Mengenal Thibbun Nabawi yang Kerap Disebut Pengobatan ala Nabi

Jakarta

Bagi sebagian orang, thibbun nabawi mungkin bukan upaya pengobatan atau pencegahan penyakit yang asing. Penerapan thibbun nabawi identik dengan beberapa komponen misal madu, minyak zaitun, kurma, habatussauda, dan bekam.

Thibbun nabawi atau Al-Tıb al-Nabaw merujuk pada upaya pencegahan dan pengobatan, yang dilaporkan sesuai panduan Rasulullah SAW. Setelah Rasulullah SAW meninggal dan pengaruh Islam makin luas, berbagai literatur telah ditulis dalam bidang ini,” tulis Asim Abdelmoneim Hussein dari The National Center of Complementary, Arab Saudi, dkk dalam Acta Scientific Medical Sciences.

Tulisan berjudul Prophetic Medicine, Islamic Medicine, Traditional Arabic and Islamic Medicine (TAIM): Revisiting Concepts and Definitions tersebut menjelaskan, thibbun nabawi meliputi berbagai disiplin ilmu dan praktik di kehidupan sehari-hari. Keduanya tersebar dalam banyak hadits dan buku terkait Islam.

Pengobatan ala Nabi atau thibbun nabawi tidak hanya bersifat kuratif namun juga menyertakan upaya preventif. Upaya ini meliputi pentingnya wudhu atau tayamum, membersihkan diri setelah buang air besar atau kecil, puasa, sholat, dan praktik lainnya. Seluruh praktik tidak dilabeli thibbun nabawi, karena istilah tersebut tidak dikenal di masa Rasululullah SAW.

Kalimat thibbun nabawi digunakan Ibn Qayyim Al-Jawzīyah dalam bukunya yang berjudul Al-Ṭibb Al-Nabawī. Thibbun nabawi juga digunakan Ibnu Tulun dalam karyanya dengan judul Fi Al-ṬIb Al-Nabawī. Keduanya berasal dari hadist Rasulullah SAW yang menjadi contoh bagi umatnya dalam berbagai hal, termasuk menjaga kesehatan.

Buku karya Ibn Qayyim Al-Jawzīyah selanjutnya kerap menjadi rujukan terkait thibbun nabawi. Dalam bukunya, Ibn Qayyim membagi penyakit menjadi gangguan terhadap hati atau tubuh. Gangguan tubuh adalah penyimpangan dari yang biasa atau normal terjadi. Penyakit ini dihadapi dengan dua cara, yang pertama penanganan bersifat langsung seperti lapar diatasi dengan makan.

Penanganan kedua adalah yang dilakukan dokter dengan hati-hati dan penuh pertimbangan. Ahmed Ragab dalam tulisan yang diterbitkan Harvard University menjelaskan, thibbun nabawi bersifat melengkapi atau komplementer dengan pengobatan umum atau konvensional. Thibbun nabawi mungkin tidak bisa diterapkan pada tiap orang dalam berbagai kondisi (generalisasi).

Tulisan berjudul Prophets of Medicine and Medicine of the Prophet: Debates on Medical Theory and Practice in the Medieval Middle East menjelaskan, thibbun nabawi dan ketentuan medis tidak dibuat saling berlawanan. Tidak ada salahnya menerapkan saran dokter atau tenaga kesehatan yang kompeten, sambil mengingat ketentuan thibbun nabawi.


Terima kasih telah membaca artikel

Mengenal Thibbun Nabawi yang Kerap Disebut Pengobatan ala Nabi