Bolehkah Kurban dengan Hewan Terinfeksi PMK? Ini Panduan MUI

Jakarta

Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dr HM Asrorun Ni’am Sholeh, MA, mengatakan bahwa hukum berkurban dengan hewan yang terkena Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) diperbolehkan, asal memperhatikan kondisi hewan secara faktual.

“Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis yang ringan, seperti lepuh ringan pada celah kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan, dan mengeluarkan air liur berlebih itu sah dijadikan hewan kurban,” ujar doktor bidang hukum Islam ini saat membacakan Fatwa MUI Nomor 32 Tahun 2022 di Kantor MUI Jakarta, Selasa (31/5/2022).

“Sedangkan, jika hewan tersebut memiliki gejala klinis berat, seperti lepuh pada kuku hingga terlepas dan/atau hingga menyebabkan pincang atau tidak bisa berjalan, hingga menyebabkan hewan tersebut sangat kurus, maka hukumnya tidak sah dijadikan hewan kurban,” tambahnya.

Selanjutnya, hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis berat, namun ia sembuh dalam rentang waktu yang diperbolehkan untuk berkurban, yaitu tanggal 10 hingga 13 Dzulhijjah, maka hewan tersebut sah untuk dijadikan hewan kurban.

Namun, jika hewan tersebut sembuh dalam rentang waktu setelah tanggal yang ditetapkan untuk berkurban, yaitu tanggal 10 hingga 13 Dzulhijjah, maka hewan tersebut hitungannya sebagai sedekah bukan merupakan hewan kurban.

Salah satu hal yang dapat menyebabkan hewan tidak absah dijadikan hewan kurban adalah kecacatan, seperti telinganya terpotong.

Sementara itu, untuk mencegah hewan tersebut terkena PMK, dilakukanlah vaksinasi. Tanda hewan tersebut telah melakukan vaksinasi adalah terdapat ear tag pada telinganya dengan cara dilubangi.

“Lubang pada telinga hewan kurban akibat ear tag atau adanya cap pada tubuh hewan sebagai tanda bahwa hewan tersebut telah melakukan vaksinasi, tidak menghalangi keabsahan hewan kurban tersebut,” ujar dosen FSH UIN Jakarta tersebut.


Terima kasih telah membaca artikel

Bolehkah Kurban dengan Hewan Terinfeksi PMK? Ini Panduan MUI