Hijrah Menuju Persatuan

Jakarta

Setelah melakukan hijrah ke Madinah, Rasulullah SAW meminta sahabat untuk menghitung jumlah orang yang sudah memeluk agama Islam. Para sahabat pun mulai menghitung, dan mendapati jumlah pemeluk Islam saat itu mencapai seribu lima ratus orang. Kisah ini diriwayatkan dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim.

Saat itu Rasulullah ingin mengetahui jumlah kekuatan masyarakat yang berada di pihaknya. Dengan pengetahuan ilmiah yang cermat akan mengukur kemampuan dan kedudukannya. Fakta para pengikut yang mencapai 1.500 orang merupakan modal dalam perencanaan pengembangan Islam ke depan.

Rasulullah sudah mencontohkan bahwa perencanaan merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang digunakan sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan. Apalagi jika didukung kemampuan penerapan teknologi, tentu akan menjadikan masyarakatnya lebih mampu dan sejahtera. Ini sudah dibuktikan ketika Dinasti Abasiyah memimpin kekhalifahan. Temuan baru beberapa bidang dalam ilmu pengetahuan dan teknologi telah mencerahkan umat di dunia pada masa itu.

Pada zaman milenial saat ini dan ke depan, umat Islam harusnya sudah mengembangkan kehidupan yang berdasarkan syariat, mampu menerapkan iptek dengan sudah dilandasi keimanan pada Allah SWT. Generasi muda Islam yang dalam kategori teknokrat makin berkembang jumlahnya dari tahun ke tahun, namun masih tersebar dengan cara dan jalannya sendiri-sendiri. Penyatuan dengan semangat yang sama menjadi keniscayaan, sehingga langkah selanjutnya dibuatkan perencanaan strategis. Hal ini akan menuntun jalannya dalam mencapai titik tujuan.

Sejarah telah memberikan pelajaran saat gerakan kemerdekaan dari penjajah Belanda. Tokoh-tokoh Islam bahu membahu berjuang dengan satu tujuan merdeka. Pengorbanan terbesar ketika para tokoh Islam memberikan persetujuan dalam penyusunan Pancasila khususnya sila pertama yang menghapus kalimat menjalankan syariat bagi pemeluknya. Pengorbanan ini merupakan rasa kebangsaan dan saling menghormati pada saudara-saudara kita se-Tanah Air.

Pada masa pemerintahan sendiri ternyata, kemampuan umat Islam belum bersatu sehingga terjadilah faksi-faksi dengan membentuk partai sendiri-sendiri. Ternyata pada masa reformasi sampai sekarang semakin berkembang partai berbasis Islam, apakah ada kemungkinan bisa bersatu?

Ada, namun rasanya tidak mudah. Para elite muslim mempunyai agenda sendiri-sendiri sesuai partainya, hal ini membuat sebagian orang-orang muslim gelisah.

Kita umat Islam telah menanam namun tidak pernah mengetam, dan menabur benih namun tidak pernah memetik. Hal ini karena belum mampunya kita menerapkan perencanaan strategis dan menjadikan satu visi perjuangan. Erdogan telah memberikan contoh bagi kita, bahwa Dia merekrut kaum teknokrat dan berhasil menyatukan visi membangun Negaranya.

Oleh karena itu perlu bersatunya ” tujuan” meski wadahnya berbeda-beda. Tujuan membangun negeri yang ekonominya telah digoyang covid-19, memulihkan ekonomi Nasional dengan bersama-sama pemerintah melalui peningkatan daya beli masyarakat. Semoga Allah memberikan jalannya.

Aunur Rofiq

Ketua Dewan Pembina HIPSI ( Himpunan Pengusaha Santri Indonesia )

Sekjen DPP PPP 2014-2016.

*Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. –Terimakasih (Redaksi)–

(erd/erd)

Terima kasih telah membaca artikel

Hijrah Menuju Persatuan