Heboh Temuan Praktik Aborsi Ilegal di Jakpus, IDI Angkat Bicara

Jakarta –
Polisi menggerebek sebuah rumah diduga menjadi tempat praktik aborsi ilegal di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat. Pada saat penggerebekan, polisi telah mengamankan tujuh orang. Juga, saat itu terdapat tiga pasien yang baru menjalani aborsi.
“Berdasarkan informasi dari masyarakat bahwa ada aktivitas yang sangat mencurigakan dari seorang warga baru yang diduga baru kurang lebih sekitar 1 bulan atau 1 bulan setengah mengontrak di tempat ini. Dan aktivitasnya sangat tertutup,” terang kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Komarudin, Rabu, (28/6/2023).
Komarudin mengatakan pihaknya mendapat informasi dari warga perihal aktivitas yang mencurigakan dari penghuni rumah. Penghuni tersebut baru mengontrak sekira 1 bulan dan tertutup.
Sempat dikira Penampungan TKI, Komarudin mengatakan pergerakan penghuni di rumah itu hanya berupa mobil yang datang dan pergi. Sejumlah wanita juga terpantau sering keluar masuk rumah tersebut.
Menanggapi kasus ini, Ketua Bidang Advokasi dan Legislasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), dr Ari Kusuma Januarto, SpOG(K), mengungkapkan seharusnya tindakan aborsi dilakukan oleh orang yang memiliki wewenang dan kompetisi, tak bisa dilakukan secara asal-asalan atau di tempat ilegal sekalipun.
“Karena kita tahu bahwa semuanya harus berdasarkan suatu indikasi, bahkan dilakukan secara prosedur. Prosedurnya itu mulai dari pra tindakan sampai setelah tindakan,”ucapnya dalam keterangan yang diterima detikcom, Jumat (30/6).
“Ini penting sekali karena semua tujuannya untuk keselamatan pasien, di mana ada proses-proses dari masalah, tentang adanya penyakit-penyakit pada pasien sendiri, itu semua sangat penting,” sambungnya.
Menurutnya, tindakan aborsi yang dilakukan harus tunduk dengan aturan-aturan hukum yang berlaku di Indonesia. Mulai dari tempat fasilitasnya, siapa saja yang boleh aborsi, dan lainnya. Sebab, jika dilakukan secara ilegal atau tak memenuhi standar yang berlaku, aborsi bisa sangat berbahaya bagi pasien.
“Semua tentunya memilih risiko. Hal-hal yang belum menyangkut risiko ini tentunya risiko medis terhadap ibunya, risikonya perdarahan, risiko pembiusan,” kata dr Ari.
“Yang kedua juga yang tidak luput mungkin adanya risiko-risiko dalam hal kejiwaan. Jadi mental pasien-pasien yang melakukan aborsi ini perlu dilakukan suatu pembinaan, suatu pelayanan yang cukup baik. Inilah pentingnya bahwa tindakan-tindakan ini dilakukan di fasilitas yang baik. Dan memang ini harus ditunjuk oleh pemerintah,” lanjutnya lagi.
Lebih lanjut, dr Ari mengatakan perlunya penerapan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat awam. Ini menjadi penting untuk menghindari masalah-masalah yang berujung kriminalitas.
“Seperti sekarang ini. Semua pihak harus berperan, dari departemen agama, sosial, kesehatan, tentunya ini untuk memberikan pelayanan terbaik agar hal-hal ini tidak terjadi lagi,’ imbuhnya.
Heboh Temuan Praktik Aborsi Ilegal di Jakpus, IDI Angkat Bicara



