Varian COVID-19 dengan Mutasi Eek Ditemukan di Indonesia, Apa Dampaknya?

Jakarta

Varian COVID-19 dengan mutasi E484K atau Eek ditemukan di Indonesia. Mutasi ini sempat membuat heboh di Jepang karena ditemukan pada sekitar 70 persen kasus COVID-19 bulan lalu.

Mutasi Eek jadi perhatian khusus karena diyakini membuat virus jadi lebih resistan terhadap antibodi. Ini artinya efektivitas vaksin yang ada saat ini dikhawatirkan bisa berkurang.

Beberapa ahli juga menduga varian COVID-19 dengan mutasi Eek bisa menghasilkan keparahan penyakit yang lebih tinggi pada usia muda. Hal ini terlihat pada kasus-kasus di beberapa negara yang memiliki varian dominan, seperti P1 di Brasil dan B117 di Inggris.

“So far melihat yang mengalami gejala COVID berat adalah pengidap komorbid dan lansia, itu nggak berubah. Kecuali pertanyaannya varian tertentu ini bisa menyerang sampai anak-anak SD atau SMP. Secara global, risiko mereka bergejala berat itu jauh lebih kecil. Tapi kalau E484K ini bikin gejala seperti lansia (pada anak-anak), itu baru kita perlu concern,” kata pakar mikrobiologi molekuler Ahmad Rusdan Utomo pada detikcom beberapa waktu lalu.

Menurut Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, mutasi Eek sudah ditemukan pada satu kasus varian B117 di Indonesia. Kasus ini didapat dari sampel yang diambil dari salah satu Rumah Sakit di Jakarta Barat.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) Kementerian Kesehatan RI, dr Siti Nadia Tarmizi, menjelaskan satu kasus mutasi Eek ditemukan pada bulan Februari lalu. Kondisi pasien sudah sembuh dan sampai saat ini tidak ditemukan kasus penularan.

“Iya satu spesimen dari DKI Jakarta di bulan Februari dan saat ini sudah sembuh dia. Kita sudah mentracing kasus kontaknya dan tidak ada yang positif sampai saat ini,” jelas dr Nadia pada Selasa (6/4/2021).


Terima kasih telah membaca artikel

Varian COVID-19 dengan Mutasi Eek Ditemukan di Indonesia, Apa Dampaknya?