Bus Lebih Berisiko Tularkan COVID-19, Wajib PCR Kok Malah di Pesawat?

Jakarta

Pemerintah mewajibkan tes PCR sebagai syarat perjalanan dengan pesawat. Aturan ini menuai pro kontra dari masyarakat, terlebih harga tes PCR yang tidak murah.

Melihat situasi ini, Presiden Jokowi meminta harga tes PCR diturunkan menjadi Rp 300 ribu. Usulan harga tes PCR terbaru ini disebut sudah termasuk harga termurah dibandingkan airport di dunia.

Kebijakan mewajibkan tes PCR ini disebut bukan tanpa alasan. Tes PCR sebelum perjalanan disebut bisa menekan laju penularan COVID-19.

Menanggapi hal tersebut, Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan dibandingkan dengan pesawat, transportasi bus antar kota lebih berisiko menularkan COVID-19, karena tak dilengkapi jendela yang bisa dibuka untuk sirkulasi.

“Di bus itu paling sering terjadi kluster penularan covid sebetulnya. Karena kebanyakan jendelanya tak bisa dibuka. Tapi kalau kereta kan tiap beberapa menit pintunya terbuka saat berhenti di stasiun,” ujarnya kepada detikcom, Selasa (26/10/2021).

Penerapan tes PCR untuk penerbangan domestik menjadi tidak efektif karena memberatkan calon penumpang. Apalagi sebetulnya tingkat risiko penularan COVID di dalam pesawat paling kecil dibandingkan dengan moda transportasi lain.

“Pesawat dilengkapi HEPA (High Efficiency Particulate Absorbing), filter khusus yang mampu membunuh jamur, bakteri, dan virus di udara. Putarannya itu 20 kali dalam satu jam,” bebernya.


Terima kasih telah membaca artikel

Bus Lebih Berisiko Tularkan COVID-19, Wajib PCR Kok Malah di Pesawat?