Apakah Program KB Masih Diperlukan?

Jakarta

Indonesia adalah salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia. Hasil sensus penduduk tahun 2020 memperlihatkan bahwa penduduk Indonesia saat ini telah mencapai 270,2 juta jiwa atau bertambah 32,56 juta jiwa dibandingkan Sensus Penduduk (SP) 2010. Meskipun secara de facto populasi penduduk meningkat, banyak orang yang mengkhawatirkan Indonesia akan mengalami penurunan jumlah penduduk karena tren angka kelahiran total atau disebut total fertility rate berada di kisaran 2,1 anak yang dilahirkan per perempuan selama masa reproduksinya.

Proyeksi penduduk Indonesia tahun 2020 – 2050 juga memprediksikan bahwa angka kelahiran total berada di kisaran dua anak per wanita usia subur sampai 2050. Dengan angka kelahiran yang cukup stabil, muncul pertanyaan mendasar, apakah kontrasepsi masih diperlukan? Apakah Program Keluarga Berencana (KB) masih diperlukan?

Hasil Long Form SP 2020 telah memperlihatkan bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia sebesar 189 yang artinya terdapat 189 kematian perempuan pada saat hamil, saat melahirkan atau masa nifas per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini jelas masih jauh dari target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (SDGs) yakni 70 per 100.000 kelahiran hidup pada 2030.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu, meskipun angka kematian bayi (AKB) menurun signifikan dari 26 per 1.000 kelahiran hidup hasil Sensus Penduduk 2010 menjadi 16,85 per 1.000 kelahiran hidup hasil Long Form SP 2020 namun target global SDGs menetapkan sebesar 12 per 1.000 kelahiran hidup.

Sejatinya, AKI dan AKB dapat dicegah dengan menggunakan kontrasepsi. Kontrasepsi merupakan salah satu upaya yang realistis untuk mencapai berbagai tujuan SDGs termasuk upaya penurunan angka kematian ibu dan anak serta pencegahan kelahiran anak yang berisiko stunting.

Program KB termasuk di dalamnya adalah penggunaan kontrasepsi masih tetap diperlukan oleh Indonesia. Masih tingginya unmet need ber-KB atau pasangan usia subur yang sebenarnya membutuhkan pelayanan kontrasepsi namun tidak terpenuhi. Berdasarkan data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun 2022, masyarakat angka unmet need di Indonesia masih tinggi, yakni 14,7, sedangkan target seharusnya yakni 8, karena unmet need yang masih tinggi juga turut mempengaruhi tingginya angka stunting.

Unmet need ber-KB tersebut bisa karena pasangan belum ingin memiliki anak atau pasangan ingin menjarangkan kehamilan ataupun karena jumlah anak ideal sudah tercapai oleh mereka. Unmet need untuk ber-KB dapat terjadi ketika pengetahuan pasangan tentang KB kurang atau tidak adanya dukungan dari suami atau bisa saja dari budaya yang dipegang teguh oleh pasangan usia subur seperti penggunaan kontrasepsi hanya pada golongan umur tertentu saja. Ada juga pasangan yang enggan datang atau berkonsultasi ke petugas kesehatan karena alasan-alasan teknis misalnya sungkan, enggan mengantri ataupun tidak ada biaya untuk berkonsultasi.

Isu pemenuhan unmet need ber-KB menjadi variabel penting dalam upaya peningkatan kualitas hidup ibu dan anak, khususnya di negara berkembang seperti Indonesia. Dengan luas wilayah daratan Indonesia yang mencapai 1.904.569 km persegi tentunya cukup sulit bagi pemerintah untuk memetakan pasangan mana saja yang sebenarnya membutuhkan kebutuhan pelayanan ber-KB namun belum terpenuhi.

Kerja sama antara pemerintah dan swasta memegang peranan krusial dalam mengelola risiko kesehatan dan mitigasi pencegahan unmet need ber-KB. Pemerintah memiliki akses terhadap sumber daya publik, kebijakan regulasi, dan kemampuan merumuskan strategi nasional. Di sisi lain, sektor swasta menawarkan inovasi, efisiensi, dan teknologi canggih. Hal ini memerlukan kolaborasi sumber daya dan keahlian yang saling melengkapi antara sektor publik dan swasta.

Dalam konteks ini, kolaborasi antara kedua sektor ini sangat efektif, terutama dalam menghadapi tantangan pencapaian Sustainable Development Goals. Kolaborasi ini memungkinkan pembagian beban risiko dan investasi, misalnya dalam pengembangan infrastruktur kesehatan, teknologi informasi untuk pemantauan kesehatan publik, atau penelitian dan pengembangan kontrasepsi.

