Apa Itu FOMO? Dikaitkan Tudingan Netizen soal Rachel Vennya Nonton BLACKPINK

Apa Itu FOMO? Dikaitkan Tudingan Netizen soal Rachel Vennya Nonton BLACKPINK

Jakarta

Apa itu FOMO? Belakangan beredar komentar netizen yang mengecap Rachel Vennya FOMO gegara nonton konser BLACKPINK. Hal ini menyusul unggahan foto Rachel sedang menyaksikan konser girl group dari Korea Selatan itu. Dalam foto tersebut, terlihat Rachel dengan outfit serba pink dan hitam sedang berpose di depan panggung.

“Buna si always fomo,” ketik akun @lal***.

“Fomo banget ya bhuennaaa,” timpal akun @put***


Meskipun demikian, tak sedikit yang juga membela Rachel Vennya setelah dicap FOMO.

Apa Itu FOMO?

Dikutip dari USA Today, FOMO adalah akronim yang digunakan untuk merujuk pada rasa takut ketinggalan atau Fear of Missing Out. Akronim ini diciptakan pada tahun 2004, dan menjadi populer pada dekade berikutnya.

Adapun istilah tersebut menggambarkan kecemasan khusus yang muncul saat seseorang menganggap dirinya kehilangan beberapa interaksi sosial dan mencoba untuk memperbaikinya.

Ini bisa berarti memeriksa apa yang dilakukan orang lain terus-menerus, atau secara kompulsif menjangkau untuk mempertahankan koneksi. Sebuah studi tahun 2013, sekelompok psikolog mendefinisikan FOMO hanya sebagai kekhawatiran yang meluas bahwa orang lain mungkin memiliki pengalaman berharga yang tidak ada.

Apakah FOMO Bentuk Kecemasan?

FOMO adalah fenomena perasaan kompleks yang dapat dikaitkan dengan beberapa hasil kesehatan mental. Dalam studi tahun 2021 yang diterbitkan oleh The World Journal of Clinical Cases, penulis Mayank Gupta dan Aditya Sharma, mengatakan bahwa FOMO dapat dikaitkan dengan berbagai pengalaman dan perasaan hidup yang negatif, termasuk:

  • Kurang tidur
  • Kompetensi hidup berkurang
  • Ketegangan emosional
  • Efek negatif pada kesehatan fisik
  • Kecemasan
  • Kurangnya kontrol emosi

Kecemasan tentu saja merupakan bagian tak terpisahkan dari fenomena FOMO. Perilaku kognitif yang terhubung dengan FOMO mencakup penyegaran situs dan notifikasi media sosial secara kompulsif, meningkatkan kecemasan saat individu menunggu “imbalan” dari pesan atau pembaruan.

Kebutuhan untuk terus terlibat, dan selalu up to date, ditambah dengan sifat media sosial yang sering disaring dapat mendorong perbandingan diri yang negatif dengan jenis realitas terdistorsi yang ada secara online.

Apa Sih Penyebab FOMO?

Sebuah studi tahun 2013 menyimpulkan bahwa FOMO bisa menjadi hasil dari kebutuhan psikologis inti seseorang yang tidak terpenuhi. Kurangnya hal tersebut bisa mendorong seseorang untuk lebih terlibat dengan media sosial, menciptakan lingkaran setan FOMO.

Cara Mengatasi FOMO

Memahami apa yang menjadi penyebab dari perasaan FOMO yang dirasakan bisa menjadi awal yang baik untuk bisa melawan dan lepas dari perasaan tersebut. Berikut 5 cara yang bisa dicoba.

1. Mengatur Fokus

Dibandingkan dengan berfokus pada apa yang kurang atau apa yang tidak dimiliki, coba lihat apa sudah dimiliki diri sendiri. Hal ini bisa menjadi suatu hal yang menantang karena sulit untuk mengontrol apa yang kita lihat, terutama di media sosial.

Namun, langkah awal yang dapat dilakukan adalah dengan mengelilingi diri dengan orang-orang yang positif atau kegiatan yang positif. Begitu pula di media sosial, cobalah ikuti akun-akun yang memberikan atau menyalurkan perasaan positif.

2. Mencoba Detoks Digital

Menghabiskan terlalu banyak waktu di dunia maya bisa meningkatkan potensi munculnya FOMO. Mengurangi penggunaan atau melakukan ‘detoks digital’ bisa menjadi solusi yang baik.

Detoks digital adalah sebuah istilah yang menggambarkan situasi ketika kita mengambil waktu sejenak untuk beristirahat dari dunia maya. Langkah ini dapat membantu sesoerang lebih fokus pada hal yang terjadi di dunia nyata tanpa terus membandingkan diri dengan orang lain.

Bila tidak bisa sepenuhnya lepas dari media sosial karena satu dan lain hal, cobalah untuk menetapkan batasan waktu pemakaian setiap harinya agar tidak berlebihan dan tidak berdampak buruk bagi kesehatan mental.

3. Menulis Jurnal

Menulis jurnal personal bisa menjadi langkah untuk mengungkapkan isi hati dan pikiran yang mungkin sulit untuk diekspresikan melalui media sosial. Hal ini akan membuat kita lebih fokus dan lebih bisa untuk mengapresiasi apa yang seseorang rasakan atau alami, dibanding mencari validasi dari orang-orang di media sosial.

4. Menjalin Koneksi atau Relasi di Dunia Nyata

Banyak orang yang cenderung mencari koneksi atau relasi lebih luas ketika merasa depresi, cemas, kesepian, atau tertinggal. Namun, media sosial tak selalu menjadi solusi yang terbaik. Sebaliknya, bertemu dan berinteraksi secara langsung bisa menjadi opsi yang lebih baik.

5. Bersyukur

Studi menunjukkan bahwa berpartisipasi dalam kegiatan yang dapat memicu rasa bersyukur, seperti menulis jurnal atau sekadar berbagi kisah dengan orang sekitar mengenai apa yang disyukuri, bisa menjadi cara yang efektif untuk meningkatkan semangat kita dan sekitar kita.

Terima kasih telah membaca artikel

Apa Itu FOMO? Dikaitkan Tudingan Netizen soal Rachel Vennya Nonton BLACKPINK