Ponsel Ilegal Digerus, Brand Lokal Belum Bisa Ambil Peranan

Jakarta, – Momentum pemberantasan peredaran handphone, komputer genggam, dan komputer tablet (HKT) illegal melalui identifikasi nomor International Mobile Equipment Identity (IMEI) seharusnya bisa menguntungkan brand lokal.

Sayangnya, menurut pengamat gadget dari Gatorade Lucky Sebastian pangsa pasar dari ponsel BM yang mampu menyerap sekitar 20-25 persen itu belum berpihak pada brand lokal.

“Artinya brand lokal tidak berubah secara positioning, dahulu memang brand lokal ada yang masuk 5 besar. Kita bahas di kelas ponsel menengah saja di bawah 2 jutaan, di situ brand lokal sebenarnya sudah tergerus, brand asing justru yang memiliki pasar. Jadi sejauh ini berlakunya blokir IMEI yang kemudian berdampak menguntungkan brand lokal saya rasa belum, 25 persen itu akan kembali di perebutkan brand asing kembali,” terang Lucky, kepada (21/9).

Secara ‘peranan’ sebenarnya brand lokal tidak kalah potensial jika dikembangkan, Lucky menceritakan Polytron yang memilki pabrik, pengembangan produk dengan mengusung kandungan lokal yang kuat, kemudian dukungan engineering terampil ternyata tidak menang dalam persaingan di pasar ponsel dalam negeri.

“Harga pesaing bisa lebih murah, dengan spesifikasi lebih memumpuni. Konsumen pun pada akhirnya lebih memilih merek asing, karena dinilai lebih menguntungkan dari banyak hal,” katanya.

Tak dipungkiri, brand lokal jika ingin bersaing syarat mutlaknya harus memiliki trobosan muktakhir, yang tercermin dari segi model, spesifikasi, fitur dan harga.

Kapabilitas cukup dipertaruhkan di sini, “Apakah kita memiliki tim teknis yang baik, lalu sudah maksimalkan transfer teknologi yang kita dapat selama ini?” sambung Lucky.

Yang cukup menjadi kendala selain harga dan produk, ada pada cakupan pasar brand lokal yang sudah sangat menipis, dahulu pasar brand lokal dinilai Lucky masih sangat kuat di kota kecil, sebelum pergerakan brand luar semakin massif sampai ke daerah.

“Saya tidak melihat ada aturan pemerintah yang menjamin proteksi brand lokal tersebut di daerah, misal aturan yang diterapkan pada aturan supermarket sebagai pertimbangan menjaga kondisi sosial ekonomi masyarakat, untuk menjamin persaingan brand ponsel lokal belum sampai sana,” papar Lucky.

Keberpihakan pada produk lokal rasanya juga sudah perlu ditingkatkan. Lucky dalam pengamatannya, belum melihat inisiatif tersebut yang sebenarnya bisa dimulai dengan sangat sederhana seperti anjuran sekolah menggunakan produk brand lokal.

“Brand lokal yang bisa kuat itu ada di laptop atau PC, kalau smartphone sulit karena barang bebas mungkin ini kendala utamanya,” tandasnya.

Terima kasih telah membaca artikel

Ponsel Ilegal Digerus, Brand Lokal Belum Bisa Ambil Peranan