Bagaimana Anak Muda Memilih Capresnya?

Jakarta

“Kekuasaan ternyata sungguh memabukkan. Demokrasi yang digaungkan perlahan berbelok kembali menjadi tirani di mana pemimpin harus selalu benar.” Begitulah ungkapan George Orwell dalam novel alegori politiknya yang berjudul Animal Farm. Saya akan memakai beberapa ungkapan George Orwell di novel itu untuk menggambarkan bagaimana anak muda (bisa) memilih pemimpin yang akan berkuasa setelah Pilpres 2024.

Tapi, kenapa dari sudut pandang anak muda? Karena anak muda menjadi golongan pemilih terbanyak dalam Pilpres 2024. Data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunjukkan bahwa ada 113 juta pemilih dari kelompok milenial dan Gen Z dari total 204.807.222 pemilih. Ini artinya, anak muda mewakili 56,45 persen suara dalam Pilpres 2024. Rincian suara tersebut, jika dibagi menjadi dua, ada milenial sebanyak 66,8 juta dan Gen Z sebanyak 46,8 juta.

Dengan jumlah yang melebihi separuh pemilih, tentu saja peta kampanye dalam Pilpres 2024 juga akan memakai pendekatan yang sesuai dengan golongan anak-anak muda. Salah satunya melalui pendekatan media sosial. Jika menilik survei yang dilakukan oleh Centre for Strategic and International Studies (CSIS) pada 2022, media sosial telah menjadi sumber informasi utama bagi anak muda. Rinciannya adalah media sosial 59%, televisi 32%, berita online 6,3%, surat kabar 1%, radio 0,3% dan , podcast masing-masing 0,3%, lainnya 0,3%, dan yang tidak tahu/tidak menjawab 0,9%.

Selain itu, anak muda juga paling menyukai penyampaian pendapat melalui media sosial. Mereka cenderung kurang aktif menyampaikan pendapat secara langsung kepada pejabat publik atau anggota dewan. Mereka juga tidak terlalu aktif dalam aktivitas memberikan donasi uang (bantuan) untuk kegiatan partai politik.

Melihat fakta ini, anak muda benar-benar dijadikan target utama dalam Pilpres 2024. Namun tentu saja, anak muda, termasuk saya, tak akan dan tak ingin dipandang sebagai angka dan target komoditas politik saja. Tapi, mungkin akan jadi pertanyaan: bagaimana cara mereka memilih presiden pada 2024 ini? Apakah dengan membaca semua program-program? Apakah dengan cara membaca dinamika politik di media online dan media sosial? Apakah harus rajin menonton debat Pilpres 2024? Ataukah hanya soal suka dan tidak suka saja?

Memiliki Alasan

Faktanya, pemilih muda dalam survei CSIS menunjukkan bahwa mereka memiliki alasan tersendiri untuk memilih karakter seorang pemimpin. Lima alasan paling tinggi adalah pemimpin yang jujur dan tidak korupsi (34,8%), pemimpin yang merakyat dan sederhana (15,9%), memiliki ketegasan/berwibawa (12,4%), prestasi kinerja saat memimpin (11,6%), pengalaman memimpin (10,1%). Sisanya soal kecakapan memimpin, taat beragama, cerdas/pintar, dan lainnya.

Menariknya, survei ini juga memperlihatkan bahwa pemilih muda turut menyoroti isu-isu penting dalam sosial dan politik. Kemudian yang paling menjadi perhatian adalah soal kesejahteraan masyarakat (44,4%), lapangan kerja (21,3%), pemberantasan korupsi (15,9%), demokrasi dan kebebasan sipil (8,8%), kesehatan (6,2%), lingkungan hidup (2,3%), dan yang tidak tahu/tidak menjawab ada 1%.

