Halo detik’s Advocate, Sebaiknya Isbat Nikah atau Nikah Ulang di KUA?

Jakarta

Administrasi pernikahan diatur rigid dalam UU dan peraturan turunannya di Indonesia. Salah satunya soal pernikahan di bawah umur dan konsekuensinya.

Hal itu menjadi pertanyaan pembaca, yaitu:

Pak, saya mau menanyakan mengenai isbat nikah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jadi saya nikah ditahun 2016. Posisinya saya dan suami dinikahkan orang tua dengan kasus masih di bawah umur. Dan tahun ini rencana saya ingin melakukan isbat nikah dikarenakan saya ingin membuat akta kelahiran anak saya.

Apakah setelah isbat bisa langsung membuat akte kelahiran atau ada proses lagi selain itu pak?

Amel

Pembaca lainnya bisa menanyakan pertanyaan serupa dan dikirim ke email: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com. Pembaca juga bisa melakukan konsultasi online ke BPHN di https://lsc.bphn.go.id/konsultasi.

Nah untuk menjawab pertanyaan di atas, kami meminta jawaban dari Penyuluh Hukum Ahli Madya Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham, Nurhayati, S.H., M.Si. Berikut jawabannya:

Terima kasih atas pertanyaan Saudara Amel.

Perlu kami sampaikan bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) dan Pasal 7 ayat (1) Instruksi Presiden No 1 Tahun 1991 tentang Penyebarlusan Kompilasi Hukum Islam (KHI), pada dasarnya tiap-tiap perkawinan dicatat menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Itsbat nikah dilakukan sebagai akibat dari nikah tanpa dicatat/ tidak punya akta nikah. Itsbat nikah itu sendiri adalah permohonan pengesahan nikah yang diajukan ke pengadilan untuk dinyatakan sahnya pernikahan dan memiliki kekuatan hukum.

Pasal 7 ayat (1) KHI berbunyi :

“Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah”

Akta nikah berguna sebagai bukti adanya perkawinan tersebut dan jaminan bagi suami atau istri melindungi hak-hak anak yang lahir dari perkawinan tersebut seperti dalam hal warisan, pengurusan akta kelahiran dan lain sebagainya Selanjutnya di dalam Pasal 7 ayat 3 KHI menyebutkan bahwa dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Nikah, maka dapat mengajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan :
a. Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian
b. Hilangnya akta nikah c.
Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan
d. Adanya perkawinan yang terjadi sebelum sebelum berlakunya Uu Perkawinan dan
e. Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak memeiliki halangan perkawinan menurut UU Perkawinan.

Pasal 7 ayat 3 huruf e tersebut menjadi dasar bagi pasangan yang telah melakukan nikah siri mengajukan itsbat nikah ke Pengadilan Agama setempat. Dengan demikian anda dapat mengajukan permohonan itsbat nikah ke Pengadilan Agama, yaitu mohon agar perkawinan tersebut dinyatakan sah dan diperintahkan kepada Pegawai Pencatat Nikah/KUA Kecamatan setempat mencatat perkawinan ini dan memberikan Kutipan Akta Nikah berdasarkan Keputusan Pengadilan Agama tersebut (Pasal 3 ayat (5) UU No 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak, Rujuk dan Pasal 7 KHI.

Jika permohonan anda dikabulkan, pengadilan akan mengeluarkan putusan/penetapan itsbat nikah. Salinan putusan/penetapan itsbat nikah dapat diambil dalam jangka waktu 14 hari sejak sidang terakhir, dan dapat diambil sendiri ke kantor pengadilan atau diwakilkan kepada orang lain dengan surat kuasa. Setelah itu, anda bisa meminta KUA setempat untuk mencatatkan pernikahan anda dengan menunjukan bukti salinan putusan/penetapan pengadilan tersebut.

Jika sudah mendapatkan akta nikah setelah dilakukan pencatatan nikah, barulah anda dapat mengurus akta kelahiran anak anda sesuai dengan prosedur yang berlaku di Kantor Pencatatan Sipil setempat.

Demikian penjelasan tentang permasalahan hukum anda, semoga dapat bermanfaat dan membantu.

Terima kasih.

Nurhayati, S.H., M.Si.
Penyuluh Hukum Ahli Madya Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham

Tentang detik’s Advocate

detik’s Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.

Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum internasional, hukum waris, hukum pajak, perlindungan konsumen dan lain-lain.

Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.

detik’s advocate Foto: detik’s Advocate

Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com

Kami harap pembaca mengajukan pertanyaan dengan detail, runutan kronologi apa yang dialami. Semakin baik bila dilampirkan sejumlah alat bukti untuk mendukung permasalahan Anda.

Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.

(asp/dhn)

Terima kasih telah membaca artikel

Halo detik’s Advocate, Sebaiknya Isbat Nikah atau Nikah Ulang di KUA?