Obat Virus Corona, Apakah Ada di Indonesia dan Bisa Diakses Masyarakat?

Jakarta

Seluruh dunia hingga kini tengah bekerja sama mengatasi COVID-19, salah satunya dengan mengetahui obat virus corona. Food and Drug Administration (FDA) telah menyetujui penggunaan obat virus corona Remdesivir.

Dikutip dari situs FDA, Remdesivir dengan merk Veklury digunakan pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit dengan persetujuan dokter. Obat virus corona diresepkan untuk pasien dewasa dan anak berusia minimal 12 tahun dengan berat badan sedikitnya 40 kilogram.

“Persetujuan ini didukung data dari berbagai uji klinis yang dinilai FDA dengan detail dan penuh pertimbangan. Langkah ini menjadi lambang pentingnya kemajuan ilmu dalam pandemi COVID-19,” kata komisioner FDA Stephen M Hahn, MD.

Jika di Amerika ada obat virus corona Remdesivir, bagaimana dengan Indonesia? Apakah obat virus corona bisa diakses masyarakat?

Dikutip dari situs Badan POM, Indonesia telah menyediakan obat virus corona Favipiravir dan Remdesivir. Namun izin penggunaan obat virus corona hanya dalam kondisi darurat atau Emergency Use Authorization (EUA).

Favipiravir digunakan pasien berderajat ringan, sedangkan Remdesivir untuk kondisi COVID-19 derajat berat. Obat virus corona hanya untuk pasien yang dirawat di rumah sakit dengan pengawasan dokter.

Izin EUA untuk obat virus corona Favipiravir telah terbit sejak Kamis (3/9/2020). EUA Favipiravir diberikan pada PT Beta Pharmacon (Dexa Group) dengan merek dagang Avigan dan kepada PT Kimia Farma Tbk untuk obat generik.

Untuk Remdesivir, izin EUA telah terbit sejak Sabtu (19/10/2020) yang ditujukan pada tiga perusahaan farmasi. Ketiganya adalah PT Amarox Pharma Global, PT Indofarma, dan PT Dexa Medica.

“EUA diharapkan dapat memberikan percepatan akses para dokter terhadap obat-obatan yang dibutuhkan selama penanganan COVID-19. Pilihan pengobatan sudah terbukti khasiat dan keamanannya dari uji klinik,” kata Kepala Badan POM RI Penny K. Lukito.

Izin EUA adalah persetujuan penggunaan obat saat kondisi darurat kesehatan masyarakat, misal pandemi COVID-19. Badan POM selanjutnya melakukan pengawasan penyaluran dan peredaran pada produk obat virus corona yang mendapatkan EUA.

Pengawasan dilakukan mulai industri farmasi, pedagang besar farmasi, hingga sarana pelayanan kefarmasian. Produsen obat virus corona yang punya izin EUA wajib menjamin mutu, melakukan uji klinis, dan farmakovigilans terkait khasiat serta keamanan obat.

Penny berharap semua dokter dan tenaga kesehatan terlibat aktif dalam kegiatan farmakovigilans. Dalam kegiatan ini dilakukan pemantauan dan pelaporan kejadian tidak diinginkan dan atau efek samping obat virus corona.

Semua laporan akan diterima Badan POM dan dievaluasi secara periodik terkait obat virus corona. Bila ditemukan frekuensi efek samping, Badan POM dapat melakukan komunikasi risiko dan pencabutan EUA untuk meningkatkan kehati-hatian.

Presiden Direktur Kalbe Farma Vidjongtius yang mengimpor remdesivir merek Covifor dari India mengatakan, penggunaan EUA membuat distribusi obat virus corona ini akan langsung ke rumah sakit. Obat ini menurutnya tidak diedarkanbebas seperti dijual di apotek.

“Jadi yang harus kami yakinkan distribusinya supaya pemanfaatan produk ini adalah dilakukan dengan tepat kepada pasien itu langsung di rumah sakit,” ujar Vidjongtius.


Terima kasih telah membaca artikel

Obat Virus Corona, Apakah Ada di Indonesia dan Bisa Diakses Masyarakat?