Shopee Affiliates Program

Agresi Israel dan Politik Netanyahu Usai Pemilu

Jakarta

Agresi militer Israel ke Palestina beberapa waktu lalu dinilai memiliki hubungan dengan kondisi politik di Israel pasca Pemilu 2021. Disebut, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu harus menggaet partai lain untuk dijadikan koalisi pembentuk pemerintahan.

Mahasiswa Pascasarjana Kajian Stratejik dan Global, Universitas Indonesia (UI), Arjuna Putra Aldino, menjelaskan, dalam sistem pemilu Israel, partai atau koalisi partai minimal harus menguasai 61 dari 120 kursi Knesset (parlemen Israel) untuk dapat membentuk pemerintahan. Namun, Koalisi besar konservatif-kanan pendukung Netanyahu hanya memperoleh 59 kursi dari 120 kursi Knesset.

“Satu-satunya jalan yang harus ditempuh Netanyahu adalah melobi pemilik kursi di parlemen. Hal yang paling masuk akal adalah melobi partai kanan Yisrael Beiteinu (7 kursi) atau partai kanan New Hope (6 kursi) yang hingga kini masih menolak bergabung dengan koalisi pro-Netanyahu maupun bergabung dengan Oposisi pimpinan Benny Gantz,” ujar Arjuna, Jumat (21/5/2021).

“Kedua partai ini, terutama Yisrael Beiteinu memiliki kedekatan ideologis dan merupakan pecahan Partai Likud, pimpinan Netanyahu,” sambungnya.

Arjuna yang juga Ketua Umum DPP GMNI, menyebut Kedua partai itu keluar dari koalisi karena Netanyahu dinilai terlalu permisif dengan memilih gencatan senjata dengan Hamas. Dua partai itu menginginkan Israel memperkuat aneksasi di Tepi Barat, dan memperluas pemukiman Yahudi.

“Jalan yang masuk akal ditempuh adalah menjalankan politik offensive terhadap Palestina atau Hamas. Dengan kebijakan yang keras dan offensive terhadap Hamas diharapkan dapat menarik dukungan dari partai kanan konservatif di luar koalisi yang dipimpin Likud,” ujarnya.

Jika Netanyahu tidak bisa menarik dua partai itu, menurut Arjuna, akan ada pemilu ulang di Israel. Hal itu, justru merugikan bagi Netanyahu.

“Jika tidak, maka pemilu ulang (pemilu kelima) dapat dimenangkan oleh oposisi yang mendapat dukungan besar dari komunitas politik Arab-Israel, yang merasa diperlakukan tidak adil oleh pemerintah konservatif-kanan selama ini dan itu artinya bisa menyeretnya ke penjara,” katanya.

“Menyerang warga Palestina adalah pilihan sulit bagi Netanyahu, karena itu mengorbankan sejumlah hubungan kerjasama dengan Dunia Arab bahkan dunia Internasional. Namun itu adalah pilihan yang paling mungkin ditempuh ketimbang harus mendekam di penjara,” ucapnya.

Jika Netanyahu berhasil memenangkan pemilu, maka jadi kabar buruk bagi Palestina. Netanyahu akan memberlakukan politik offensive terhadap Hamas maupun Palestina.

“Artinya, Netanyahu berkepentingan besar untuk mengontrol parlemen dalam waktu panjang agar parlemen memberi kekebalan hukum kepada Netanyahu sehingga lembaga peradilan Israel tak dapat menyeret Netanyahu ke pengadilan. Salah satunya dengan memberlakukan hukum Perancis yang melarang pejabat tinggi yang sedang berkuasa diseret ke pengadilan,” kata Arjuna.

“Dan itu hanya mungkin dilakukan dengan “politik tukar guling” dengan kebijakan offensive dan agresi terhadap Palestina,” ujarnya.

Ketua Umum GMNI Arjuna Aldino Putra (Dok GMNI) Foto: Ketua Umum GMNI Arjuna Aldino Putra (Dok GMNI)

(aik/dnu)

Terima kasih telah membaca artikel

Agresi Israel dan Politik Netanyahu Usai Pemilu