
Pro Kontra Payung Hukum Ratifikasi Ruang Udara RI-Singapura

Jakarta –
Pembahasan mengenai perjanjian ruang udara antara Indonesia dan Singapura tak ada habisnya. Perihal payung hukum ratifikasi perjanjian ini kini menuai pro kontra.
Dirangkum detikcom, Sabtu (19/2/2022), Menko Polhukam Mahfud Md telah menyampaikan pemerintah segera mengirim surat permohonan ratifikasi perjanjian antara Indonesia dengan Singapura ke DPR. Pemerintah akan meminta ratifikasi dalam bentuk UU.
Perjanjian yang akan dimintakan ratifikasi yakni tentang Defense Cooperation Agreement atau DCA dan perjanjian ekstradisi antara kedua negara tersebut.
“Yang diminta ratifikasi dalam bentuk UU ke DPR hanya dua yakni Perjanjian Ekstradisi dan Perjanjian DCA. Sedangkan yang Perjanjian FIR cukup diratifikasi dengan Peraturan Presiden (Perpres),” kata Mahfud.
Pernyataan Mahfud ini menuai pro kontra. Suara datang dari profesor di Universitas Indonesia yang bertentangan dengan pendapat Mahfud.
Guru Besar Hukum Internasional UI Prof Hikmahanto Juwana menyatakan pengesahan perjanjian ruang udara (FIR) Indonesia-Singapura harus disahkan lewat UU. Selain itu, hal itu juga harus disinkronkan dengan UU terkait yaitu UU Penerbangan.
“Pengesahan Perjanjian Penyesuaian FIR harus dengan UU, tidak dengan Perpres,” kata Hikmahanto Juwana.
Hikmahanto Juwana menyebut FIR berkaitan dengan pengelolaan wilayah udara yang berada pada kedaulatan di mana keinginan presiden dan rakyat adalah pengelolaan FIR yang selama ini didelegasikan ke Singapura diambil alih ke Indonesia.
“Dua, pemerintah wajib transparan di mata rakyat mengingat bila disahkan memiliki potensi berbenturan dengan Pasal 458 UU Penerbangan,” katanya.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya:
Pro Kontra Payung Hukum Ratifikasi Ruang Udara RI-Singapura
