Bakat Anak-Anak Kita

Jakarta –
Kedua, ketika hendak menyelesaikan program magister di Universitas Negeri Surabaya (Unesa) saya menulis tesis dengan memfokuskan penelitian pada kajian intertekstual kumpulan cerpen Indonesia dan kumpulan cerpen Inggris. Sehingga, dengan penelitian itu, banyak pengalaman bahan bacaan berkaitan dengan cerpen.
Ketiga, ikut terlibat langsung dalam penulisan cerpen yang dimuat dalam media cetak setiap pekan, di antaranya surat kabar Harian Gorontalo Post (edisi Sabtu-Minggu). Pengalaman-pengalaman itu sangat membantu dalam menelusuri jika ada unsur plagiat yang dilakukan oleh peserta lomba.
Nama-nama itu bukan saja hanya sebagai penulis puisi, tetapi mereka juga membacakan puisinya dalam berbagai ajang kegiatan, baik tingkat nasional maupun internasional. Hal itu saya lakukan untuk menambah pengetahuan dunia tentang pembacaan puisi yang dilakukan langsung oleh penyairnya di hadapan khalayak. Selain itu, dapat dijadikan bahan komparasi antara pembacaan puisi yang dilakukan oleh penyairnya dengan pembacaan puisi yang dilakukan oleh peserta lomba.
Kalau menyanyikan lagu banyak sumber yang bisa dijadikan pengalaman tambahan, misalnya menonton acara-acara live di televisi seperti D’Akademia Indosiar, Indonesian Idol, KDI, dan lain sebagainya. Banyak media yang menyediakan itu, sehingga kapan saja bisa belajar. Beda dengan pembacaan puisi, sangat langka disiarkan secara rutin di acara-acara televisi, harus di-download melalui internet, itu pun kadang bukan penyairnya langsung yang membacanya.
Pembacaan puisi juga sifatnya meraba-raba nada yang bakal dituturkan lewat kata-kata puisi, sebab harus diakui nada puisi lagi-lagi tidak seperti nada lagu yang sifatnya paten. Sehingga, wajar jika ada penafsiran ganda dalam penilaian, berbeda persepsi dalam interpretasi, memunculkan makna bias dalam menganalisisnya.
Mereka dengan sesaat dapat dijuluki junior-juniornya W.S. Rendra, Taufiq Ismail, Toto Sudarto Bachtiar, Chairil Anwar, Sutardji Calzoum Bachri, Ahmadun Yosi Harfanda, dan Sapardi Djoko Damono. Dari pengamatan itu, ada indikasi bahwa anak-anak kita memiliki bakat di bidang sastra yang cukup tinggi. Para kritikus dan sastrawan ternama yang pernah diperbincangkan namanya karena kompetensinya bakal digantikan oleh anak-anak kita.
Barangkali H.B. Jassin sebagai Paus Sastra Indonesia (asal Gorontalo) akan digantikan oleh orang-orang yang berasal dari Gorontalo pula. Pandangan itu sangat beralasan, sebab hingga saat ini belum ada pengganti kritikus dan sastrawan secermat H.B. Jassin. Bahkan, sastrawan tidak akan terkenal jika belum diakui atau dipuji oleh H.B. Jassin.
Ahman Sarman Kepala SMP Negeri 12 Wonosari, Kabupaten Boalemo, Gorontalo
(mmu/mmu)