jazilul juga berpesan bangsa ini lahir berkat warisan dan perjuangan dari para alim ulama, khususnya mereka yang mengajarkan ilmu agama melalui kitab kuning.

“Jejaring kebangsaan, nasionalisme itu lahir dari ajaran kitab-kitab kuning. Salah satunya dari Syekh Nawawi al-Bantani al-Jawi. Bangsa ini bangsa yang diberkati karena lahir dari jasa para ulama. Jas hijau, jangan sekali-kali hilangkan jasa ulama,” paparnya.

Gus Jazil sapaan akrab Jazilul menjelaskan Kitab Maroh Labib ditulis oleh Syekh Nawani al-Bantani al-Jawi yang merupakan keturunan ke-12 dari Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Beliau merupakan cucu dari Maulana Hasanuddin, Banten.

“Beliau hampir satu periode dengan Pangeran Diponegoro. Beliau pernah pulang ke Tanara, Banten, namun pada 1828 kembali lagi ke Arab Saudi karena keadaan di Banten tidak kondusif. Banyak tokoh yang belajar ke beliau. Semua tokoh ulama besar di Indonesia belajar ke Syekh Nawawi al-Bantani. Syekh Kholil Bangkalan, Syekh KH Hasyim Asy’ari, bahkan KH Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah pun belajar dari beliau. KH Asnawi Kudus juga,” tuturnya.

Lebih lanjut Gus Jazil pun menceritakan Syekh Nawawi merupakan ulama multitalenta dan dikenal sebagai ilmuan besar di wilayah Hijaz yang sangat produktif menulis kitab. Tidak kurang dari 115 kitab yang ditulisnya, meliputi bidang ilmu fiqih, tauhid, tasawuf, tafsir, dan hadis.

Karena kemasyhurannya, lanjut Gus Jazil, Syekh Nawawi al-Bantani kemudian mendapat banyak julukan, di antaranya Sayyid Ulama al-Hijaz (Pemimpin Ulama Hijaz), al-Imam al-Muhaqqiq wa al-Fahhamah al-Mudaqqiq (Imam yang Mumpuni ilmunya), A’yan Ulama al-Qarn al-Ram Asyar li al-Hijrah (Tokoh Ulama Abad 14 Hijriyah), hingga Imam Ulama al-Haramain (Imam Ulama Dua Kota Suci).

“Alhamdulillah saya pernah berziarah ke makam beliau di Ma’la, sekitar 10 meter dari Makam Khadijah al-Kubra. Ketika Wahabi menang di Arab, makam beliau sempat dibongkar untuk dipindahkan. Tetapi begitu dibongkar, kafan beliau semua utuh sehingga diambil keputusan beliau kembali dimakamkan di Ma’la,” terangnya.

Selain untuk mengkaji Kitab Maroh Labib, acara tersebut juga dimaksudkan untuk mendoakan para prajurit yang gugur dalam peristiwa tenggelamnya Kapal Selam KRI Nanggala 402. Menurutnya, mereka merupakan para pahlawan dan sekaligus syuhada yang gugur saat bertugas.

“Saya yakin mereka diberikan tempat yang khusus di sisi Allah, dan negara hendaknya juga memberikan penghargaan khusus dengan kenaikan pangkat ataupun apa namanya,” katanya.

Gus Jazil menyebut kegiatan doa bersama tersebut sekaligus untuk mengingatkan pemerintah kemampuan alutsista RI perlu diperbaiki.

“Jadikan ini momentum perbaikan. Doa ini mengingatkan bangsa ini bahwa ada sejumlah prajurit yang mengorbankan jiwa raganya untuk negeri ini. Tentu pertahanan kita harus diperkuat di tengah pertarungan global,” tandasnya.

(ega/ega)

Terima kasih telah membaca artikel

Jazilul Fawaid Gelar Kajian Kitab Karangan Syekh Nawawi Al Bantani