Agenda 2030 dan Visi Jakarta Kota Global

Jakarta –
Status ibu kota negara akan segera beralih dari Jakarta. Namun, Jakarta tidak serta merta akan kehilangan berjuta pesonanya. Kota ini akan tetap menjadi episentrum dari perekonomian nasional, setidaknya untuk satu hingga dua dasawarsa ke depan.
Ibu Kota Nusantara (IKN) butuh waktu untuk bisa memikat hati. Perusahaan nasional dan multinasional masih akan wait and see sebelum memindahkan kantor dan segala aktivitasnya dari Jakarta ke IKN.
Strategisnya posisi Jakarta pada masa transisi ini tergambar dari bagaimana pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ). UU ini justru menjadi jawaban atas sejumlah persoalan yang tidak terselesaikan ketika Jakarta masih berpedoman pada UU Nomor 29 Tahun 2007.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih dari itu, di konsideran menimbang UU DKJ juga mengakui peran Jakarta sebagai kota global yang menjadi pusat jejaring bisnis antara Indonesia dan kota lainnya di dunia. Jakarta diharapkan terus memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional dan pendapatan negara serta menjadi penopang kesejahteraan rakyat.
Kelayakan Jakarta untuk bertransformasi menjadi kota global bukan tanpa alasan. Per 2022, Jakarta memiliki 10,7 juta jiwa atau setara dengan 3,9% populasi nasional. 71,27% di antaranya merupakan penduduk usia produktif yang berjumlah 7.613.510 jiwa. Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jakarta pun mencapai Rp 3.200 triliun, atau 16,6% share nasional.
ADVERTISEMENT
Jakarta punya banyak potensi, sekaligus menyimpan sejumlah masalah. Banjir dan kemacetan adalah salah dua yang paling nyata. Belum lagi ancaman laten seperti penurunan muka tanah. Bahkan, Presiden Amerika Serikat Joe Biden dalam pidatonya di Kantor Direktur Intelijen Nasional 27 Juli 2021 tentang pemanasan global menyampaikan prediksi bahwa Jakarta akan tenggelam pada 2030.
Prediksi tersebut bukan kali pertama didengar publik. Lembaga non-profit independen yang fokus pada isu perubahan iklim, Climate Central, membuat peta proyeksi wilayah DKI Jakarta yang tenggelam pada 2030. Dalam peta tersebut, tampak sejumlah wilayah Jakarta ditandai dengan warna merah, meliputi sebagian Jakarta Utara, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, dan Jakarta Selatan. Warna merah menandakan bahwa kawasan itu telah tenggelam pada 2030.
Beberapa bulan belakangan ini isu polusi udara juga mulai ramai dibicarakan. Lewat laman IQAir, warga bisa mengecek langsung indeks kualitas udara. Parameter dan titik pantau dari pengukuran ini memang masih bisa diperdebatkan. Namun, tidak bisa dinafikan bahwa polusi adalah masalah serius di kota ini.
Problem yang dihadapi Jakarta sejatinya tidak jauh berbeda dengan kota-kota besar di dunia. Urbanisasi memang fenomena khas abad ke-21. Populasi warga kota melonjak drastis. Lebih dari empat miliar manusia –atau lebih dari setengah penduduk dunia– saat ini tinggal di kota (Bank Dunia, 2024). Meningkatnya populasi penduduk perkotaan tentunya berbanding lurus dengan munculnya masalah-masalah, mulai dari persoalan lingkungan, ekonomi maupun sosial.
Tidak mengherankan kalau dalam Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030, salah satu butir Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (SDGs) adalah menjadikan kota dan pemukiman inklusif, aman, berketahanan dan berkelanjutan (Tujuan 11). Dari total 17 SDGs, bukan hanya Tujuan 11 yang bersinggungan langsung dengan isu perkotaan. Sebagian besar lainnya juga beririsan dengan Tujuan 11.
Pada awal Juli ini, tepatnya tanggal 2 – 4, Jakarta menjadi tuan rumah dari International Mayors Forum (IMF). IMF merupan acara unggulan (flagship event) dari United Nations Office for Sustainable Development (UNOSD) yang diselenggarakan oleh UNOSD sejak 2017 dengan fokus pada pelokalan Agenda 2030.
Forum ini menargetkan para wali kota dan perwakilan pemerintah daerah serta para pemangku kepentingan yang terlibat dalam pembentukan kebijakan pemerintahan daerah dan implementasi Agenda 2030. Tujuannya untuk menjembatani kesenjangan kapasitas, data dan pembiayaan terkait pencapaian target-target SDGs di tingkat nasional dan daerah.
IMF 2024 melahirkan Deklarasi Jakarta, di mana para peserta menyatakan berkomitmen untuk mewujudkan Agenda 2030 melalui percepatan pelaksanaan SDGs dengan fokus pada enam aspek, yakni sistem pangan; akses dan keterjangkauan energi; konektivitas digital (termasuk kecerdasan buatan); pendidikan; perlindungan sosial, pekerjaan, dan perubahan iklim; serta masalah polusi dan keanekaragaman hayati.
Sebagai bagian dari ekosistem global, Jakarta telah dan akan terus menjadikan SDGs sebagai salah satu referensi dalam perencanaan pembangunan. Salah satunya yang sudah dijalankan adalah dengan menyusun Rencana Aksi Daerah (RAD) dan Peta Jalan. Selanjutnya implementasi dari sejumlah dokumen tersebut menjadi penting dinantikan. Bukan semata untuk Jakarta, tapi untuk dunia.
M Shendy Adam Firdaus peminat studi urban, bekerja di Pemprov DKI Jakarta
(mmu/mmu)