Alasan Makam Kiai Singkil Tak Dipindahkan dari Pinggir Jalan

Demak –
Nisan yang berada di pinggir jalan depan kantor Bupati Demak dipercaya sebagai ‘makam’ Kiai Singkil. Pemkab Demak menjelaskan alasan makam itu tidak dipindahkan dari lokasinya saat ini.
Plt Kasi Sejarah dan Cagar Budaya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Demak Ahmad Widodo mengatakan, alasan tidak memindahkan makam Kiai Singkil adalah sebagai cagar budaya dan upaya menghormati syuhada yang berjuang untuk Demak.
“Bagaimanapun juga usia makam tersebut lebih dari 50 tahun, dan nisannya masih asli, itu merupakan cagar budaya. Kita juga menghormati syuhada yang berjuang untuk Demak,” kata Ahmad Widodo di kantornya, Jumat (7/8/2020).
Terkait perawatan nisan makam Kiai Singkil tersebut, Widodo menyebut, pembangunan makam dalam bentuk keramik dan pembatasnya, bukan dari pemerintah. Melainkan dari orang yang memiliki kedekatan secara spiritual dengannya.
“Bukan pemerintah, justru orang-orang yang peduli. Wallahualam (dari orang Demak atau luar Demak). Orang peduli dalam tanda kutip dia memiliki spiritual yang lebih. Sehingga, memberanikan diri untuk membangun. Yang jelas sudah meminta izin ke aparat setempat saat itu,” ungkapnya.
Diketahui, nisan yang berada di pinggir jalan depan kantor Bupati Demak dipercaya sebagai ‘makam’ Kiai Singkil. Keberadaan makam itu memiliki dua versi.
“Makam itu sebuah tanda bahwa Syekh Singkil pernah berdomisili di Demak sementara waktu, di dalam rangka mendukung Demak untuk melepaskan diri dari cengkeraman Majapahit,” kata Ahmad Widodo.
“Di makam tersebut adalah, tenan opo ora (benar atau tidak), orang-orang yang memiliki spiritual tahu bahwa di situ terdapat pusaka. Kalau ada pusaka, berarti pusaka Syekh Singkil tadi yang ditanam di sana, untuk pangingetan (pengingat) bahwa pernah berada di sana. Berarti pernah ada di daerah Demak,” jelas widodo
Widodo menerangkan, makam tersebut memiliki dua versi cerita. Pertama makam tersebut merupakan era Kasultanan Demak. Kedua, sebagai pusaka yang dulunya ditanam pada sebuah tanggul pencegah air masuk ke keraton.
“Dua versi, yang jelas makam (Kiai Singkil) itu era Kasultanan Demak. Sementara versi kedua, legenda dari orang-orang, sebagai tanggul atau bendung, supaya air tidak masuk ke keraton. Sebelahnya (Kali Tuntang) ada gundukan atau tanggul sampai panjang sekali. Pusaka itu untuk dijadikan tanggul, agar air tidak masuk dalam keraton,” tutur Widodo.
Widodo menyebut, pertanda makam Kiai Singkil tersebut lebih kepada suatu tanda bahwa Kiai Singkil dari Kerajaan Pasai, Aceh, pernah membantu Demak dalam upaya pembebasan dari kekuasaan Majapahit.
“Versi saya, dari beberapa pendapat dan pengamatan, lebih kepada di mana para ulama dan wali se-nusantara, mendukung kebebasan Demak di bawah tekanan Majapahit, karena Brawijaya pernah melarang penyebaran agama Islam, termasuk para wali se-nusantara,” tuturnya.