Gerbang Udara di Sudut Nusantara, Menhub: Kita Mesti Adil!

Jakarta

Selepas menembus lapisan awan tipis, pesawat jet berisi 7 orang penumpang itu mendarat di Rokot, Kepulauan Mentawai. Sepasang mata terus memperhatikan dari jauh bangunan terminal yang terlihat megah dari jendela pesawat. Ini adalah bandara pertama yang akan dikunjunginya di hari itu. Rokot menjadi salah satu tujuan utamanya, sebab belum lama bandara yang terletak di kawasan 3TP (Terpencil, Terdalam, Terluar, dan Perbatasan) ini usai dibangun.

Budi Karya Sumadi beranjak dari tempat duduknya begitu pintu pesawat dibuka. Bukan langsung menuju gedung terminal, ia memilih untuk melihat kondisi landasan pacu. Sebagai Menteri Perhubungan RI yang diberi mandat langsung oleh Presiden Jokowi, ia perlu memastikan seluruh fasilitas bandara Rokot Mentawai siap untuk dioperasikan. Landasan pacu menjadi salah satu elemen penting yang perlu diperhatikan untuk mengetahui jenis pesawat apa saja yang bisa masuk ke wilayah itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rokot Mentawai merupakan fasilitas yang dibuat untuk menggantikan Bandara Rokot Sipora. Bandara ini hampir dua kali panjang runway Rokot Sipora yaitu 1.500 x 30 meter. Budi mengatakan bahwa landasai ini dapat digunakan pesawat ATR 72-600 berkapasitas maksimal 78 penumpang.

Budi menuturkan, keberadaan bandara-bandara kecil seperti ini sangat diperlukan. Menurutnya, sudah saatnya kemudahahan transportasi bisa dirasakan oleh seluruh wilayah di Indonesia. Ia menjelaskan, ada peta besar untuk membuat masyarakat pedalaman dapat merasakan kecepatan akses transportasi.

“Kita mesti adil. Jangan Cuma orang Jawa saja yang punya bandara,” terang Budi dalam program Sudut Pandang detikcom, Minggu (17/9).

Menyoal bandara yang terlanjur mangkrak usai dibangun atau disebut juga dengan ‘Bandara Hantu’, Budi mengatakan bahwa pihaknya bekerja sama dengan para pemangku wilayah untuk memformulasikan berbagai stimulus agar semakin tertarik dengan moda transportasi udara. Menurutnya, langkah ini merupakan visi untuk membantu masyarakat agar bisa tumbuh lebih cepat.

“Kalau ngomong ‘bandara hantu’, saya pikir kita harus berusaha memberikan kemudahan bagi saudara kita yang ada di kepulauan,” terangnya.

Budi mengatakan bahwa pada musim-musim tertentu, transportasi laut tidak bisa digunakan di wilayah-wilayah tertentu. Dengan demikian, ia berharap bahwa pesawat menjadi solusi atas permasalahan ini.

Pada tujuan kunjungannya yang kedua, Budi Karya Sumadi menjelaskan bahwa pembangunan sarana transportasi udara memiliki fungsi lain yang tidak kalah penting. Bandara-bandara perintis bisa digunakan sebagai pusat layanan bantuan bila keadaan genting terjadi.

“karena ini daerah bencana, maka kalau dibutuhkan pertolongan yang sifatnya sederhana atau signifikan, kalau tidak ada bandara maka akan sulit,” jelasnya.

Hal ini diamini oleh Mashuri, Bupati Muara Bungo Jambi. Ia mengatakan bahwa letak bandara Muara Bungo yang relatif aman memungkinkan untuk dijadikan wilayah operasi evakuasi dan rescue saat bencana alam terjadi.

“Selain menjadi jalur terdekat menuju kawasan Geopark Merangin, Gunung Kerinci, dan kawasan wisata lain, Bungo secara geografis termasuk wilayah yang cukup aman dari gempa. Jadi inilah bandara yang bisa menjadi bandara evakuasi jika ada gunung Meletus atau Padang yang dekat dengan laut,” terangnya.

Berbeda dengan dua bandara sebelumnya, destinasi kunjungan yang ketiga ini memiliki potensi lebih besar di bidang keamanan dan investasi. Bandar Udara Raja haji Abdullah terletak di jantung kepulauan Karimun yang berbatasan langsung dengan negara tetangga.

Bupati Kepulauan Karimun Aunur Rafiq menuturkan, posisi Kepulauan Karimun yang strategis ini memungkinkan bandara di wilayahnya menjadi gerbang bagi pihak-pihak yang ingin berinvestasi. Tinggal menunggu penyelesaian proyek perpanjangan landasan selesai, maka Aunur meyakini bahwa pesawat dengan sekelas Boeing 737 dari berbagai daerah bisa hinggap ke wilayahnya.

“Yang kita harapkan sebenarnya dari Jakarta, Medan, Padang itu dengan Boeing 737 itu sangat memungkinkan apabila sudah mencapai (panjang landasan) 2000 atau 2200 meter,” kata Aunur.

Hingga saat ini, jumlah lalu lintas penerbangan di ketiga wilayah tersebut masih terus dikejar. Meski rata-rata sudah memiliki ratusan penerbangan per tahun namun berbagai stimulus masih perlu diformulasikan. Menteri Budi sendiri mengatakan bahwa pihaknya akan terus mendorong pemerintah daerah dan otorita penerbangan setempat untuk berinovasi agar minat terbang masyarakat semakin meningkat.

(vys/vys)

Terima kasih telah membaca artikel

Gerbang Udara di Sudut Nusantara, Menhub: Kita Mesti Adil!