Ahli Ungkap 5 Penyimpangan Proyek Tol MBZ hingga Rugikan Negara Rp 510 M

Jakarta

Jaksa menghadirkan ahli auditor madya Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kristianto dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) II atau Tol Layang Mohammed Bin Zayed (MBZ) tahun 2016-2017. Kristianto mengatakan ada 5 penyimpangan yang ditemukan dalam proyek Tol MBZ.

Mulanya, Kristianto menjelaskan jika BPKP diminta melakukan audit penghitungan kerugian keuangan negara pada proyek Tol MBZ oleh Kejaksaan Agung. Dia mengatakan proses audit itu dilakukan dalam waktu 2 bulan pada akhir 2023.

“Berapa lama melakukan audit?” tanya ketua majelis hakim Fahzal Hendri dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta, Selasa (4/6/2024).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Kurang lebih 2 bulan Yang Mulia, kurang lebih,” jawab Kristianto.

“Berapa orang seluruh tim saudara yang bekerja?” tanya hakim.


ADVERTISEMENT

“Seluruh tim yang tercantum dalam surat tugas kami ada 6 orang, Yang Mulia,” jawab Kristianto.

Kristianto mengatakan ada lima penyimpangan yang ditemukan saat timnya melakukan audit proyek Tol MBZ. Penyimpangan pertama yakni Tol MBZ tak memenuhi syarat keamanan untuk kendaraan golongan III dan V.

“Jadi seperti yang kami sampaikan dalam laporan, kemudian dalam BAP saya juga. Ada beberapa penyimpangan Yang Mulia, ada lima di sana. Penyimpangan ini memang penyimpangan yang kemudian berkaitan langsung dengan konstruksi penghitungan kami. Jadi yang pertama adalah bahwa jalan Tol ini tidak memenuhi syarat keamanan untuk kendaraan golongan III sampai dengan V,” kata Kristianto.

Dia mengatakan penyimpangan kedua adalah dokumen penawaran KSO Waskita Acset tak memenuhi syarat dalam dokumen lelang. Penyimpangan ketiga adalah terdapat ketidaksesuaian dimensi steel box girder yang terpasang.

“Yang kedua apa tadi Pak, mengenai?” tanya hakim.

“Bahwa dokumen penawaran dari KSO Waskita Acset tidak memenuhi persyaratan dalam dokumen lelang, karena tercantum di sana, artinya ada gambar ada ukuran yang seharusnya dipenuhi, tetapi faktanya tidak,” jawab Kristianto.

“Nomor tiga apa?” tanya hakim.

“Yang ketiga adalah ketidaksesuaian dimensi steel box girder yang terpasang. Ini sebenarnya berkaitan dengan yang kedua tadi Yang Mulia,” jawab Kristianto.

Kristianto mengatakan penyimpangan keempat adalah perbedaan volume antara as built drawing dengan rencana tahap akhir. Kemudian, penyimpangan kelima adalah kualiatas pekerjaan slab beton tak sesuai spesifikasi saat perencanaan.

“Yang kempat apa?” tanya hakim.

“Yang keempat adalah perbedaan volume antara as built drawing dengan rencana teknik akhir,” jawab Kristianto.

“Kelima apa Pak?” tanya hakim.

“Yang kelima adalah kualitas pekerjaan slab beton tidak sesuai dengan spesifikasi khusus dari perencanaan,” jawab Kristianto.

Kristianto mengatakan lima penyimpangan itu diperoleh dari dokumen penyidik dan keterangan saksi serta ahli dalam berita acara pemeriksaan (BAP) kasus Tol MBZ. Dia mengatakan BPKP berkesimpulan terdapat kerugian keuangan negara akibat terjadinya penyimpangan tersebut.

“Dengan adanya dokumen seperti itu kemudian pendapat dari ahli tadi, maka disimpulkan telah terjadi penyimpangan sehingga terjadi kerugian keuangan negara, ya?” tanya hakim.

“Betul Yang Mulia,” jawab Kristianto.

“Dan penyimpangan-penyimpangan itu saudara ambil dari dokumen-dokumen dan keterangan ahli yang ada di dalam BAP. Betul, Pak?” tanya hakim.

“Betul. Dan penyimpangan ini adalah hasil dari penyidikan,” jawab Kristianto.

Kristianto mengatakan hasil perhitungan BPKP terkait kerugian keuangan negara pada proyek Tol MBZ mencapai Rp 510 miliar. Dia mengatakan nilai kerugian itu diperoleh dengan membandingkan pada harga penawaran.

“Nah, berapa ruginya negara itu Pak?” tanya hakim.

“Saya harus melihat lampiran Yang Mulia, tapi totalnya sekitar Rp 510 miliar,” jawab Kristianto.

“Rp 510 (miliar). Ada dari selisih volume itu tadi, iya Pak?” tanya hakim.

“Siap, betul,” jawab Kristianto.

“Apalagi, Pak? Girder tadi? Apa itu yang tidak sesuai?” tanya hakim.

“Ada, tidak sesuai itu juga sebenarnya volumenya, beda dimensi, kemudian kualitas dari slab betonnya, kemudian ada yang selisih volume dari enam item pekerjaan yang tadi dijelaskan,” jawab Kristianto.

“Dihitung dari harga-harga itu. Dibandingkan di mana harganya itu dudapat dari mana itu?” tanya hakim.

“Harganya kami mengambil dari harga penawaran, Yang Mulia. Artinya, harga mereka sendiri,” jawab Kristianto.

Dalam kasus ini, mantan Direktur Utama PT Jasamarga Jalanlayang Cikampek (JJC) periode 2016-2020 Djoko Dwijono didakwa merugikan keuangan negara senilai Rp 510 miliar dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) II alias Tol layang MBZ tahun 2016-2017. Jaksa mengatakan kasus korupsi itu dilakukan secara bersama-sama.

Jaksa menyebut kasus korupsi tersebut dilakukan Djoko bersama-sama dengan Ketua Panitia Lelang di JJC Yudhi Mahyudin, Direktur Operasional II PT. Bukaka Teknik Utama sejak tahun 2008 dan Kuasa KSO Bukaka PT KS Sofiah Balfas serta Tony Budianto Sihite selaku Team Leader Konsultan perencana PT LAPI Ganesatama Consulting dan Pemilik PT Delta Global Struktur. Masing-masing dilakukan penuntutan di berkas terpisah.

“Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 510.085.261.485,41 (Rp 510 miliar),” ujar jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, 14 Maret lalu.

(mib/idn)

Terima kasih telah membaca artikel

Ahli Ungkap 5 Penyimpangan Proyek Tol MBZ hingga Rugikan Negara Rp 510 M