Harga Kedelai Mahal, Ini Kata Pedagang Tahu-Tempe di Bandung dan Cimahi

Bandung –
Ketua Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Kopti) Asep Nurdin menyesalkan tingginya harga kedelai, yang mencapai Rp 10.500 per kilogram. Walau begitu, pihaknya tak menyarankan para perajin tahun tempe untuk melakukan mogok produksi.
Seperti diketahui, sejumlah perajin tahu tempe di sejumlah daerah mengancam untuk melakukan mogok produksi. Ancaman itu muncul sebagai imbas membengkaknya biaya produksi karena harga kedelai yang kian melambung pascalebaran.
“Yang pertama kita sangat menyesalkan terjadi kenaikan, karena kenaikan ini berpatokan pada kenaikan harga kedelai di Amerika saat ini,” kata Asep saat dihubungi detikcom, Rabu (26/5/2021).
Asep mengatakan, langkah diplomatis telah dilakukan oleh Kopti dan Gapoktindo yang mendesak agar Kementerian Perdagangan RI bergerak dengan memanggil importir. “Ada pembicaraan kalau harga itu jangan lebih dari Ro 10.500. Kalau lihat kondisi sekarang harga bisa naik lagi,” katanya.
Kopti Bandung pun, ujar Dedi, telah mempersilakan agar produsen tahu tempe untuk menaikkan harga jual maksimal 30 persen atau disesuaikan dengan kondisi. “Pemerintah pusat melalui Kementerian Perdagangan juga akan mengumumkan perihal hal ini dalam waktu dekat,” kata Asep.
Ia mengatakan, Kopti Bandung tidak menganjurkan dan tidak melarang bila ada produsen tahu tempe yang secara individu melakukan mogok produksi.
“Kalau kita tidak menganjurkan dan tidak meminta kalau misal berhenti, kasihan produsen yang kecil-kecil. Kalau ada yang mau berhenti silakan berhenti, memang ada rencana dari beberapa kawan yang mau berhenti pada tanggal 28 – 30 Mei,” ujar Asep.
“Kita mempersilakan tapi dari Kopti mah tidak menganjurkan, karena Kopti banyak mendapatkan masukan dari produsen yang kecil, katanya bagaimana saya harus bayar karyawan,” kata Asep melanjutkan.
Sementara itu Dadang perajin tahu asal Cibuntu telah mengetahui adanya rencana mogok produksi itu. Tetapi, ia memilih untuk tetap berproduksi walau dengan mengurangi ukuran tahu dan tempenya.
“Kalau mogok kasihan juga ya para pedagangnya. Kalau saya sih menyiasatinya dengan cara mengecilkan tahu dan tempenya, memang walau dikecilkan juga harga produksinya tidak begitu jauh, tapi ya bertahan saja lah,” kata Dadang.