Pemanfaatan Teknologi Informasi

Teknologi informasi sebenarnya dapat digunakan untuk memetakan pasangan-pasangan yang sebenarnya ingin ber-KB namun belum menggunakan kontrasepsi. Penggunaan Metaverse yang didukung oleh teknologi Blockchain dan Artificial Intelligence (AI) membuka peluang inovatif dalam analisis skenario dan simulasi pemetaan unmet need ber-KB.

Dalam Metaverse, berbagai pemangku kepentingan seperti tenaga kesehatan, pembuat kebijakan, dan organisasi kesehatan dapat berpartisipasi dalam pemetaan unmet-need ber-KB serta simulasi pemberian pelayanan ber-KB, memungkinkan mereka untuk mengalami dan menilai dampak dari berbagai strategi penanganan unmet-need ber-KB. Simulasi ini mencakup aspek seperti pemetaan unmet need ber-KB, manajemen sumber daya, dan komunikasi krisis.

Di sisi lain, Blockchain berkontribusi pada keamanan dan transparansi data selama simulasi, memastikan pencatatan dan penyimpanan data sensitif seperti statistik penyebaran penyakit dan efektivitas vaksinasi secara aman. AI melengkapi dengan analisis prediktif dan pengambilan keputusan yang cerdas, mengolah data besar ,dan menggunakan pembelajaran mesin untuk prediksi yang lebih akurat mengenai pasangan-pasangan yang pernah mencari informasi melalui search engine tentang kata-kata kunci khusus seperti keluarga berencana, kontrasepsi, maupun berbagai jenis alat/obat kontrasepsi lainnya serta pengembangan strategi intervensi.

Pemanfaatan teknologi ini menjadi sangat relevan dalam konteks penggunaan Metaverse, Blockchain, dan AI, sehingga pemerintah dapat meningkatkan kesiapan mereka dalam menghadapi kebutuhan ber-KB yang sebenarnya sangat tinggi namun belum terpenuhi karena mengalami kesulitan menemukan pasangan usia subur yang betul-betul ingin ber-KB. Teknologi ini tidak hanya memungkinkan pemerintah untuk mendemonstrasikan langkah-langkah proaktif dalam manajemen risiko kesehatan ibu dan anak khususnya terkait unmet need ber-KB, tetapi juga mendukung komponen penting dari tanggung jawab sosial dan tata kelola yang baik.

Pemanfaatan AI Generatif

Kolaborasi antara universitas ternama di Indonesia seperti Universitas Padjadjaran, Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada bersama dengan perusahaan teknologi global seperti Microsoft dan Google, serta perusahaan farmasi lokal seperti Indofarma, Kimia Farma, dan Bio Farma, memiliki potensi besar untuk melakukan penelitian bersama, dan pengembangan kontrasepsi untuk mengantisipasi berbagai efek samping penggunaan kontrasepsi yang ditakutkan oleh para pasangan usia subur.

Perguruan tinggi dapat menyediakan keahlian akademik dan penelitian, sementara perusahaan teknologi dapat menyediakan alat-alat AI generatif canggih. AI generatif ini sangat berguna dalam memprediksi struktur kontrasepsi, yang merupakan langkah penting dalam memahami cara kerja reproduksi manusia dan mengembangkan kontrasepsi yang efektif.

Melalui kerja sama ini, universitas, perusahaan teknologi, dan perusahaan farmasi di Indonesia dapat berkontribusi signifikan dalam upaya global untuk meningkatkan kapasitas inovasi dan penelitian dalam negeri. Sinergi antara keahlian akademis, teknologi canggih, dan kapabilitas produksi farmasi akan membentuk fondasi yang kuat untuk mengantisipasi krisis reproduksi di masa depan.

Penggunaan teknologi canggih seperti IoT, Blockchain, AI, dan Metaverse dalam kerangka Environmental, Social and Government (ESG) adalah strategi penting untuk mengurangi risiko efek samping dan meningkatkan ketahanan reproduksi pasangan usia subur. Perusahaan yang proaktif dalam mitigasi risiko kesehatan reproduksi dan pemenuhan unmet need ber-KB dianggap sebagai pemimpin dalam inovasi dan keberlanjutan, yang menarik investor dan konsumen yang peduli lingkungan dan sosial. Akhirnya, kolaborasi ini tidak hanya membangun ketahanan kesehatan publik tetapi juga memperkuat praktik ESG perusahaan, memberikan manfaat bagi masyarakat luas dan keberlanjutan bisnis.

Dian Kristiani Irawaty BKKBN dan Tuhu Nugraha Digital Business & Metaverse Expert, Principal Indonesia Applied Digital Economy & Regulatory Network (IADERN)

(mmu/mmu)

Terima kasih telah membaca artikel

Apakah Program KB Masih Diperlukan?