Ribuan Ulat Serbu Permukiman di Demak, Ternyata dari Sini Asalnya

Demak

Fenomena ribuan ulat dari hutan mangrove menyerbu permukiman warga terjadi di Desa Sidogemah, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Pemkab Demak turun tangan mengecek kondisi di lapangan. Seperti apa hasilnya?

“Fenomena ulat tersebut memang baru pertama kali terjadi (di Demak), dan itu di lingkungan permukiman warga, tidak di hutan mangrovenya,” jelas Koordinator Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT)/Pengamat Hama Penyakit (PHP) Dinas Pertanian dan Pangan Demak, Mundi Marsono, saat dihubungi detikcom melalui telepon, Selasa (9/3/2021).

“Itu tidak berbulu, paling hanya ada dua, dua kanan kirinya dan itu tidak bikin gatal. Beda dengan ulat api yang bulunya banyak, itu bikin gatal karena ada racun,” sambung Mundi yang telah melakukan pengamatan di lapangan pagi tadi.

Mundi menjelaskan fenomena ulat tersebut bukan berasal dari hutan mangrove melainkan pohon mangrove jenis brayo yang ditanam di sekitar rumah warga. Dia menyebut ribuan ulat tersebut berdampak terhadap lingkungan dengan jarak sekitar 500 meter, kemudian sekitar 100-200 pohon mangrove jenis brayo yang masih kecil.

“Lokasinya hanya meliputi lokasi perumahan, jadi pohon mangrove jenis brayo yang ditanam di sekitar rumah. Di pantai (hutan) mangrovenya sendiri nggak ada, hanya di lingkungan rumah, sekitar 500 meteran kalau diperkirakan,” terang Mundi.

Mundi menjelaskan ulat tersebut berdasarkan cirinya merupakan ulat tanah (agrotis ipsilon). Lebih lanjut dia menyebut ulat tersebut merupakan famili dari spodoptera, seperti ulat grayak namun beda spesies.

“Dilihat dari ciri-ciri serangannya itu menyerang daun brayo sampai habis tinggal tulang dan daunnya saja. Warnanya cokelat kehitaman ada titik terang bagian punggung simetris kanan kiri. Itu ciri khas dari agrotis ipsilon,” ujarnya.

Mundi menyebut ulat tersebut diduga migrasi akibat banyaknya angin barat beberapa waktu belakangan. Selain itu dirinya menyebut tidak adanya pengendalian alami dan campur tangan manusia membuat ulat tersebut cepat berkembang.

“Kemungkinan migran artinya pendatang baru, yang kemarin itu banyak angin barat, kemungkinan dia pendatang di situ, migran, dan bertelur menetas tanpa pengendali. Baik secara alami maupun campur tangan manusia. Sehingga di situ berkembang, artinya populasi tak terkendali. Memakan apa adanya yang ada di situ khususnya daun brayo, sehingga menjadi besar,” terangnya.

Petugas mengecek fenomena ribuan ulat yang menyerbu permukiman di Demak, Jawa Tengah, Selasa (9/3/2021). (Foto: dok Kabid Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinpertan Demak)

Mundi menambahkan melihat fisik ulat tersebut sudah instar dewasa. Kendati demikian dia mengatakan kondisi mangrove masih bisa bersemi kembali.

“Tadi kita lihat ranting dan batangnya masih segar, jadi insyaallah akan semi lagi muncul daun baru,” terangnya.

Pihaknya pun menyarankan warga dengan pengendalian secara mekanis bisa mengurangi populasi ulat berkembang bebas. Yaitu dengan disapu, dikumpulkan, dan dibakar.

“Termasuk yang merambat diturunkan, disapu dan dibakar. Pengendalian secara mekanis tidak membahayakan warga justru aman karena tidak ada efek racun (disemprot bahan kimia). Insyaallah kalau itu sudah dilaksanakan, akan berkurang nanti populasinya. Tidak akan menjadi kepompong dan tidak akan muncul kupu lagi,” jelasnya.

Selengkapnya di halaman selanjutnya…

Terima kasih telah membaca artikel

Ribuan Ulat Serbu Permukiman di Demak, Ternyata dari Sini Asalnya