Ganjar – Puan, Pertarungan Popularitas dan Kekuasaan

Jakarta –
Sistem demokrasi di era digital melahirkan sejumlah tokoh politik yang popular tapi tak punya kendaraan politik. Di pihak lain ada tokoh-tokoh yang berkuasa di partai tapi masih harus terus berjuang untuk mendongkrak popularitas dan elektabilitasnya. Dua kenyataan semacam itu tergambar dari sosok Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Ketua DPP PDIP Puan Maharani.
“Ke depan akan ada tarik-menarik kontestasi yang cukup ketat antara individual politik yang tidak memiliki partai tapi popularitas dan elektabilitasnya tinggi dengan tokoh-tokoh partai yang popularitas dan elektabilitasnya itu struggling, tapi memiliki kepastian untuk memengaruhi keputusan-keputusan partai,” kata Direktur Eksekutif Akar Rumput Strategic Consulting (ARSC) Dimas Oky Nugroho dalam program Blak-blakan detik.com, Selasa (25/5/2021).
Namun dia buru-buru mengingatkan bahwa Pilpres masih akan berlangsung tiga tahun ke depan, sehingga dinamika yang terjadi saat ini masih sangat cair dan bisa berubah. Karena itu para aktor yang terlibat masing-masing harus dapat saling mengukur atau mengendalikan diri dengan arif. Apalagi dinamika atau drama politik di setiap partai, khususnya di PDIP pernah beberapa kali terjadi.
Doktor ilmu politik lulusan University of New South Wales Sydney, Australia itu merujuk drama politik pada 2013/2014 juga di Jawa Tengah dengan Rustriningsih sebagai aktornya. Sebagai Wakil Gubernur yang sebelumnya sukses menjadi bupati Kebumen, dia ternyata tak mendapatkan rekomendasi menjadi calon gubernur. Padahal loyalitas, rekam jejak prestasi, dan popularitasnya sangat baik. Karena kecewa, Rustriningsih berpaling dari PDIP lalu tersingkir, meredup, dan tak muncul lagi.
“Kita tahu bagaimana drama politik di antara orang-orang PDIP. Ada orang-orang yang hebat, mencuat, tapi lalu kemudian karena kurang mendapat restu dari sentral pengambil keputusan akhirnya meredup begitu saja dan tidak pernah muncul lagi,” kata Dimas.
Meski begitu, figur di luar elit partai sebetulnya juga bisa mendapat sokongan penuh bila mampu mengorkestrasi popularitas dan elektabitilitas tinggi yang dimiliki dengan jaringan internal partai. Contoh konkretnya adalah Joko Widodo (Jokowi) pada pilpres 2014.
Hal lain yang perlu diperhatikan oleh Ganjar Pranowo yang terkesan ingin mengulang sukses Jokowi tersebut adalah kondisi internal PDIP yang akan melakukan transformasi kepemimpinan pada 2024. Hal ini, kata Dimas, sudah disampaikan langsung oleh Ketua Umum Megawati bahwa akan ada regenerasi total di PDIP, sekaligus juga regenerasi dalam kepemimpinan nasional karena Jokowi akan berakhir pada 2024.
Dimas yang juga Ketua Perkumpulan Kader Bangsa berpendapat, melakukan sebuah konsensus untuk melakukan pembagian tugas antara berbagai potensi bisa menjadi pilihan terbaik. Tujuan utamanya adalah kejayaan partai sambil tetap mendapatkan otoritas jabatan-jabatan publik bisa terealisasi. “Ini mungkin yang menjadi tantangan strategis PDIP ke depan,” paparnya.
Selengkapnya, saksikan Blak-blakan Dimas Oky Nugroho, “Ganjar Pranowo Ingin Mengulang Sukses Jokowi”, Rabu (26/5/2021).
(jat/jat)