Luruskan Isu soal Tes Swab, Lembaga Administrasi Negara Apresiasi BIN

Jakarta

Muncul isu terkait validitas hasil tes swab yang dilakukan Badan Intelijen Negara (BIN) terhadap jajaran Lembaga Administrasi Negara (LAN). Kepala LAN, Adi Suryanto meluruskan isu itu.

“Dalam wawancara lewat telepon pada tanggal 24 September 2020, Kepala LAN sama sekali tidak pernah menyampaikan penilaian atau opini terkait perbedaan hasil swab test. Karena hal tersebut jelas bukan merupakan ranah kewenangan dan kompetensi LAN,” ujar Kepala Biro Hukum dan Humas LAN, Tri Atmojo Sejati, Senin (28/9/2020).

Apa yang disampaikan Adi tersebut menanggapi pemberitaan Majalah Tempo mengenai validitas tes swab yang dilakukan BIN. Dalam pernyataannya hari ini, Adi melalui Tri Atmojo memberikan keterangan tertulis terbuka kepada wartawan.

Tri mengatakan LAN menilai positif kiprah BIN yang berperan dalam pencegahan dan penanggulangan Corona di Indonesia. LAN mengapresiasi langkah BIN menyelenggarakan swab test sebagai upaya testing di lingkungan LAN.

Swab test yang digelar BIN kepada pegawai LAN digelar pada 21 Juli 2020 lalu. Tri mengatakan tes usap itu merupakan inisiatif LAN.

“Karena keterbatasan anggaran saat itu dan kebutuhan LAN untuk memastikan status kesehatan bagi pegawainya. Hal ini sebagai respons cepat LAN pasca meninggalnya seorang pegawai karena COVID-19,” jelas Tri.

Sebelumnya, BIN menyebut alat yang digunakan untuk melakukan tes swab sudah sesuai standar protokol laboratorium. Deputi VII BIN Wawan Hari Purwanto mengatakan BIN menggunakan 2 alat RT PCR jenis Qiagen dari Jerman dan Thermo Scientific dari Amerika saat melakukan tes swab.

“Dalam melakukan proses uji spesimen, laboratorium BIN menggunakan 2 jenis mesin RT PCR. Yaitu, jenis Qiagen dari Jerman dan jenis Thermo Scientific dari Amerika Serikat dan memiliki sertifikat Lab BSL-2 yang telah didesain mengikuti standar protokol laboratorium, telah dilakukan proses sertifikasi oleh lembaga sertifikasi internasional, World Bio Haztec (Singapura). Serta melalukan kerja sama dengan LBM Eijkman untuk standar hasil sehingga layak digunakan untuk analisis reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR) yang sesuai standar,” kata Wawan dalam keterangannya, Senin (28/9).

Selain itu BIN juga menerapkan ambang batas standar hasil PCR tes lebih tinggi dibandingkan institusi lain. Ia menjelaskan nilai CT QPCR atau ambang batas bawah hasil tes PCR biasanya adalah 35, tapi BIN menaikkan ambang batas bawah menjadi 40 untuk mencegah orang tanpa gejala lolos screening.

“Termasuk melakukan validitas melalui triangulasi 3 jenis gen, yaitu RNP/IC,N dan ORF1ab,” sebutnya.

Wawan juga menyebut fenomena hasil positif menjadi negatif itu bukan hal baru. Berdasarkan penjelasan Dewan Analis Strategis Medical Intelligence BIN, termasuk dalam jaringan intelijen di WHO, hal itu disebabkan sejumlah faktor.

“BIN menjamin kondisi peralatan, metode, dan test kit yang digunakan adalah gold standard dalam pengujian sampel COVID-19. Kasus false positive dan false negative sendiri telah banyak dilaporkan di berbagai negara, seperti Amerika Serikat, China, dan Swedia,” ujarnya.

(idn/fjp)

Terima kasih telah membaca artikel

Luruskan Isu soal Tes Swab, Lembaga Administrasi Negara Apresiasi BIN