Derasnya Penindasan Hak Digital di Wadas

“Bukan hanya dari volume percakapan, isu ini besar karena menjadi sorotan berbagai kelompok masyarakat, mulai akademisi, aktivis, politikus, dan publik umum. Jadi secara magnitude, isunya memang sangat besar,” kata Ismail kepada reporter detikX pekan lalu.
Ismail menuturkan, salah satu faktor yang menyebabkan konflik agraria di Desa Wadas ini menjadi perhatian publik adalah peristiwa besar di lapangan. Peristiwa itu menjadi kontroversi karena menyentuh emosi, perasaan, pikiran banyak orang.
Akun @Wadas_Melawan, menurut Ismail, memiliki peran penting dalam menjaga isu konflik agraria di Desa Wadas. Sebab, akun tersebut secara fokus dan konsisten memberikan informasi secara faktual dan aktual mengenai perkembangan di sana.
“Kalau tidak ada akun @Wadas_Melawan, mungkin publik akan lupa. Ketertarikan publik pada sebuah isu itu mudah sekali didistorsi. Waktu dua minggu tertarik pada satu isu saja itu sudah sangat lama,” katanya. “Karena itu, keberadaan akun seperti Wadas Melawan itu penting untuk merawat isu.”
Kepala Divisi Advokasi LBH Yogyakarta Julian Duwi Prasetia mengatakan masyarakat Desa Wadas memang sudah cukup melek terhadap media. Masyarakat sempat mendapatkan pelatihan-pelatihan mengenai betapa pentingnya media, juga tentang bagaimana cara mempraktikkan jurnalisme warga (citizen journalism).
Namun narasi yang disajikan secara faktual dari akun @Wadas_Melawan bukan tanpa perlawanan. Data yang dianalisis Drone Emprit, ada tagar tandingan yang menunjukkan posisi kontra-narasi @Wadas_Melawan, yaitu #FaktaWadas. Pendiri Drone Emprit Ismail Fahmi menolak melakukan analisis lebih dalam untuk mengetahui pihak mana yang memainkan tagar ini.
Ismail hanya mengatakan, yang jelas, seluruh kementerian dan lembaga pemerintah saat ini memiliki anggaran sendiri untuk kebutuhan bermedia sosial. “Biar publik mencari tahu sendiri saja,” kata Ismail.
Kepolisian Republik Indonesia, misalnya, berdasarkan catatan Indonesia Corruption Watch melalui penelusuran di sistem Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Polri, telah mengeluarkan anggaran untuk sembilan paket pengadaan barang terkait aktivitas digital dalam kurun waktu 2017 hingga 2020. Total anggaran untuk membeli barang sebesar Rp 1,025 triliun. Jika dirata-rata, Polri menggelontorkan anggaran Rp 256 miliar untuk aktivitas digital setiap tahunnya.
Menurut Kepala Divisi Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Zainal Arifin, penggunaan media sosial untuk berkampanye memang hal yang sangat penting untuk strategi advokasi saat ini. Zainal mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir, pemangku kebijakan tampak lebih ingin merespons isu-isu yang trending di media sosial.
“Sering kali orang turun aksi nggak dipandang. Dialog langsung dengan masyarakat itu sekarang sudah nggak begitu didengarkan,” kata Julian. “Meski tantangannya sekarang adalah perang narasi dan perang konten.”
Saat ini pun, Julian melanjutkan, hampir semua masyarakat yang hidup di tengah konflik melakukan kampanye melalui media sosial. Sebagian wilayah konflik sudah mendapatkan pelatihan jurnalismewarga untuk mendokumentasikan seluruh peristiwa yang terjadi di wilayahnya.
Ini bukan tanpa tujuan. Jika dibutuhkan,nantinya hasil dokumentasi tersebut bisa digunakan untuk kebutuhan proseshukum. “Jikalau nanti mau menggugat,” kata Zainal.