Jika survei ini bisa menjadi gambaran, itu berarti pemilih muda pada Pilpres 2024 perlu mengetahui banyak hal tentang calon presiden (capres) yang akan mereka pilih. Tidak bisa jika hanya sekadar suka atau tidak suka. Pemilih muda setidaknya harus memiliki riset tersendiri mengenai isu-isu penting, karakter pemimpin, dan kemampuan/kompetensi yang dimiliki capres. Riset ini bisa dilakukan di berbagai platform yang menyediakan informasi mengenai ketiga capres yang ada.

Karena jika tidak melakukannya, bukan tidak mungkin apa yang dituliskan George Orwell tentang gambaran kekuasaan di Animal Farm bisa menjadi bumerang bagi seorang pemilih muda pada Pilpres 2024. Bumerang apa yang dimaksud?

Menjadi Cambuk

Dalam Animal Farm hewan-hewan yang dipimpin oleh babi dikisahkan melakukan pemberontakan melawan manusia yakni si pemilik peternakan. Hewan-hewan yang dikomandoi babi bernama Napoleon dan Snowball itu sepakat bahwa hewan-hewan selama ini tertindas dan diperbudak oleh manusia. Singkatnya, Napoleon membuat semacam visi-misi menuju kemerdekaan peternakan. Hal ini didukung oleh semua hewan seperti kelinci, burung gagak, angsa, dan lain-lainnya.

Namun, dukungan itu tak seperti apa yang hewan-hewan bayangkan. Setelah ‘merdeka’ dari manusia, peternakan berhasil dikuasai dan dipimpin oleh Si Babi Napoleon dan anjing-anjing sebagai wakil atau tangan kanannya. Kemudian para pemimpin yang berkuasa itu mabuk dengan pangan yang melimpah dan serba tercukupi. Mereka bisa tidur nyenyak dengan perut kenyang di sebuah rumah mewah bekas pemilik peternakan (seorang manusia).

Sementara banyak binatang lain termasuk yang masih muda, yang dulu adalah pendukung babi dan anjing itu, tetaplah kelaparan setelah bekerja. Mereka tidur di atas jerami, minum dari kolam peternakan, dan pada musim dingin mereka menderita karena kedinginan. Lalu pada musim panas, mereka diganggu lalat.

Tentu saja cerita George Orwell ini bukan untuk menyamakan kondisi pemilih muda pada gelaran Pilpres 2024. Tetapi, bisa menggambarkan ‘bumerang’ yang bisa didapatkan oleh seorang pemilih dan apa yang terjadi pada pemimpin setelah berkuasa.

Nahasnya, dalam Animal Farm hewan-hewan lain tak bisa memberontak karena memang babi dan anjing sejak awal dianggap yang paling pintar di antara hewan lain. Mereka membaca banyak buku dan memimpin strategi dalam pemberontakan melawan manusia. Gambaran ini pun seolah menjadi cambuk bagi pemilih muda pada Pilpres 2024 untuk tidak mengalami yang demikian.

Pemilih muda seperti disentil oleh George Orwell, bahwa untuk memilih pemimpin tidak bisa hanya menerima visi-misi atau program secara sepihak saja, melainkan harus bisa menganalisis, membaca, dan terus mempertimbangkan kompetensinya. Novel Orwell seakan-akan memberi peringatan bahwa pemimpin yang dipilih karena membela kaum sebangsa, justru bisa beralih menjadi semena-mena dan menindas sepuasnya.

Tapi, lagi-lagi, kisah dalam Animal Farm memang tidak bisa disamakan dengan pemilih muda pada Pilpres 2024. Sebab, mereka adalah hewan-hewan yang bisa dibodohi, sedangkan pemilih muda pada Pilpres 2024 adalah generasi masa depan bangsa yang akan menakhodai bonus demografi pada 2045. Jadi, bagaimana cara anak muda memilih capres pada gelaran Pilpres 2024 kali ini? Rasa-rasanya Anda sebagai anak muda bisa mulai menjawabnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Fahri Zulfikar redaktur detikEdu

(mmu/mmu)

Terima kasih telah membaca artikel

Bagaimana Anak Muda Memilih Capresnya?