
Orang-orang Yes-Man

Jakarta –
Dalam era masyarakat penuh persaingan, kita bisa menyaksikan berbagai macam karakter orang di dalam mempertahankan hidupnya. Ada karakter yang positif dan ada yang berkarakter negatif. Karakter positif contohnya banyak, khususnya yang ditampilkan oleh orang-orang berani mengambil resiko di dalam hidupnya. Sedangkan karakter negatif di sini ialah karakter “yes-man”, yang tidak tega atau tidak berani mengatakan “tidak” kepada orang lain. Karakter semacam ini sulit menemukan posisi bagus di dalam masyarakat karena tidak berani menghadapi tantangan. Ia seolah-olah ingin memuaskan semua orang, sekalipun sesungguhnya dirinya sudah over loaded dengan berbagai tugas yang ada di pundaknya.
Orang-orang yang berkarakter yes-men biasanya suka menyenangkan orang, suka menanggapi segenap keinginan orang, sering menipu, mengecoh, dan mengecewakan orang lain. Ia memiliki kemampuan untuk mendramatisir seolah-olah semua urusannya penting dan genting, sehingga mengundang keprihatinan orang lain untuk menolongnya. Giliran sudah dibantu maka ia juga memiliki kemampuan untuk meyakinkan orang kalau utang dan janjinya belum bisa ditepati dengan mengemukakan alas an yang meyakinkan. Orang-orang “yes-men” sulit dipercayakan amanah kepadanya karena mudah berbohong.
Bagi orang-orang “yes-men” sulit mengatakan “tidak” kepada siapapun karena karakter sedemikian itu sudah tertanam di alam bawah sadarnya. Di samping itu, ia juga selalu berusaha menyenangkan semua orang, walaupun pada akhirnya malah tidak menyenangkan siapapun, termasuk dirinya sendiri. Sehubungan dengan ini, menarik untuk diperhatikan apa yang pernah dikatakan oleh Komedian, Bill Cosby: “Saya tidak tahu kunci sukses, tetapi kunci kegagalan adalah berusaha menyenangkan semua orang”.
Di antara resiko yang dapat dialami oleh orang-orang “yes-men” ialah: Kurang disiplin, dikarenakan terlalu banyak yang harus diselesaikan dalam waktu yang bersamaan, reputasinya hanya di sekitar “tukang menyenangkan orang” tetapi hampa kualitas dan prestasi professional. Ia juga tidak berani tampil beda, sebuah prasyarat yang harus dimiliki oleh calon orang besar. Resiko lainnya ia sering dimanfaatkan dan diperalat orang lain. Karena terlalu banyak janji yang harus ditepati, maka biasanya kepentingan pribadinya terabaikan, sehingga problem rumah tangga dan kolaborasi sering muncul masalah. Belum lagi sikapnya yang asertif, tunduk kepada semua orang dan keadaan. Self asertifnya jarang terlihat, akibatnya tidak pernah berada di dalam posisi central di dalam kehidupan bermasyarakat.
Hidup ini adalah resiko. Berani hidup berarti berani menanggung segala resiko kehidupan. Agama apapun menganjurkan seseorang untuk menjalani kehidupan ini dengan penuh tanggung jawab. Bukannya melimpahkan semua tanggung jawab kepada orang lain. Dalam Islam tanggung jawab sosial merupakan keniscayaan bagi setiap individu, sesuai dengan firman Allah: Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya (Q.S. al-Muddatstsir/74:38). Demikian pula dalam ayat lain: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Q.S. al-Baqarah/2:286). Dan apa musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). (Q.S. al-Syura/42;30). Semangat ayat-ayat ini mengingatkan kita agar setiap orang menjadi dirinya sendiri, bukan mendiktekan kehendaknya kepada orang lain atau menjadi orang-orang yes-men.
*Prof. Nasaruddin Umar
Imam Besar Masjid Istiqlal, Jakarta
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih – Redaksi)
(erd/erd)
Orang-orang Yes-Man
